Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Air Mata Sang Pemuda

7 Februari 2015   00:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:41 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Silahkan Pak. Selamat menikmati," ujar Andri setelah mengantarkan pesananku.

"Thanks Ndri."

Aku segera membuka botol air mineral terlebih dahulu sebelum melahap spagetti dengan berlahan. Aturan minimal 30 kunyahan. Kata dr Hiromi Shinya dalam buku The Myracle of Enzyme, berfungsi untuk mencampur enzym amilase dengan karbohidrat, sekaligus untuk meringankan organ pencernaan. Memang cukup lama, tetapi proses makan menjadi lebih bisa dinikmati. Membuat aku jauh lebih bersyukur atas segala nikmat makanan ini. Setelah 30 menit, tersisa 1 croissant dan setengah gelas cappucino dengan ice cube yang masih sebagian utuh berenang di antara sedotan.

"Pak..."

Aku menoleh ke arah suara yang tadi memanggilku Pak. Rupanya Hendra telah berdiri di sampingku.

"Oh Hendra... Silahkan duduk. Mau saya pesankan apa nih?" Aku mempersilahkan Hendra untuk duduk. Aku tahu dia pasti ingin menyampaikan kegalauannya.

"Ghak usah Pak. Saya sudah terlalu banyak minum kopi hari ini," sambil menunjuk ke mejanya tadi. Benar saja. 3 cangkir kopi dan 2 gelas ukuran besar dengan beberapa piring, menumpuk di sana. Rupanya Hendra tipe orang yang akan makan banyak bila sedang stress. Ada juga yang berperilaku sebaliknya. Dia merasa tidak enak makan saat kondisinya sedang stress. Entah karena ada keinginan untuk menghukum diri sendiri, ataupun karena memang pikirannya membuat motivasi hidupnya menurun.

"Ada apa?" Tanyaku mengawali pembicaraan. Aku harus membersihkan persepsi untuk menjadi pendengar yang baik. Tidak boleh mempersepsikan apapun sebelum mendengar, menerima, menganalisa dan mengaitkan antar fakta sebagai sebuah bangunan kesimpulan.

Hendra menarik kursinya untuk lebih merapat. Sepertinya dia tidak ingin apa yang ingin disampaikannya, bisa didengan oleh orang lain. Sambil setengah berbisik, diapun mulai menceritakan apa masalahnya. Beberapa kali aku meresponnya dengan anggukan dan terkadang gelengan kepala. Sesekali juga aku melontarkan pertanyaan untuk memperdalam informasi yang disampaikannya. Intinya memang tentang hubungannya dengan Nina yang baru saja berakhir setelah 1 tahun bersama.

"Empat belas pebruari ini, tepat saya dan Nina jadian setahun. Persis saat valentine tahun lalu aku menembaknya, Pak," ujar Hendra dengan wajah sedikit cerah saat mengenang kembali kebersamaannya dengan Nina.

Aku tersenyum saat memandang perubahan wajah Hendra dari sedih ke gembira dan berikutnya sedih kembali. Konflik asmara memang lebih sering membuat siapapun yang terlibat menjadi gila. benar-benar gila karena kehilangan akal sehatnya. Yang aku lihat di depanku saat ini adalah contoh korbannya. Matanya masih tampak sembab karena menangisi perpisahannya dengan kekasihnya yang katanya meninggalkannya untuk pria lain. Pasti sakitnya tuh di sini dan di mana-mana saat menjadi orang yang dicampakkan. Hanya karena Nina kepincut dengan mahasiswa kampus lain yang kemana-mana bawa mobil mewah, sedangkan Hendra walaupun agak kaya, namun hanya menggunakan motor sport. 'Jimat Jepang dan model stir lurus atau bunder, terkadang masih menjadi daya tarik dan pertimbangan bagi wanita untuk menentukan apakah seorang pria itu keren atau tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun