Judul di atas benar-benar terjadi! Walaupun sebenarnya bukan Kompasiana -- rumah  kita bersama ini, tetapi hadiah lomba bulan lalu yang membuat saya serasa gaptek (gagap teknologi) 3 hari ini. Ceritanya berawal dari  hadiah lomba Nissan Evalia berupa BlackBerry Curve 8250 yang sampai di rumah hari sabtu (29/9) lalu. Mulailah saya membuka bungkus paket yang dikirim via titipan kilat. Setelah menandatangani resi penerimaan, sayapun mulai membuka bungkusnya bagai seorang perjaka yang menikmati malam pertama (lebay). Saat semua bungkus telah terbuka, sayapun menemukan sebuah BB warna hitam di dalamnya. Maklum, selama ini saya hanya bisa melihat saja orang lain menggunakannya tanpa pernah memegangnya secara langsung. Selain takut warnanya luntur, lebih bahaya lagi kalau sudah dipegang dan tidak bisa dilepas lagi. Bisa-bisa saya harus membayarnya. Hal yang terpikirkan pertama kali adalah memasukkan kartu gsm saya ke BB ini. Hampir beberapa kali saya mencoba membuka penutup belakangnya dengan cara menggeser, cangkang penutup tersebut tidak juga bisa terbuka. Hampir-hampir saya ambil keris Empu Gandring warisan Ken Arok untuk mencukit penutupnya. Untung masih cukup sadar melihat unyu-unyunya tampilan BB Curve 8250. Akhirnya saya bungkus kembali menunggu anak-anak pulang sekolah saja. [caption id="attachment_209150" align="aligncenter" width="600" caption="BB Curve 8250 (Dok.Pri)"][/caption]
Saat anak-anak saya Audi dan Dita diberitahu kalau hadiah lombanya telah datang, mereka sangat gembira dan berebut untuk membukanya. bahkan adiknya joget-joget sendiri merayakan BB yang baru datang. Maklum, anak-anak memang sudah tidak sabar akan bentuk BB yang seolah-olah benda ajaib dari abad 21. Padahal handphone mereka dan sayapun sebenarnya tidak lebih bagus dari BB hadiah ini. Saya jujurkan? :) Ketika anak-anak telah membongkar kardus dan memegang BB-nya, saya utarakan masalahnya adalah Bapakmu ini gagap membuka casingnya. Seketika mereka berdua menggunakan segala cara untuk memecahkan masalah tersebut. Beberapa gaya membuka mereka coba, namun hasilnya sama. Tiba-tiba Dita yang biasanya memang lebih punya inisiatif, mencongkel bagian bawah dan berhasil! Seketika kamipun bersorak gembira sambil menyanyikan lagu We are The Champion... (yang ini juga lebay). Memang di keluarga kami, hal sekecil apapun bisa membawa gelak tawa. Berikutnya mereka berdua membeli kartu perdana gsm untuk dipasang di BB. Setelah kartu dipasang hingga registrasi kartu perdana, semua masih berjalan lancar. Namun saya kembali bingung dengan PIN dari BB ini. Saya pikir PIN itu diperoleh setelah mendaftarkan diri ke provider. Rupanya baru saya tahu kalau PIN BB tercantum di kardus dan di bagian dalamnya. Oalah Pakne... Pakne... kok yo gaptek nemen toh.... :D Kegaptekan belum berhenti sampai di situ. Saya belum tahu bagaimana meregistrasikan agar bisa menggunakan BB Messsanger dan internetan. Beruntung internet bisa menyediakan banyak informasi tentang registrasi BB dengan kartu XL. Setelah isi pulsa, cukup registrasikan dengan mengirimkan SMS 'BB ON' ke 568 untuk berlangganan BB full akses dengan biaya 5ribu per hari. Selesai masalahnya? Belum. Saya gaptek untuk meng-invite, gaptek untuk mengganti foto profile BB, gaptek untuk pasang status dan gaptek untuk menggunakan fitur-fitur lainnya di BB. Sampai-sampai kemarin, saya update status di FB Â "Teknologi membuat kita repot belajar. Benar begitu?". Hingga tulisan ini dibuat, saya masih gaptek dengan cara mengetik gaya alay yang menggunakan icon dan emoticon di BB. teman-teman lain sudah dengan enaknya menyapa saya pagi ini dengan sebuah pesan yang dihiasi icon bunga dan matahari, sementara saya baru bisa mengetik pesan plain text tanpa simbol-simbol keren. Haiyah... sudahlah. Biar saya tetap pakai android saja yang rasanya lebih familiar dan nyaman. Sedangkan mengetik pesan di BB yang tombol keyboardnya begitu mini, membuat jari tangan saya kram. Rasanya jari saya jempol semua sehingga saat memencat huruf 'S' yang tertekan huruf lain di sekitarnya. Sedangkan di gadget Android saya, layarnya yang lebar membuat nyaman di mata dan virtual keyboard yang lebih besar. BB ini juga saya akan serahkan ke istri biar dipakai di rumah saja. Biar saya ghak terlalu kelihatan gapteknya kalau dilihat orang. Biar Anda yang membaca tulisan ini saja yang tahu kalau saya ini tukang IT dan Kompasianer yang gaptek. Atau saya harus les private menggunakan BB? Xixixi.... ghak usah deh. Matur thank you...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H