Suasana pagi di sebuah sekolah dasar. Anak-anak datang, lengkap dengan tas yang isinya bukan hanya buku pelajaran, tapi juga… laptop! Iya, laptop! Bukan buat main game, tapi buat belajar coding dan kecerdasan buatan alias AI.
“Wah, mau jadi hacker, nih?” ledek seorang guru yang sedikit gaptek, dengan tatapan geli melihat anak-anak SD yang dengan luwesnya membuka aplikasi pemrograman.
Baru-baru ini memang santer diberitakan di media bahwasanya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu’ti mewacanakan akan menjadikan mapel pilihan AI ( Artificial Intellegence) dan Coding mulai kelas 4 SD.
AI dan Coding Jadi Mata Pelajaran? Serius? Awalnya, ide ini terdengar kayak skenario dari film fiksi ilmiah. Tapi, di era di mana anak balita aja udah lancar nonton tutorial di YouTube dan anak SD jago bikin konten TikTok, kenapa tidak? Lagipula, kalau ada yang bilang, “Masa depan adalah teknologi,” masa iya anak-anak mau belajar coding cuma pas SMA? Keterlambatan itu bisa kayak datang ke pesta jam 10 malam, pas semua makanan enak udah habis.
Bayangkan kalau AI dan coding sudah jadi pelajaran sejak SD. Di umur 10 tahun, anak-anak udah bisa bikin aplikasi sederhana, ngoding robot-robot imut yang bisa bantu angkat PR mereka sendiri (yah, dalam mimpi). Tapi, hei, siapa tahu kan? Kalau Elon Musk kecil bisa bikin kode game di umur 12, mungkin anak-anak kita bisa bikin aplikasi yang mengirimkan notifikasi ke guru untuk membatalkan ulangan matematika.
Realitas di Kelas: Coding Bukan Cuma Bahasa Alien Tapi mari kita realistis. Mengajar coding ke anak-anak mungkin terdengar menakutkan bagi para guru—apalagi yang belum terbiasa dengan komputer selain buat ngetik soal dan bikin sertifikat lomba 17-an.
Bayangan pertama mungkin adalah serangkaian kode-kode asing yang bikin pusing. Namun, nyatanya, mengajar coding ke anak SD lebih mirip ngajarin cara main Lego—hanya saja kali ini baloknya berbentuk baris-baris kode. Anak-anak belajar membangun sesuatu dari dasar, menyusun logika dan instruksi.
Misalnya, anak-anak kelas 4 SD dapat belajar membuat game sederhana dengan aplikasi coding visual seperti Scratch, yang lebih mirip menggambar komik dibanding bikin rumus kalkulus. Jadi, jika si kecil salah satu muridnya pulang dan berkata, “Bu, tadi aku bikin kucing yang bisa nge-dab pake coding!”, kamu nggak perlu bingung. Itu bukan kucing sungguhan, tapi sprite digital yang mereka program sendiri.
AI: Apa Nggak Terlalu Canggih Buat Anak-Anak? Pertanyaan logis yang sering muncul adalah: “AI? Wah, jangan-jangan nanti robot yang diajarin, bukan anak-anak!” Tenang, AI buat level SD-SMP itu bukan hal-hal rumit kayak deep learning atau neural network. Ini lebih ke pengenalan sederhana, seperti melatih komputer untuk mengenali gambar atau suara.
Misalnya, guru bisa mengajarkan anak-anak konsep AI dengan menggunakan chatbot sederhana yang bisa mereka program untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan lucu. “Apa warna favoritmu?” tanya si anak ke chatbot. “Biru. Seperti langit biru yang indah,” jawab chatbot. Tapi kalau chatbotnya tiba-tiba menjawab, “Merah, kayak level 10 sambal terpedas di dunia,” ya, itulah humor teknologi. Anak-anak bisa belajar logika, sebab-akibat, sekaligus bersenang-senang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H