Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Para Pengintip Bulan

29 Agustus 2011   12:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:22 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignright" width="400" caption="Pengintip Bulan (suaramerdeka.com)"][/caption] Malam ini aku menunggu Pemerintah untuk mengumumkan jadi lebaran atau tidak besok. Anak-anakku sedari siang sudah begitu antusias dengan baju lebarannya masing-masing yang dibeli istriku dari sebuah mall terdekat. Sementara istriku masih diam sendiri di kamar belakang menonton tayangan ulang episode terakhir sinetron Para Pencari Tuhan 5. Adzan isya baru saja terdengar, sementara aku masih terpaku menunggu di depan televisi tanpa berkedip hingga terasa kering bola mataku. Ah, rasanya ini seperti dejavu. Kejadian yang selalu berulang-ulang sejak jaman dulu. Ending ceritanya mudah ditebak dan sama seperti cerita kejadian sebelumnya. Ya, cerita para pengintip sang bulan yang kadang berhasil dan kadang gagal melihat sosoknya yang cerah bersih bersinar dan menjadi inspirasi bagi para pujangga. Sang bulan yang biasa ditemui dan dilihat di setiap waktu, menjadi istimewa saat akhir dari bulan Ramadhan. Mungkin sosok sang bulan jauh lebih bercahaya setelah berpuasa penuh nyaris 1 bulan lamanya. Beberapa pria menggunakan mata telanjang untuk mengintipnya. Beberapa lainnya mencoba mengintip sang bulan dengan teropong. Sementara yang lainnya cukup dengan yakin sang bulan akan menampakkan dirinya yang rupawan berdasarkan jadwal kalender yang rumusnya sudah didapat dari nenek moyangnya. Sang bulan memang luar biasa. Dia menjadi penentu ummat muslim untuk masih berpuasa atau harus berbuka dan merayakan lebaran bersama. Sang bulan memang istimewa. Namanya dipakai oleh banyak kaum wanita dengan berbagai variasi adaptasi nama. Sri Wulandari, Mulan Jameela, Wulansari, Wulan Merindu, Dewi Nawan Wulan dan lainnya. [caption id="" align="alignright" width="142" caption="Jaka Tarub & Dewi Nawang Wulan"][/caption] Disebut juga dalam sebuah kisah, suatu hari Jaka Tarub adalah seorang pria yang sukses mengintip kehadiran Dewi Nawang Wulan. Seorang putri kahyangan yang elok dan cantik laksana bulan purnama. Sejak itu Jaka Tarub berlebaran bersama sang putri. Sampai hingga suatu hari, sang putri harus kembali ke kahyangan. Ya, Jaka Tarub adalah sosok manusia pertama yang menggunakan Rukyat Hilal untuk berlebaran. Ataukah dia telah juga membuat rumus dan kalender bagaimana bertemu dengan sang bulan? Entahlah... rasanya tulisan ini semakin lama semakin kabur, terbang dan tidak lagi menginjak bumi. sebaiknya saya akhiri sampai di sini sebelum istri saya marah karena mengetahui saya senyam-senyum sendiri saat pikiran saya mulai jorang membayangkan Jaka Tarub mengintip Dewi Nawang Wulan yang sedang mandi. Ih..... gitu deh.... Demikian kisah para pengintip bulan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun