Kedua, edukasi dan teknologi harus masuk ke desa-desa. Pemerintah dan universitas perlu menciptakan program pelatihan bertani berbasis teknologi. Misalnya, bagaimana menggunakan aplikasi untuk memantau cuaca, mengelola irigasi pintar, atau menjual produk melalui platform digital.
Ketiga, perbaiki rantai distribusi. Selama ini, keuntungan terbesar ada di tangan tengkulak, bukan petani. Dengan akses langsung ke pasar atau koperasi yang dikelola dengan baik, petani muda bisa mendapatkan harga yang lebih adil.
Keempat, permudah akses ke lahan. Program reforma agraria yang nyata dan transparan bisa jadi solusi. Selain itu, pemerintah bisa memberikan insentif pajak bagi petani muda atau subsidi untuk alat-alat pertanian modern.
Masa Depan yang Harus Kita Perjuangkan
Petani muda adalah ujung tombak ketahanan pangan kita di masa depan. Jika mereka diberdayakan, kita tidak hanya memastikan ketersediaan pangan, tapi juga menciptakan lapangan kerja, menjaga keberlanjutan lingkungan, dan memutus rantai kemiskinan.
Namun, ini bukan tugas satu pihak saja. Pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat harus bahu-membahu. Dan untuk kita, mari mulai dengan langkah kecil: hargai hasil tani. Jangan nawar harga sayur di pasar terlalu rendah. Sebab di balik setiap butir nasi yang kita makan, ada keringat dan kerja keras petani—termasuk mereka yang masih muda dan mencoba bertahan di tengah kerasnya dunia.
Ketahanan pangan adalah tanggung jawab bersama. Nasib petani muda adalah masa depan kita semua. Jangan biarkan mereka bermimpi sendiri. Mari bantu mereka mewujudkan mimpi itu—agar sawah-sawah kita tetap hijau dan perut kita tetap kenyang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H