Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Darah Tinggi Si Calon Gubernur

11 Juli 2012   15:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:03 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kalian ini semua guoblok! Mengapa perolehan suara saya cuman di urutan kedua kalah dari si kurus kerempeng kurang gizi itu!" teriak Si Bapak sambil memilin kumisnya. Matanya merah tanda dia sedang naik darah. "Coba kalian pikir kembali, kurang apa dengan tim sukses kita?!!! Ayo, kurang aaaapaaaaaaaaaa? Berapa milyar sudah saya habiskan agar kita langsung menang di putaran pertama." Si Bapak menatap satu per satu ke orang-orang yang wajahnya tampak lelah dan tertunduk lesu. "Iya Pak, kami paham," ujar se-seorang yang duduk paling depan. Belum sempat dia menuntaskan kalimatnya, suaranya tercekik saat Si Bapak menyambarnya dengan cengkraman tangan di bajunya sambil berteriak, "Paham apa? Hah! Apa? Paham apa? Percuma kalian ngomong tapi buktinya nol besar!!!" Suasana menjadi hening menegangkan. Masing-masing yang hadir menekuk wajahnya menjadi 5 bagian dengan tangan menyilang di dada. Sementara Si Bapak jalan mondar mandir di depan dengan kedua tangan mengusap-usap jidatnya yang kali ini terasa pusing tujuh keliling. Tiba-tiba sebuah suara memecah keheningan ruangan dengan pertanyaan, "lalu apa strategi kita di putaran kedua nanti Pak?" Mendengar pertanyaan tersebut, wajah Si Bapak berubah menjadi sedikit cerah dengan bola mata berputar-putar tanda secercah harapan terbit laksana matahari di pagi hari. "Ya... good... good... pertanyaan bagus. Kita masih punya harapan, mengapa kita harus sedih dan putus harapan..." ujar Si Bapak dengan suara lebih tenang. Semua yang hadir langsung mengangkat wajah dan menyambut semangat Si Bapak dengan wajah yang tak kalah cerahnya. Suasana ruanganpun menjadi gaduh karena mereka jadi saling berdiskusi antar teman sebelahnya. "Lalu apa ide kalian untuk putaran kedua? tanya Si Bapak dengan suara keras. Yang hadirpun kembali diam. Ada yang tampak sedang berfikir sambil meletakkan telunjuknya di depan mulut. Ada juga yang pura-pura berfikir sambil garuk-garuk bokong. "Ayo, apa ide kalian untuk memenangkan putaran kedua nanti? Ya, kamu, apa idemu?" Tanya Si Bapak kepada orang yang tadi bertanya strategi putaran kedua. "Begini Pak. Sepertinya kekalahan Bapak di putaran pertama ini karena masyarakat sudah bosan dengan model kumis Bapak yang dari kampanye 5 tahun lalu, itu-itu saja. Bahkan lawan Bapak malah tidak punya kumis tapi bisa menarik simpati masyarakat," ujar si orang tadi dengan nada ragu takut kena marah. "Lalu apa yang harus saya lakukan dengan kumis ini? Mencukurnya? No way man... kumis ini lambang kejantanan saya di depan umum dan terutama di depan istri saya. kalau sampai ini dicukur, bisa-bisa saya kehilangan kewibaan dan kejantanan saya." Ruangan pertemuan kembali hening. Semua orang masih berfikir keras untuk menanggapi komentar Si Bapak. "Begini saja Pak. Bagaimana bila Bapak cukup ganti model kumis saja. Supaya masyarakat menganggap Bapak sebagai orang yang pro perubahan dan anti status quo. Kumis Bapak masih bisa digunakan sebagai senjata untuk menaklukkan istri Bapak, namun bisa juga untuk menarik simpati masyarakat di pemilihan putaran kedua nanti." "Lalu gimana caranya?" tanya Si Bapak kepada pengusul. Si Pengusul kemudian maju kedepan untuk mendiskusikan sambil berbisik kepada Si Bapak. Sementara orang-orang yang hadir lainnya juga saling berbisik untuk mendiskusikan rasa penasaran mereka dengan ide ganti model kumis tadi. Tiba-tiba Si Bapak dan pengusul tadi masuk ke ruangan lain. Semua yang hadir semakin penasaran dengan ide kongkrit si pengusul. Dua menit, tiga menit, hingga akhirnya setelah lebih dari 10 menit, si pengusul keluar dari ruangan sambil tersenyum puas. "Baik saudara-saudara sekalian. Untuk memenangkan pilkadal dan pilkadut putaran kedua nanti, kita akan menggunakan strategi cukur kumis. Bapak sudah setuju dan barusan kumisnya sudah saya modifikasi. Saya berharap saudara-saudara semua menyamputnya dengan gembiran dan optimis atas perubahan model kumis Bapak nanti. Paham? tanya si pengusul. "Paham.....," jawab yang hadir serentak. "Baik, saya tampilkan Bapak dengan model kumisnya yang baru...." Tak lama kemudian, Si Bapak keluar dari ruangan tadi dia masuk. Wajahnya sudah tampak ceria dan bisa tersenyum kembali. [caption id="attachment_193689" align="aligncenter" width="286" caption="Kumis (dari wikiality.wikia.com/Moustache)"][/caption] Sedetik kemudian semua yang hadir terdiam terpaku. Perasaan antara terpesona dan terkejut bercampur menjadi satu saat melihat kumis ala Jojon atau Hitler, tersemat di antara bibir dan hidung Si Bapak. Si pengusul langsung bertepuk tangan sambil memberi aba-aba kepada yang lainnya untuk turut serta bertepuk tangan. Seketika suasana ruangan menjadi cair kembali. Semua tampak bahagia walau dengan senyum yang tertahan. Setelah suasana tenang, dengan sigap si pengusul menyelinap keluar dari gedung pertemuan tersebut sambil tersenyum puas. "Oh alangkah indahnya hidup ini...," gumannya sambil masuk ke sebuah bajai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun