Terdiam dalam lingkup bumi penuh dengan keindahan dunia.
Negeri makmur dan penuh dengan  canda tawa masyarakat kecil di pedesaan.Â
Bergotong royong menuju kesatuan untuk mencapai persaudaraan.
Suara mahasiswa dalam teriakan negeri, dengan lantang saat negara revormasi berdiri.
Bumi nan hijau kini mulai terkikis sedikit- demi sedikit.
Pohon yang rindang nan keindaan lautan perlahan di ekploitasi besar-besaran.
Oh Tuhan ini kah negeriku kini? menangis dalam sebuah harapan.
Rakyat yang makmur mulai terusik dengan kebohongan dunia.
Tiada lagi rasa saling memiliki yang ada saling menjatuhkan sesama.
Akankah hancur negeri ini tuhan?Â
Perlahan kaki ini melangkah dan tak tahu arah.
Waktu terus berjalan, kami menjerit meminta keadilan tapi tiada jawaban
Merintih dalam kegelapan dan kesunyian.
Negeriku nan subur, negeriku nan makmur kini hanya penuh kepalsuan.Â
Suara tak terdengar lagi oleh teriakan pemuda-pemudi negeri ini.
Kemana merekah, Â akan kah mereka hanya diam?
Kami hanyalah rakyat kecil, yang tak punya suara atau pun jalan untuk kami berkata.
Tak apa kami kelaparan,Â
Tak apa kami hidup dalam kemiskinan ataupun kesengsaraan.
Tapi tolong engkau fikirkan. Hai penerus negeri ini, bukalah matamu kami bukan lah hewan
Kami ini rakyatmu, rakyat yang telah memilihmu.
Syair kecil kami berikan untukmu wahai negeriku.
Negeri yang tercinta dengan darah dan perjuangan yang tiada habisnya.
Tolong engkau jaga wahai Sang Garuda.Â
Agar tiada lagi derita untuk anak cucu kita.
#Sumber pribadi penulis
"Choirul Mutaqin"Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI