Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Kucing Hitam Pribumi

31 Oktober 2017   10:48 Diperbarui: 31 Oktober 2017   11:21 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Meooong..." teriak kucingku Si Hitam pagi ini. Aku pikir dia lapar, sehingga aku melemparkan tahu telor yang dibuatkan istriku pagi ini. Si Hitam pun melahapnya sampai habis. Dia memang kucing yang aneh. Dari roti, pizza, ikan hingga krupuk, dimakannya tanpa komentar. Saya tidak paham apakah dia kucing pribumi asli atau pranakan Mesir, Yaman atau justru keturunan kucing Kaisar Ming. Mungkin perlu test DNA untuk memastiknnya. Yang jelas dia bukan kucing Afrika walau bulunya hitam legam.

"Meong... Meong..." Kali ini Si Hitam mengeong kembali. Saya tidak berani melemparkan tahu telor lagi. Takut ketahuan istri yang susah payah belajar masak tahu telor selama seminggu ini.

"Meong... Meoong... Meoong..." Entah mengapa lambat laun suara Si Hitam bisa aku mengerti maksudnya. Jangan-jangan aku ini keturunan Nabi Sulaiman yang bisa mengerti bahasa hewan.

"Mengapa orang-orang pada ribut dengan pelantikan Anies Sandi?" Tanya Si Hitam dengan wajah serius. Aku cukup terkejut juga, bagaimana seekor kucing bisa update berita terkini. Akhirnya aku coba untuk menjawab ala kadarnya.

"Ya begitulah politik. Beda pilihan dan pandangan politik, bisa jadi masalah," jawab saya sambil mengunyah potongan terakhir tahu telor.
"Terus..." sahut Si Hitam lagi. Aku agak terkejut karena Si Hitam menimpali jawaban dan tampak ingin mendiskusikannya lebih dalam lagi.
"Jadi fenomena polarisasi dan kubu-kubuan terjadi saat ada 2 calon unggulan pada pemilihan pemimpin. Normalnya, setelah setelah pemilihan selesai, semua kembali seperti semula. Namun yang terjadi, kubu yang kalah akan terus mencari kesalahan lawan politiknya. Contoh kubu Basuki-Jarot melawan Anies-Uno. Saat Anies-Uno menang, maka pendukung Basuki-Jarot pasti akan mencari kelemahan atau kesalahan yang dilakukan oleh Anies-Uno, dan menjadikannya sebagai bahan candaan."

"Untuk apa?" Tanyak Si Hitam lagi. Kali ini dia melompat dan duduk manis di sampingku.

"Iya.. Untuk apa ya?" Aku mencoba berfikir mencari jawabannya.

"Oh iya. Pendukung Basuki-Jarot mencoba membuktikan kalau pilihannya baik dan benar, sedangkan pilihan kubu lawannya itu salah. Seolah-olah ingin mengatakan 'tuh lihat gubernur pilihanmu tidak becus dan kamu salah pilih'. Sedangkan pendukung Anies-Uno akan membela pilihannya sebagai pilihan yang baik dan tepat. Sehingga akan menafikkan atau mengabaikan kesalahan atau perbuatan calon yang didukungnya."

"Sejarah terulang kembali..." celetuk Si Hitam.

"Maksudmu?"

"Jokowi Vs. Prabowo," Jawab Si Hitam singkat.

"Oh iya benar. Pendukung dan Pemilih Jokowi yang menang terpilih sebagai presiden adalah kebanyakan pendukung Ahok juga. Sedangkan pendukung Prabowo umumnya pendukung Anies. Benar sejarah terulang kembali. Pendukung Prabowo juga berperilaku sama dengan pendukung Ahok saat ini. Mereka mencoba membuktikan kalau Jokowi bukan pilihan yang tepat. 

Semua hal kecil Jokowi akan jadi masalah bagi kubu pendukung Prabowo yang kalah dan gagal move on. Akibatnya mulai dari wajah Jokowi, kancing jas, sampai hobby Jokowi jadi masalah buat mereka. Hal tersebut akan berlaku sama nantinya bagi Anies, karena pasti semua hal yang dia perbuat akan jadi bahan candaan."  kali ini aku menjawab cukup panjang setelah mendapat clue dari Si Hitam.

"Meong... Terus buat apa itu semua? Apa manfaatnya? Meeooong...."

"Entahlah... Mungkin agar dunia ini ghak sepi dan selalu ada bahan untuk dinyinyirin," jawabku sekenanya.

"Meooong... Manusia memang aneh... Meeoong." Si Hitam melompat pergi saat kucing tetangga berdiri di depan pintu dan mengucapkan, "Assalamualaikum."

Dunia yang aneh pikirku setelahnya. Mengapa aku ngomongin fenomena politik sama kucing ya. :D

#FiksiPolitik #SiHitam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun