Sabtu (21/3/2015) kemarin, Kompas Kampus di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya akhirnya digelar dengan sangat meriah. Lebih dari 5 ribu mahasiswa Unair dan beberapa mahasiswa dari kampus di Surabaya dan sekitarnya, berkumpul di Airlangga  Conventional Center, untuk mengikuti rangkaian acara yang dikemas dalam bentuk talk show bersama beberapa tokoh pemimpin daerah seperti Bu Risma, StandUp Commedy bersama comics andalan KompasTV dan yang tidak kalah pentingnya adalah paparan tentang citizen journalism bersama Mas Nurullah -- admin Kompasiana.com
Acara Kompas Kampus ini sebenarnya bisa menjadi surga bagi mereka yang masih jomblo, untuk mendapatkan jodohnya di acara tersebut. Dengan kata lain, 'ikut acara Kompas Kampus, pulang dapat door prize dan jodoh'. Loh kok bisa? Hehehe... iya sangat bisa. Itu karena peserta di acara Kompas Kampus Surabaya, 3/4-nya wanita. Jadi, akan menjadi mudah bagi Anda kaum jomblower untuk mencari jodoh di Kompas Kampus, walaupun belum tentu dapat tentunya. Ya, tergantung nasib, keberanian dan merekanya mau atau tidak dengan Anda.
[caption id="attachment_374367" align="aligncenter" width="498" caption="Tenda Kuliner dan registrasi di pintu masuk (Dok.Pri)"][/caption]
Pertama kali sampai di Airlangga Convention Center, langsung disambut dengan street banner dan umbul-umbul acara kompastv. Dua buah tenda besar yang berisi stand kuliner dan untuk registrasi, menyambut peserta yang akan mengikuti Kompas Kampus. Saya yang mendaftar via email dan lupa mencetak pendaftaran, akhirnya daftar lagi on the spot alias daftar di tempat.
[caption id="attachment_374368" align="aligncenter" width="484" caption="Staf pendaftaran yang ramah, membuat hati menjadi adem (Dok.Pri)"]
[caption id="attachment_374370" align="aligncenter" width="484" caption="Artist? Oh bukan. Dia mahasiswi Unair (Dok.Pri)"]
Saat memasuki area registrasi, pemandangan didominasi oleh panitia dan peserta wanita. Entah mengapa, sayapun menjadi grogi. Bukan karena saya tidak percaya diri akibat tampang yang lumayan, tetapi karena rasanya tahun kelahiran di KTP saya salah cetak.
Setelah registrasi, saya masuk ke dalam gedung. Di pintu masuk, tiket saya disilang 2x dan tangan kanan saya distempel lunas eh nama acara. Proses nyetempelnya juga bikin jantungan. Bayangkan, tangan kiri si mbaknya memegang tangan kanan saya dengan lembut, kemudian dia menekan stempelnya ke pergelangan tangan cukup lama. Itu membuat tensi darah saya naik. Loh kok bisa? Entahlah.
Di dalam, saya mengarahkan pandangan ke segala arah untuk mencari alien dari dunia Kompasiana yang mungkin bisa saya kenali. Namun di dalam justru yang tampak dominan adalah para ahwat, alias mahasiswi. Beruntung Mas Arif Khunaifi yang malam sebelumnya sempat ngopi bersama saya, Mas Nurullah dan beberapa teman kompasianer lainnya, datang menghampiri. Akhirnya saya mencari tempat duduk di bagian belakang dan bertemu dengan Mas Nurullah yang tampak masih mengantuk akibat diajak begadang hingga jam 1 pagi dini hari.
