Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Polisi Tidak Tega Menilang Saya?

29 Januari 2015   18:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polisi Tidak Tega Menilang Saya?

Pagi ini (29/1/2015) saya terburu-buru untuk sampai di sebuah sekolah di Jalan Perak Barat Surabaya. Saat melewati perempatan Tugu Pahlawan dari arah Jalan Bubutan, seorang polisi berjalan cepat menghadang di depan mobil saya dan memberi isyarat untuk menepi. Saya tidak berpikir apa pun tentang kesalahan yang saya telah perbuat. Setelah menepikan mobil dan membuka kaca, polisi yang menghadang saya tadi menghampiri dan memberikan salam. Beliau memberi tahu kalau saya melanggar lajur. Katanya, lajur kiri hanya diperuntukkan untuk sepeda motor dan angkutan umum. Saya pun meminta maaf dan mengatakan kalau saya tidak begitu kenal jalan di daerah sekitar Tugu Pahlawan. Namun Pak polisi tersebut tetap meminta saya menemuinya di pos polisi sambil membawa STNK dan SIM saya.

Setelah mengunci mobil, saya bergegas ke pos polisi. Di sana sudah menunggu seorang polisi lainnya yang telah siap dengan surat tilang dan SIM-STNK yang dibawa polisi tadi. Pak Polisi bertanya mengapa foto di SIM saya berbeda dengan tampilan saya sekarang ini. Memang foto di SIM saya, rambutnya gondrong sebahu tanpa dan tanpa jenggot serta kacamata. Sedangkan tampilan saya sekarang justru rambut pendek, berjenggot dan berkacamata, serta tampilan berdasi. Saya bilang kalau itu foto saat saya gondrong.

Berikutnya, Pak Polisi yang kemudian saya tahu namanya Pak Heri bertanya profesi saya. Di SIM memang tertulis saya sebagai dosen. Beliau bertanya saya mengajar di mana. Saya sebutkan sebuah nama perguruan tinggi di daerah Surabaya Timur dan ternyata beliau cukup tahu kampus saya sambil menyebutnya berulang-ulang. Pak Heri menyebutkan pelanggaran yang saya lakukan. Saya pun meminta maaf kalau saya benar-benar tidak tahu jalan di area Tugu Pahlawan dan tidak terpikirkan untuk menempuh jalan damai. Pena Pak Heri mulai menuliskan beberapa data di form surat tilang. Beliau bilang, sidang saya nanti tanggal 13 Pebruari. Tiba-tiba Pak Heri berhenti menulis dan menyerahkan kembali SIM dan STNK saya sambil berkata, "Ya sudah Bapak boleh bawa kembali." Tanpa pikir-pikir panjang, sayapun mengambilnya dan menyalaminya sambil mengucapkan terima kasih, sebelum berlalu dari pos polisi tersebut. Saya tidak tahu apa yang membuat beliau berubah pikiran dan melepas saya pergi.

Sepanjang perjalanan, saya menduga-duga kalau Pak Heri tidak jadi menghadiahi saya surat tilang karena beliau memaafkan saya. Apalagi saya sudah meminta maaf dan menyadari kesalahan saya akan aturan kanalisasi jalur motor dan mobil. Bisa juga beliau kasihan melihat wajah saya yang lugu (bukan lucu gundek! :) ), sehingga tidak tega untuk memberi saya surat tilang. Saya pun hanya bisa membalas kebaikan Pak Heri tersebut dengan doa, agar beliau diberi kesehatan, umur yang barokah dan kelancaran dalam kariernya tetap pada jalan yang benar. Aamiiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun