Mohon tunggu...
Choco Vanilla
Choco Vanilla Mohon Tunggu... -

Seorang Ibu yang ingin menjadi sahabat terbaik untuk kedua malaikatnya :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Yu Minah: Investigasi

27 Maret 2013   04:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:09 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang menjelang senja ini mendung sudah menggantung, angin pun lambat bertiup membuat udara lembab dan panas. Cemilan yang paling hot dalam cuaca begini tentu saja rujak Yu Minah. Maka sebelum hujan turun, aku segera menyambangi warung Yu Minah yang sudah lamaaaa tak kudatangi

Seperti biasa Yu Minah menyambutku dengan suaranya yang membahana sedikit mendirikan bulu kuduk.

“Eaallaah Jeeeng, sampeyan kok baru kelihatan to? Tak pikir sudah pindah ke manaaa gitu!” serunya sembari tak lupa mendaratkan bibirnya yang selalu basah ke pipi kanan kiriku. Weeeks, begitu dia berbalik langsung kuusap pipiku dengan lengan baju.

“Gak pindah Yu, cuma repot banget sejak gak punya asisten nih. Kalo ada waktu luang ya buat beres-beres rumah. Tolong buatkan rujak ulek Yu, biasa ya pedes tapi gak banget.”

Dengan sigap Yu Minah segera menyiapkan bahan-bahan sambal dan buah-buahan. Dan aku seperti biasa langsung mendarat di bangku favorit, dekat meja uleknya Yu Minah. TV di ruang tamu Yu Minah tampak menyala meski tak ada yang menonton.

“Sampeyan lagi nonton apa to, Yu? Kok tumben volumenya kenceng sampe kedengeran dari sini?” tanyaku iseng sembari melihat kelincahan Yu Minah menggoyang ulekannya. Melihatnya mengulek memang selalu membuatku takjub. Seperti ada keanggunan sekaligus kegarangan dalam setiap gerakan menggerusnya. Seperti membalas dendam terhadap sesuatu yang pernah menyakitinya. Keras dan kuat dengan gaya yang anggun! Semua bahan langsung lumat dalam waktu singkat.

“Itu lho Jeng, acara investigasi apaa gitu. Reportase investigasi kalo ndak salah. Pokoke acara yang menjelek-jelekkan pedagang kecil deh!”

“Kok menjelek-jelekkan gimana to, Yu?” tanyaku heran. Sepotong nanas segar kucomot sebelum jatuh ke timbunan sambal pedas itu.

“Lha ya iya, coba team investigasi itu ke sana ke mari mencari kecurangan-kecurangan pedagang makanan. Tuh lihat, yang katanya pakai formalin lah, boraks lah, pewarna tekstil lah. Trus si pelaku diwawancara dengan suara disamarkan macam kartun gitu, muka dibikin siluet. Kan gak bener itu?”

“Gak benernya di mana, Yu? Kan bagus, mereka menginformasikan ke kita tentang kecurangan itu. Kita jadi berhati-hati membeli makanan, mengingatkan anak-anak supaya jangan jajan sembarangan. Lha bagus to itu?” tanyaku heran.

“Lhadalah Jeng, sampeyan kok ndak nangkep maksud saya to? Itu sama saja pembunuhan karakter! (hayah, bahasane Yu Minah) Coba, disebutkan dari delapan dagangan yang diteliti, terdapat empat yang positif mengandung formalin. Berarti kan masih fifty-fifty to? Tapi dampaknya apa? Kasihan yang fifty ndak pake formalin itu!” seru Yu Minah berretorika. Lagi-lagi aku cemas menatap mulutnya, jangan-jangan ada yang lompat ke rujakku. Hiiy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun