Di tengah hiruk-pikuk politik yang mulai memanas menuju Pilkada 2024, muncul kabar mengejutkan dari PP Ansor yang memutuskan untuk moratorium Konfercab Ansor di tiga kabupaten: Bojonegoro, Ngawi, dan Situbondo. Buat yang belum familiar, moratorium ini artinya acara Konfercab di tiga wilayah ini ditunda sementara. Nah, ini pasti bikin banyak orang bertanya-tanya, "Kenapa ditunda? Ada apa ini?"
Sambil kita ngopi di warung kopi pojokan pasar, yuk kita bahas dengan gaya santai tapi penuh makna. Soalnya, kalau cuma diambil serius tanpa bumbu humor, dunia politik ini bisa bikin kita pusing tujuh keliling!
Konfercab Ansor
Pertama-tama, kita bahas dulu apa sih Konfercab Ansor itu. Bagi yang sudah sering terlibat, Konfercab bukan sekadar acara pemilihan ketua cabang Ansor. Ini seperti reuni di mana kader-kader muda NU ngumpul, ngobrol soal masa depan organisasi, sambil, ya, sedikit bersaing buat jadi pemimpin. Ada suasana serius, tapi jangan salah, ada juga suasana santai seperti acara ngopi dan makan gorengan di sekitar arena konferensi.
Tapi dengan adanya moratorium, otomatis suasana Konfercab di tiga kabupaten ini jadi hening sejenak. Tentu saja, ini menimbulkan banyak spekulasi. "Loh, kenapa ditunda?" ada yang bertanya dengan gaya kepo ala tetangga sebelah. "Apa jangan-jangan ada yang 'nggak beres' di balik layar?"
Sebenarnya, moratorium ini kemungkinan dilakukan biar ada waktu untuk introspeksi dan menurunkan suhu politik sekarang yang lagi hangat-hangatnya menjelang pilkada. Ansor di Bojonegoro mungkin juga butuh break sebentar buat evaluasi, supaya ketika nanti Konfercab dilanjutkan, mereka benar-benar siap memilih pemimpin yang beneran punya visi besar. Kayak orang yang lagi diet, sesekali perlu puasa gorengan biar sehat, kan? Begitu pula Konfercab ini, kadang butuh jeda dulu biar hasilnya lebih optimal.
Pilkada 2024
Sekarang mari geser ke Pilkada 2024. Pilkada Bojonegoro ini bakal jadi ajang yang seru. Tiap kali ada Pilkada, semua orang mendadak berubah jadi komentator politik. Mulai dari tukang parkir sampai tukang cukur, semuanya punya analisa politik ala "ahli strategi." Kadang analisa mereka lebih seru dari yang di TV, apalagi kalau dibumbui cerita-cerita lokal yang bikin ngakak.
Tapi, di balik semua humor politik, Pilkada adalah momen penting. Ini bukan sekadar ajang bikin baliho besar-besaran atau janji-janji manis saat kampanye. Kita bicara soal memilih orang yang bakal ngurus hidup kita selama lima tahun ke depan! Nah, masalahnya, janji-janji manis yang dikasih para calon ini kadang bikin kita merasa lagi nonton sinetron. Manis banget di awal, tapi di pertengahan ceritanya mulai nggak jelas.
Padahal, yang kita cari bukan janji. Kita butuh pemimpin yang bisa menepati janji, dan lebih penting lagi, yang punya kemampuan buat merealisasikan janji-janji itu. Bukan sekadar pinter ngomong, tapi juga pinter kerja. Sayangnya, banyak pemimpin yang, setelah terpilih, lebih sibuk dengan urusan pencitraan daripada beneran turun ke lapangan buat urusin masalah rakyat. Makanya, penting banget kita sebagai pemilih nggak asal coblos!
Pemimpin Ideal
Kalau ditanya soal pemimpin ideal, ini bisa jadi topik panjang di warung kopi. Tiap orang pasti punya standar masing-masing. Ada yang bilang, pemimpin itu harus dekat dengan rakyat, sering blusukan ke desa-desa, nggak segan angkat masalah kecil. Ada juga yang bilang, pemimpin ideal itu harus punya otak encer, jago bikin kebijakan yang solutif.
Tapi, di atas semua itu, pemimpin ideal adalah mereka yang punya integritas. Ini modal utama. Dia harus jujur dan bisa dipercaya, karena tanpa integritas, semua janji dan program kerja cuma akan jadi angan-angan. Yang kedua, pemimpin harus punya visi---nggak cuma jangka pendek, tapi juga jauh ke depan. Dia harus ngerti apa yang mau dicapai dan punya rencana konkret buat sampai ke sana.
Dan yang terakhir, tentu saja, pemimpin itu harus mau kerja keras. Jangan cuma muncul saat kampanye, foto-foto, atau pas ada media, tapi juga harus hadir di lapangan, terlibat langsung mengatasi masalah rakyat. Kalau diibaratkan ngopi, pemimpin ideal itu harus seperti kopi tubruk asli---berani, tegas, dan selalu menyentuh yang dasar!
Pemilih yang Cerdas
Nah, kalau kita bahas pemimpin ideal, nggak lengkap tanpa ngomongin pemilih yang baik. Karena pada akhirnya, kualitas pemimpin itu berbanding lurus dengan kualitas pemilihnya. Kalau pemilih cuma mau coblos calon gara-gara dapat kaos gratis atau ikut makan-makan di kampanye, ya jangan kaget kalau pemimpinnya nanti juga cuma "sekadarnya".
Pemilih yang cerdas itu tahu apa yang mereka inginkan. Mereka nggak cuma pilih berdasarkan wajah ganteng di baliho atau slogan kampanye yang menarik. Mereka mau cari tahu lebih dalam soal calon---apakah mereka punya pengalaman, apakah mereka beneran peduli, dan apakah program kerja yang ditawarkan masuk akal.
Rutinitas atau Inovasi?
Sekarang, kita sampai di pertanyaan kunci: Apakah Konfercab Ansor dan Pilkada 2024 ini hanya sekadar rutinitas yang harus dilalui tiap beberapa tahun sekali, atau justru bisa jadi momen inovasi untuk perubahan?
Semua tergantung dari kita sendiri. Kalau kita anggap ini sekadar acara rutin, ya, hasilnya juga gitu-gitu aja. Tapi kalau kita serius, baik saat memilih ketua Ansor maupun kepala daerah, kita bisa bener-bener bikin perubahan. Dan tentunya, kita butuh pemimpin yang nggak cuma pandai bersilat lidah, tapi juga bisa bawa perbaikan nyata.
Jadi, sambil nunggu moratorium Konfercab Ansor ini selesai dan sambil menanti Pilkada, mari kita duduk santai di warung kopi, tapi tetap berpikir kritis. Jangan sampai kita cuma jadi penonton pasif di panggung politik ini. Kita harus aktif memilih yang terbaik, baik buat Ansor maupun Bojonegoro.
Dengan harapan, siapa tahu dari secangkir kopi hangat dan obrolan ringan di warung ini, lahir pemimpin masa depan yang bener-bener berjuang untuk rakyat. Jangan lupa, pilkada dan konfercab itu bukan sekadar seremonial---ini soal masa depan kita juga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H