Satu sampai dua dekade ini, saat teknologi sudah sedemikian maju, khususnya teknologi informasi, kita disuguhkan informasi yang sedemikian banyak, bahkan melimpah.Kondisi ini ternyata berpengaruh pada perlakuan orang terhadap narasi yang tenyata juga semakin getol.
Kita bisa melihatnya bagaimana orang aktif di media sosial dan berbicara tentang macam-macam hal. Ada yang berbicara tentang hal baik, namun  ada juga yang berbicara hal buruk.
Apalagi dua dekade lalu, Indonesia masuk dalam era yang disebut dengan reformasi. Refomasi sangat terkait dengan demokrasi. Kita tahu bahwa kita pernah mengalami hal buruk soal demokrasi saat kepemimpinan presiden Soeharto. Banyak pihak dan banyak bidang yang dibungkam dengan berbagai dalih (serta aturan saat kepemimpinan beliau) Bahkan beberapa pelanggar komitmen harus meregang nyawa karena dianggap melanggar aturan.
Kita juga tahu bahwa banyak sekali media massa yang dihentikan atau menghentikan penerbitannya karena berbagai alasan. Hal terutama karena alasan keamanan mereka sendiri. Kadang mereka harus memakai nama samaran hanya untuk keselamatan mereka asal dapat menyuarakan kitik yang merupakan kebenaran.
Kini kondisi itu sangat berbeda karena negara kini menjamin berpendapat dari warga negara tanpa harus punya kekhawatiran berlebihan. Malahan karena tidak banyak restriksi, pendapat orang menjadi aneh aneh. Kadang terdengar berlebihan karena sering melontarkan hal yang sebenarnya tidak perlu atau tidak seharusnya dilontarkan alias nyiniyir.
Kenyinyiran warga sering kita jumpai dimana-mana. Di sekitar  kita, di ruang public, di media sosial atau di media massa juga. Kenyinyiran seringkali bermotif negative sehingga sering membawa konten negative juga.
Prinsipnya, dalam iklim demokrasi, oposisi, aspirasi dan kritik adalah unsur yang harus tumbuh dalam menyuburkan pemerintahan yang demokratis. Kritik merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang. Namun, kebanyakan kita masih kabur antara kritik, nyinyir, hujatan dan ujaran kebencian yang rentan memecah belah masyarakat.
Jangan sampai pendapat kita itu membuat kita menjadi nyinyir dan akhirnya berujung negative
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H