Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasib Sang Pak Tani

23 Desember 2019   05:36 Diperbarui: 23 Desember 2019   05:47 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Permisi Pak, numpang istirahat." Aku menyalami seorang petani tua yang sedang duduk di sebuah saung di tepi sawah.

"Iya Nak silahkan," jawab Pak Petani. Wajahnya tersenyum ramah dengan mata menyempit saat tersenyum.

"Sawah Bapak luas dan sebentar lagi sudah siap panen ya Pak.

"Iya. Dulu ini memang sawah saya,  tetapi sekarang bukan lagi. Saya hanya buruh tani saja, Nak."

"Maksud Bapak, dulu sawah ini milik Bapak kemudian dijual?"

"Bukan. Saya tidak pernah menjualnya. Jadi sawah 7 hektar ini dulu milik saya. Saya memperkerjakan banyak buruh tani untuk menggarapnya. Boleh dibilang, saya dulu tuan tanah di desa ini."

"Lalu kenapa bisa berpindah tangan, Pak?"

Pak Petani tersebut menghela nafas panjang sebelum menjawab.

"Itu kesalahan saya sendiri. Untuk mengelola sawah begitu luas, dulu saya dibantu oleh orang-orang kepercayaan yang juga buruh tani. Suatu hari salahsatunya menghadap dan berkata kalau ada mafia tanah yang akan merampas sawah ini."

Pak Tani berhenti sejenak untuk meminum air kendi yang tampaknya segar.

"Terus?" Aku tidak sabar mendengarkan ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun