Mohon tunggu...
Chitta RestuPutri
Chitta RestuPutri Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Saya adalah seorang Mahasiswa Komunikasi di sebuah Perguruan Tinggi yang berada di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ghibahtainmen dan Fatwa Haram Infotainment

16 Juli 2022   09:40 Diperbarui: 16 Juli 2022   09:51 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan komunikasi. Tanpa adanya komunikasi, manusia hanya akan menjadi makhluk yang statis dan hanya berdiam diri sehingga tidak dapat berkembang. Selain menjadi kebutuhan pokok manusia, komunikasi juga merupakan salah satu syarat terjadinya hubungan antarmanusia. Karena manusia memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dengan sesamanya, bahkan dengan makhluk lain. Islam memiliki sudut pandang yang berbeda mengenai komunikasi. Karena manusia melakukan komunikasi secara hablum minallah dan hablum minannas. Hablum minallah adalah hubungan yang kita jalin dengan pencipta alam semesta yaitu Allah SWT. Komunikasi ini dapat dilakukan dengan sholat, membaca al-Quran, zakat, puasa, dan lain sebagainya. Sementara Hablum minannas adalah hubungan komunikasi yang terjadi antar sesama manusia, seperti berbakti pada orang tua, menolong sesama manusia, dan berkata yang baik.

Era perkembangan teknologi telah menyuguhkan kemudahan akses informasi yang dibutuhkan dalam hitungan detik dengan biaya yang relatif murah, sekian banyak peristiwa yang ada di jagat raya ini dengan cepatnya diberitakan. Besarnya animo publik terhadap televisi membuat industri media bersaing merebut perhatian pemirsa dengan bermacam acara yang dianggap memiliki nilai lebih dibandingkan media lain. Banyak tayangan menarik yang disajikan demi mengalihkan perhatian publik. Mulai dari berita, sinetron, kuis,  hingga infotainment.

Infotainment merupakan gabungan dari kata “Information” dan “Entertainment”. Dalam pengertian ini, infotainment adalah materi penyiaran yang dimaksudkan baik untuk menghibur maupun untuk menginformasikan. Informasi dalam konteks ini berarti mengklarifikasi fakta-fakta tertentu dan hiburan berarti rekonsiliasi waktu luang yang menyenangkan. Infotainment telah menjelma menjadi industry hiburan dan memandang kehidupan sehari-hari artis sebagai bagian dari komoditas. Acara gossip di TV swasta nasional pun selalu meningkat. Dalam 1x24 jam, layar TV dapat menyajikan infotainment dari pagi hingga malam.

Dipublikasikan dalam data highlights Nielsen Newsletter edisi 14-28 Februari 2011 penonton tv setia terhadap program informasi (seperti dokumenter, majalah, TV, infotainment, hobi, gaya hidup, dsb) meningkat di Februari sebanyak 61%. Salah satu faktor yang menyebabkan maraknya tayangan infotainment di layar kaca adalah minat para pengiklan yang lumayan tinggi, dengan dibuktikan penuhnya slot iklan di berbagai program infotainment.

Dalam prakteknya di kehidupan masa kini, tayangan infotainment banyak menuai kontroversi dari berbagai kalangan seperti tokoh masyarakat, LSM, dan bahkan dari kalangan jurnalistik sendiri, dan ada pula yang mempersoalkan konten tayangan yang dianggapnya telah kebablasan. Sejatinya, jurnalis memang perlu diberi keleluasaan dalam mencari dan menyiarkan informasi kepada publik. Namun jurnalis juga tidak lantas bebas melainkan terikat dengan etika profesi yang melingkupinya, yaitu etika jurnalistik. Etika ini disusun untuk mengatur dan mengarahkan para jurnalis sekaligus menjadi standar moral dan etis yang harus diperhatikan dan ditaati.

Sebelum bicara masalah hukum menonton  dan mendengar acara infotainment, harus diketahui dahulu hukum dari infotainment itu sendiri. Hukum infotainment tergantung kepada konten atau isinya, jika berisi sesuatu yang bermanfaat dan mengandung nilai-nilai pendidikan, serta pengalaman-pengalaman yang berharga, tentunya boleh dan dianjurkan. Tetapi sebaliknya jika isinya hanya mengungkap keburukan-keburukan seseorang yang belum tentu benar adanya, maka hukumnya haram.

Bagaikan dua sisi mata uang, tayangan infotainment memiliki sisi baik dan juga buruk. Infotainment dapat menjadi haram ketika isinya hanya ghibah yang menimbulkan fitnah dan apabila artis yang bersangkutan tidak senang diberitakan. Fatwa haram ini tidak hanya berlaku bagi media yang menayangkannya, tetapi juga kepada pemirsa yang menontonnya. “Upaya membuat berita yang mengorek dan membeberkan aib, kejelekan gossip seseorang itu adalah haram. Begitu juga dengan mengambil keuntungan dari berita yang berisi tentang aib dan gossip.” Ijar Asrorun Ni’am Sholeh, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam acara Baromenter di Studio SCTV, Jakarta, Rabu (28/7) malam.

Namun, tidak semua berita atau tayangan infotainment itu adalah haram. “Majelis Ulama Indonesia memperbolehkan dengan berbagai pertimbangan yang dibenarkan secara syar’i demi untuk kepentingan penegakan hukum.” Lanjut Asrorun. Karena itu perlu dirumuskan aturan untuk pencegahan konten tayangan yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, dan, nilai luhur kemanusiaan. Program infotainment saat edisi bulan Ramadhan, dalam pemberitaannya lebih mengarah ke suatu hal yang bersifat positif, mengandung banyak nilai-nilai Islami seperti halnya pemberitaan terkait selebritis tanah air yang bersedekah kepada anak yatim piatu, bagi-bagi takjil, dan cenderung pemberitaannya minim dengan ghibah. Melihat hal demikian, jangan pula kita mengabaikan fakta positif infotainment yang ada begitu saja.

Etika komunikasi Islam kurang lebih sama juga dengan etika komunikasi umum. Isi perintah dan larangan sama atau serupa antara keduanya. Etika Komunikasi Islam mengungkapkan bahwa dakwah merupakan komunikasi Islam dimana dakwah dan komunikasi sebagai suatu teknik, serta dakwah Islamiah sebagai tindakan amar ma’ruf nahi munkar serta penyampaian pesan risalah Islamiah. Ada enam bentuk atau jenis gaya bicara (qawlan) di dalam Al-Qur,an yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip atau etika komunikasi Islam. Bentuk-bentu ketika komunikasi Islam tersebut seperti halnya (Jalaluddin Rakhma,1994 :76)

  1. Qaulan Sadida, artinya adalah perkataan yang benar, tidak berdusta atau berbohong baik dari segi isi pesan maupun tata bahasanya. Prinsip ini terdapat dalam Al-quran surat An-Nisa ayat 9.
  2. Qaulan Baligha, artinya adalah tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Maksudnya adalah ketika berkomunikasi menggunakan kata-kata yang baik, efektif, tepat sasaran, tidak bertele-tele, to the point. Untuk mencapat komunikasi yang tepat sasaran maka harus menggunakan gaya bicara dan pesan yang disampaikan sesuai dengan intelektual komunikan, dan gunakan bahasa yang dimengerti komunikan. Prinsip ini terdapat dalam surat An-Nisa ayat 63.
  3. Qaulan Ma’rufa, artinya adalah perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, dan tidak menyinggung perasaan, serta bermanfaat dan menimbulkan kebaikan. Prinsip ini terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 32.
  4. Qaulan Karima, artinya adalah perkataan yang mulai, yaitu komunikasi yang dilakukan dengan sopan santun dan diiringi dengan rasa hormat kepada orang lain, terlebih saat berbicara dengan orang tua. Prinsip ini ada dalam surat Al-Isra ayat 23.
  5. Qaulan Layina, artinya adalah pembicaraan yang lemah lembut, yaitu ketika berkomunikasi menggunakan nada bicara yang ramah, penuh kelembutan, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Prinsip ini ada pada surat Thaha ayat 44.
  6. Qaulan Maysura, adalah ucapan yang mudah, maksudnya adalah mudah dicerna, dipahami, dan diterima oleh komunikan. Prinsip ini ada dalam Al-Isra ayat 28.

Sungguh Allah SWT telah menciptakan kaidah, prinsip atau etika komunikasi yang diharapkan dapat menjadi pedoman umat islam untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk di dalamnya ketika menonton tayangan di media massa, maupun media sosial. Ada baiknya mulai sekarang kita menggunakan gaya bicara atau penyampaian yang baik agar kita semua dapat menjalani hidup dengan lebih tentram serta terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan.

REFERENSI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun