Mohon tunggu...
Choco Vanilla
Choco Vanilla Mohon Tunggu... -

Seorang Ibu yang ingin menjadi sahabat terbaik untuk kedua malaikatnya :)

Selanjutnya

Tutup

Humor

Yu Minah: Nonton Bioskop

28 Maret 2013   06:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:06 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena penasaran akan keberadaan Yu Minah (sudah beberapa minggu tutup) dan tentu saja karena merindukan rujaknya yang puedes dan nylekit, maka Sabtu lalu aku menyambangi warungnya. Dan ternyata, memang sudah buka!

:D
:D
Setelah mengucap salam, aku segera menuju bangku kesayangan.

Yu Minah tergopoh-gopoh keluar dan langsung cipika-cipiki, klebus!

“Aduuuh, Jeng, kangen banget aku ngobrol sama sampeyan!” Serunya heboh.

“Lha, sampeyan ke mana aja to, Yu? Kok lama banget tutup warung? Buatkan rujak dua Yu, satu pedes satu sedang.”

“Iya Jeng, saya itu lagi prihatin. Si Tole kan ujian akhir jadi saya nutup warung. Kasihan, biar saya ndak bisa ngajarin tapi paling ndak ya nungguin kalo lagi belajar. Tak kasih makanan yang bergizi, cemilan, wis pokoke tak urusin banget deh,” oceh Yu Minah sambil dengan cekatan menyiapkan bumbu-bumbu lalu ngulek dengan yahudnya

:D
:D

“Wah, hebat sampeyan. Semoga lulus dengan bagus ujiannya ya, Yu.”

“Amien, Jeng, semoga yaa.”

Pembicaraan sejenak terhenti karena aku sibuk mencicip buah-buah nan menerbitkan air liur itu hihihihihihi…. Tapi tak lama. Mana pernah Yu Minah diam lebih dari satu menit?

“Jeng, sampeyan sudah pernah nonton di Mal belum?” Tanya Yu Minah. Hihihihi…. bukan pernah lagi, setiap ada film bagus ya pasti nontonlah. Belum lagi aku menjawab Yu Minah sudah nyerocos lagi.

“Minggu lalu saya diajak nonton sama Tole. Wah, tadinya saya ndak mau, wong sudah tua dan dasteran begini masa nonton di mal?”

“Lha ya ganti baju to, Yu,” kataku cekikikan.

“Yo pasti to. Maksud saya, saya itu kan ndak pernah nonton, Jeng. Nonton terakhir itu sama Bapaknya Tole kira-kira 20 tahun lalu. Udah lama to?”

“Waduh, lama banget. Emangnya nonton apa, Yu?”

“Tole tuh ngajak nonton film Barat, saya ndak mau wong ndak ngerti bahasanya. Akhirnya nonton film Indonesia, halah roman-roman ndak mutu gitu, abege banget,” ujar Yu Minah.

“Memangnya ndak ada film lain, Yu?”

“Lhadalah, Jeeengg, masak iya sak bioskop kok filmnya horor semua. Haduuuh, ada Nenek Ciduk, Tali Pocong Bundet, trus apa lagi, wis pokoke ndak ada yang minat saya wis!”

“Sampeyan ndak seneng film horor, Yu?”

“Yo jelas ndak sukalah! Coba sampeyan pikir Jeng, kita sudah mbayar mahal-mahal kok sampe dalem cuma ditakut-takuti? Rugi to?”

Wkwkwkwkw…. tak tahan lagi aku tertawa mendengar ocehan Yu Minah. Tapi bener juga ya?

“Bukan itu masalahnya, Jeng. Yang saya ndak habis pikir kok kita ndak boleh bawa makanan dari luar ya?” Tanya Yu Minah. Memang hampir di semua bioskop petugas security memeriksa tas bawaan kita. Jika terlihat membawa makanan pasti diminta untuk menitipkan di penitipan.

“Itu kan melanggar hak asasi ya, Jeng? Maksudnya apa coba? Kalo maksudnya agar tidak membut kotor, ya ndak mungkin. Wong di dalam juga ada yang jualan. Malah sebelah saya itu makan brondong kok ya sampe tumpah-tumpah. Trus maksudnya apa coba?” Celoteh Yu Minah.

“Ya maksudnya agar kita beli di cafe di dalam itu, Yu,” kataku ragu. Benarkah?

“Wah, itu lebih aneh lagi. Wong air putih saja harganya tiga kali lipat di luaran kok? Itu kan pemaksaan namanya. Bolehlah kita dipaksa beli di cafe itu, tapi harganya harus manusiawi dong. Jaman dulu saya nonton di kampung ndak gitu kok. Malah kadang di dalam bioskop ada yang juwalan bakso, brondong, lontong, wedang teh, harganyapun murah-murah!”

Jelas Yu Minah berlebihan. Masa iya ada tukang bakso masuk bioskop? Tapi memang kadang aku berpikir juga, mengapa gak boleh membawa makanan ke dalam ya? Apakah karena kita “harus” membeli makanan di cafe itu? Yang harganya gak masuk akal karena bisa tiga kali lipat dari di luaran. Sebetulnya boleh gak sih begitu? Adakah peratutan yang mengatur soal itu? Itu kan sama saja kita tidak boleh makan di bioskop kalo gak mau beli di cafe itu.

“Memangya sampeyan bawa makanan kemaren, Yu?” Tanyaku mengalihkan pertanyaannya yang tak bisa kujawab.

“Waah, saya mbawa rantang tiga susun, Jeng! Paling bawah nasi, tengah rendang sapi, trus paling atas bakmi. Mantep to?”

“Ediyan! Sampeyan ini mau nonton bioskop apa piknik to, Yuuu?” Tanyaku gemas, “Memangnya Tole gak protes?”

“Ya jelas protes, wong saya disuruh jalan duluan, dia 200 meter di belakang saya. Malu katanya! Anak jaman sekarang kok ya tega sama ibunya!”

Aku tertawa geli lalu memberikan uang untuk membayar rujakku.

“Besok-besok jangan mbawa rantang, Yu,” ujarku sembari menerima rujak.

“Wah, sampeyan pasti punya ide cemerlang ini. Trus gimana ngumpetinnya, Jeng?”

“Bawa tas yang gede, trus makanannya ditutupi baju-baju, handuk, pakaian dalam, Yu!”

“Welhadalaaahh, memangnya mau mudik poooo?”

:mrgreen:
:mrgreen:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun