Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pak Sekdes yang Brilliant

8 November 2017   12:01 Diperbarui: 8 November 2017   15:00 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pak Kades pusing tujuh keliling karena jalan utama depan pasar selalu macet. Akhirnya Pak Kades memanggil Sekdes, penasihat dan centengnya.

"Coba kamu pikir apa masalahnya? Kenapa jalan depan pasar kebo kita selalu macet. Sampai disorot sama media kampung sebelah karena katanya jaman kades yang lama jalanan lancar dan aman. Ini akan menurunkan citra kita sebagai perangkat desa berpendidikan," kata Pak Kades kepada semua yang hadir.

"Maaf Pak Kades, saya selaku centeng penguasa pasar juga tidak tahu apa masalahnya. Tetapi saya dan Sekdes sudah sepakat untuk bekerjasama menyelesaikan dan mengamankan masalah ini," kata Pak El yang memang menjadi preman pasar sejak jaman kolonialisme.

"Bagus. Mohon bantuannya. Kita bisa bekerjasama agar maju desanya dan bahagia warganya," sambil tersenyum manis kepada Pak El.

Pak Sekdes tidak mau kalah. Dia langsung memberikan laporannya. "Pak Kades jangan kuatir. Saya dan tim Oke Jelly Drink sudah melakukan riset kecil-kecilan. Metodologinya dapat dipertanggungjawabkan dan sahih."

Kemudian Pak Sekdes menayangkan sebuah foto kondisi pasar yang tampak macet dan semrawut. Banyak dokar, cikar dan sepeda kumbang yang terjebak macet di antara pejalan kaki yang memenuhi jalan.

"Dari hasil foto udara yang saya ambil sendiri dengan Drone." Belum sempat Pak Sekdes melanjutkan penjelasannya, Pak Kades memotong pembicaraan dengan pertanyaan. "Sebentar, Si Drone itu siapa? Orang kita kah?"

"Iya Pak Kades. Drone ini putranya Pak El. Dia yang motret dari atas dengan cara memanjat pohon sawo yang paling tinggi dekat pasar," jawab Pak Sekdes. Pak El yang namanya disebut-sebut karena anaknya si Drone membantu Pak Sekdes memotret pasar, tersenyum bangga dan bahagia. Pak El sendiri selain centeng dan penguasa pasar, dia juga ahli IT khusus bidang USB dan UPS. Tidak heran kalau putranya juga jadi ahli fotografi.

"Nah dari foto ini kita bisa lihat dari foto udara ini, penyebab kemacetan adalah pejalan kaki. Cikar, dokar dan sepeda ontel tidak bisa lewat karena terlalu banyak pejalan kaki," lanjut Pak Sekdes dengan senyum mengembang karena merasa pintar sudah bisa menemukan penyebab kemacetan di pasar desa. Sementara Pak Kades hanya manggut-manggut saja. Entah dia paham atau tidak.

"Sepanjang ini hasil riset ilmiah, saya percaya. Jadi apa yang harus kita lakukan?" Tanya Pak Kades sambil membenahi letak kacamatanya.

"Kita harus buat aturan Pak Kades agar pejalan kaki tidak boleh berjalan di jalanan desa. Mereka harus jalan di trotor," jawab Pak Sekdes lagi dengan senyum kemenangan.

"Tapi penyebab pejalan kaki memenuhi jalan kan karena trotoar dipakai untuk jualan dan parkit motor. Seharusnya mereka yang disalahkan karena merampas hak pejalan kaki," kata seorang penasihat Pak Kades.

"Ah pendapat ngawur itu. Abaikan saja," kata Pak El sambil melotot kepada si penasihat.

"Baik kita abaikan saja. Kalau begitu kita buat peraturan desa, mulai minggu depan pejalan kaki dilarang memasuki jalanan depan pasar agar tidak ada lagi kemacetan dan kesemerawutan. Setuju?"

Semua yang hadir berteriak setuju dan bertepuk tangan, tanda musyawarah telah mufakat.

------------------------------

Minggu berikutnya aturan desa diberlakukan dan benar saja. Jalanan di depan pasar sudah tidak lagi ada kemacetan karena sudah tidak ada lagi pejalan kaki yang lalu lalang. Namun pedagang pasar semua pada pindah ke desa sebelah. Benar-benar maju desanya dan bahagia warganya. Semua warga desa salut dan semakin hormat kepada Pak Kades dan Sekdes karena selalu bisa memecahkan masalah mereka tanpa ada yang dikorbankan.

#FiksiPolitik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun