Sebenarnya kami tidak menyangka bila tim robot yang dibentuk perdana ini bisa masuk ke KRI/KRCI/KRSI tingkat nasional. Pasalnya saat bertarung di kompetisi Wilayah Regional IV Jawa Timur, robot kami tidak bisa masuk 3 besar sebagai syarat untuk lolos ke tingkat nasional. Sebagai informasi, kami hanya mengirimkan 1 jenis robot saja, yaitu robot beroda untuk katagori fire fighting (pemadam api). Namun karena minimnya juara yang ada pada regional lain, maka walau berada di peringkat 6, panitia mengundang kami untuk berlaga di tingkat nasional pada 29 Juni - 1 Juli 2012 lalu di Gedung Sabuga ITB Bandung.
Untuk berkompetisi di tingkat nasionalpun kami mencoba mempersipakan dengan lebih baik lagi. Algoritma penelusuran ruangan dan deteksi posisi api diperbaiki. Beberapa sensor dan tenaga robot juga dicoba untuk diperbaiki dan hasil ujicobanya jauh lebih baik daripada saat berlaga di Gedung Robot ITS saat kompetisi tingkat wilayah.
Tanggal 29 Juni, tim kami yang terdiri dari robot dan manusiapun sampai di Bandung. Tim inti bergerak ke Gedung Sabuga ITB untuk mengikuti tehcnical meeting dan running test. Sedangkan saya dan beberapa teman, dengan menggunakan bus mini carteran, bergerak ke daerah Setyabudi Bandung untuk beristirahat di domitory kampus UPI Bandung.
Hasil running test robot kami di arena kontes cukup memuaskan. Dari 23 peserta, robot kami menempati peringkat 6 dengan berhasil memadamkan api, namun belum berhasil pulang ke home (tempat start awal robot). Hasil running test membuat tim kami optimis pada kompetisi berikutnya. Sementara tim kampus lain sepertinya harus berusaha untuk menyesuaikan tingkat akurasi sensornya dengan kondisi yang arena yang disediakan oleh panitia. Masalah tersebut juga kami temui saat mengikuti kontes  di tingkat wilayah. Penggunaan lampu mercury dan lampu sorot lainnya, memaksa kita untuk menyetel kembali data sensor yang digunakan.
Sabtu (30/6) jam 08.15, robot kami mendapatkan kesempatan awal untuk kontes pertama di arena. Setiap robot diberi 3x kesempatan untuk kontes. Setiap penampilan kontes memiliki skor nilai yang kemudian akan terakumulasi sebagai nilai total untuk menentukan peringkat. Namun sayang sekali, kontes pertama, robot kami tersangkut di penghalang  segitiga (semacam polisi tidur) di arena. Robot berjalan terlalu menepi sehingga melewati penghalang yang cukup tinggi untuk ukuran robot kami yang kecil imut-imut. Setelah dilakukan proses retry, robot berhasil keluar dari room 4 (home), namun masalahnya terulang kembali, robot kembali tersangkut di penghalang.
Kegagalan di kontes pertama membuat tim sempat down. Namun tim inti yang terdiri dari 1 dosen pembimbing dan 3 mahasiswa tidak patah semangat untuk melakukan evaluasi dan mempersiapkan diri untuk kontes berikutnya. Wajah tegang dan perut mules mewarnai menit-menit menjelang berlaga.
Jam 16.00, saya selaku penggembira sudah berada di tribun untuk menyaksikan laga kedua. Dengan kekuatan super (lebay), saya memandu meneriakkan yel-yel kampus yang disahut oleh anggota suporter lainnya. Kami semua tegang saat robot dilepas di arena untuk secara 'cerdas' mencari lilin yang menyala dan harus bisa mematikannya. Robot beroda kami sempat melakukan retry karena menyangkut. Beruntung setelah retry, robot dapat berjalan lancar dan yang membuat kami bersorak saat berhasil mematikan api. Namun sayang, robot belum bisa kembali ke home. Walaupun begitu, keberhasilan memadamkan api ini sudah cukup membuat kami senang melihat tim robot lain masih banyak yang tidak berhasil memadamkan api.
Setelah robot kami berlaga, masih ada beberapa robot lainnya yang berlaga. Namun yang mengejutkan kami adalah hasil kontes robot milik kampus terbesar di Yogyakarta. Robotnya gagal memadamkan lilin walau sudah berhasil masuk ke ruangan di mana lilin berada. Bahkan robot keluar kembali dan berputar di tempat seperti gasing. Kami semua terhenyak melihat berbagai keanehan yang terjadi. Kondisi tersebut tidak mungkin untuk robot dari kampus besar dan biasa merajai kontes robot beroda fire fighting.