[caption id="attachment_374372" align="aligncenter" width="498" caption="Peserta Kompas Kampus (Dok.Pri)"]
[caption id="attachment_374373" align="aligncenter" width="498" caption="Wanita mendominasi di Kompas Kampus Surabaya (Dok.Pri)"]
[caption id="attachment_374371" align="aligncenter" width="484" caption="Mas Nurul sedang termenung (Dok.Pri)"]
[caption id="attachment_374394" align="aligncenter" width="484" caption="Kompasianer Kopdar di Kopitiam Surabaya (Dok.Pri)"]
Mas Nurul tampak sering termenung sendiri. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Dugaan pertama saya, Mas Nurul memang terpengaruh efek begadang di Kopitiam tadi malam. Dugaan kedua, Mas Nurul takut kalau nanti naik pentas terus diserbu oleh peserta wanita minta foto bersama, tanda tangan dan minta ongkos pulang sekalian. Namun yang paling berbahaya kalau sampai Mas Nurul lupa kalau sudah tidak jomblo lagi, sehingga mau bersaing dengan para jomblo untuk mencari jodoh di Surabaya. Ah... itu hanya pikiran sesat saya saja karena biasa menulis cerita fiksi.
Acara dimulai dengan tampilnya demonstrasi jurus silat oleh UKM Silat Tapak Suci Unair. Mereka menampilkan jurus-jurus bela diri seperti sebuah tarian yang meliuk-liuk. Selain itu, ditampilkan juga demonstrasi perkelahian berpasangan dan penggunaan senjata celurit.
Saya segera mencari tempat duduk yang cukup strategis untuk mengambil foto. Sama seperti waktu kuliah dulu yang berprinsip, "Tempat menentukan prestasi." Kali ini saya ingin mendapatkan sudut pengambilan gambar terbaik. Namun sayang, saya tidak cukup berani memanjat menara lampu dan merayap ala spiderman di langit-langit gedung, untuk mengambil gambar dengan angel yang tidak biasa.
[caption id="attachment_374375" align="aligncenter" width="538" caption="Mas Nurul in action (Dok.Pri)"]
Tibalah saatnya Mas Nurul untuk naik ke panggung. Saat Mas Nurul tampil dengan foto coolnya di layar, seorang mahasiswi di samping saya berteriak histeris. Saya pikir ini pasti salah satu fans yang 'menggilai' Mas Nurul yang punya tampang ala artis K-Pop. Namun ternyata berteriak hanya karena kakinya terinjak temannya. Huff... untunglah. Bisa tidak kembali ke Jakarta, kalau para fans Mas Nurul mulai histeris. (Paragraf ini asli fiksi. Mohon Anda coret sendiri di layar Anda).
Apalagi saat Mas Nurul selesai presentasi tentang sejarah Kompasiana.com dan pengaruhnya bagi dunia pemberitaan warga di Indonesia, masuklah pada sesi tanya jawab. Mas Hariadi -- kompasianer dari Malang, yang duduk di barisan kursi paling depan langsung mengacungkan jempolnya dan digoyang-goyang sebagai tanda dia ingin bertanya. Setahu saya memang hobinya dari dulu bertanya. Entah apakah kali ini agar dilirik peserta yang memang cantik-cantik, atau memang mengincar hadiah bagi yang bertanya.
[caption id="attachment_374382" align="aligncenter" width="484" caption="Mas Selamet Hariadi di panggung bersama Mas Nurul (Dok.Pri)"]
Setelah puas mengambil beberapa gambar dari bagian tengah, saya kembali mencari Mas Arif Kunaifi yang ternyata tidak jauh-jauh dari tempat pertemuan pertama. Mas Arif mengajak saya membeli kopi di stand Kopi Torabika yang menjadi salah satu sponsor acara. Ternyata, pembeli dan penjualnya pun wanita.
[caption id="attachment_374385" align="aligncenter" width="484" caption="Stand Kopi bersama Mas Arif (Dok.Pri)"]
Tepat jam, 12 siang. Sebuah SMS dari istri menanyakan saya pulang jam berapa. Sepertinya insting istri saya sedang kuat. Saya menduga istri takut saya terlalu lama berada di acara Kompas Kampus dan lupa untuk pulang karena merasa masih jomblo. Akhirnya sebelum acara berikutnya dengan Bu Risma dimulai, saya pamit pulang ke Mas Arif. Â Ternyata sesampai di rumah, saya baru tahu kalau SMS tersebut adalah SMS yang dikirim tadi malam saat begadang bersama teman-teman kompasianer lainnya. Haduh... nasib suami takut istri. :D
[caption id="attachment_374393" align="aligncenter" width="484" caption="Ikutan Kompas Kampus, masih tetap ingat sholat (Dok.Pri)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H