Malam harinya di asrama UPI, kamipun mengadakan rapat singkat untuk melakukan evaluasi atas berbagai kejadian di arena kontest robot. Perilaku aneh robot menjadi pokok bahasan kami. Robot-robot tersebut seperti kehilangan kendali dan keluar dari kelaziman algoritma dan program yang sudah ditanamkan. Padahal hasil pengujian di arena test bebas (latihan), robot bisa bergerak tanpa kendala. Yang merasakan keanehan bukan hanya tim kami saja, tim dari kampus lain juga begitu.
Duagaan sementara keanehan dari perilaku robot kami dan yang lainnya adalah adanya kekuatan 'gaib' yang mengganggu jalannya robot. Bila pada kompetisi wilayah, gangguan yang mempengaruhi jalannya robot lebih banyak karena faktor warna dasar arena dan intensitas cahaya serta pancaran untraviolet (UV) yang cukup mengganggu sensor UV yang ditanam di robot. Namun di Bandung ini, sepertinya gangguannya berasal dari 'kekuatan gaib' yang mengganggu sensor ultrasonic robot. Sebagai informasi, setiap robot memiliki sensor ultrasonic yang berfungsi untuk mengukur jarak robot dengan benda-benda di sekitarnya. Cara kerjanya mirip kalelawar dalam mengenali mangsa dan benda lainnya.
Jadi yang saya maksud dengan kekuatan gaib bukanlah santet atau hal yang bersifat klenik lainnya. Memang gelobang radio juga bersifat gaib bagi kami karena tidak bisa dilihat dan dirasakan secara langsung. Â Bila ada seseorang yng menggunakan alat untuk menembakkan gelombang dengan frekuensi yang sama dan diarahkan ke robot, maka jadilah si robot bingung dan melakukan kesalahan. Namun bila dugaan sabotase dengan inferensi gelombang yang sama yang digunakan robot terjadi, sangat sulit bagi kami untuk membuktikan apalagi mengatasinya pada saat itu. Memang belum terpikirkan untuk melindungi sinyal robot dari inferensi serangan dari luar.
Pertanyaanya siapa yang melakukannya? Wah saya juga tidak bisa menuduh sembarangan. Bisa-bisa dicap tidak ilmiah dan dianggap tidak suportif bila kalah nanti. Akhirnya rapat malam itu ditutup dengan doa bersama dan berharap di kontes ketiga minggu pagi, robot kami dapat berjalan dengan lancar.
Pukul 6.00 pagi, udara Bandung benar-benar dingin. Kami sudah keluar dari wiswa UPI dengan bus carteran menuju ke Gedung Sabuga ITB. Kami harus berangkat pagi agar tidak terjebak kemacetan jalan Bandung yang membuat pusing kepala. Pasalnya, saat hari pertama di Bandung, kami dan rombongan berniat mampir ke Pasar Baru dengan Mini Bus. Namun kami memutuskan untuk lewat saja melihat jalanan Bandung yang macet dengan PKL dan parkir motor dan mobil di depan Pasar Baru.
Tiba lebih awal di Gedung Sabuga membuat kami punya waktu untuk foto bersama dan melampiaskan ke-narsisan kami. Puas berfoto ria, jam 08.00, kami memasuki arena untuk menyaksikan kontes ketiga. Kesempatan terakhir ini menjadi harapan kami satu-satunya untuk naik ke peringkat 3 besar.
Saat tim robot kami dipanggil, semua tampak tegang. Karena tim robot ini membawa amanat Rektor dan Sivitas akademika untuk mengharumkan nama almamater dengan prestasi. Detik-detik menunggu terasa lambat dan menyakitkan (ini agak lebay). Hingga tiba akhirnya robot kami berlaga di arena. Saat robot dilepas, ternyata hasilnya tidak lebih baik dari kontes kedua. Robot kami gagal bergerak dengan baik karena sepertinya sensor ultrasoniknya gagal bekerja dan membuatnya menabrak dinding hingga waktu kontes habis. Kami menghela nafas panjang dan shock menerima kenyataan kegagalan pada kontes ketiga ini.
Namun, tim kami berjanji. Tahun depan akan berusaha lebih keras lagi dan akan merancang robot yang kebal terhadap 'santet' (inferensi gelombang radio) dari luar. Pengalaman di kontes robot nasional KRI/KRCI 2012 sangat berharga, walaupun tidak berhasil memenuhi obsesi kampus kami untuk meraih 3 besar dan harus puas di peringkat 15.
Doakan kami sukses di kontes robot berikutnya tahun 2013 ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H