Dunia punya sejarah hitam soal konflik internal di beberapa Negara karena ujaran kebencian, antara lain di Rwanda dan Serbia. Sejarah Rwanda dulu mencatat bahwa terjadi perburuan suku Tutsi oleh suku Hutu yang dikobarkan melalui radio. Negara itu bertikai antar suku dan perpecahan terjadi. Begitu juga Serbia.
Contoh konflik dua negara tersebut setidaknya mengubah model konflik di negara-negara di dunia. Jika dahulu satu negara pecah atau melemah karena terlibat konflik dengan negara lain, maka sekarang yang terjadi adalah satu negara bisa lemah karena keamanan internalnya, antara lain karena ujaran kebencian antar kelompok.
Situasi ini sebenarnya menjadi lampu kuning bagi seluruh negara saat ini karena ujaran kebencian tak hanya melanda negara besar tetapi juga mengancam negara sedang berkembang dan kecil. Kini pelemahan negara karena konflik internal yang diperparah dengan ujaran kebencian melanda benua Afrika dan Asia dengan contoh nyata yaitu konflik-konflik yang terjadi di Suriah, Irak, Mesir dan beberapa negara lainnya.
Ujaran kebencian yang kini menjadi ancaman serius melemahnya negara. Pelemahan negara itu terutama karena ujaran kebencian yang berbasis pada suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Perbedaan karena SARA pada negara-negara itu awalnya tidak tajam, tetapi kian hari kian tajam karena ujaran-ujaran kebencian tidak bisa dikendalikan lagi.
Jika ujaran kebencian di Rwanda melibatkan media radio, kini ujaran itu sangat mudah disampaikan karena kemudahan ruang aliran informasi (space of flow) yaitu melalui internet. Selanjutnya Internet mendistribusikannya melalui berita-berita online dan sosial media.
Pola konflik global ini juga melanda Indonesia. apalagi Indonesia punya perbedaan yang sangat banyak, mulai dari budaya, agama, adat-istiadat dan sebagainya. Sehingga gesekan-gesekan memang sering terjadi. Pola itu bisa menjadi ancaman serius jika tidak diantisipasi dengan baik oleh kita. Negara tidak boleh meremehkan ujaran-ujaran kebencian yang terjadi dan mengajak segenap komponen masyarakat agar dapat meredam hal itu.
Karena itu perlu bagi negara untuk melawan narasi kebencian itu dengan narasi yang menyejukkan, dengan tema-tema perdamaian dan keberagaman. Masyarakat juga harus mendukung upaya yang dilakukan negara karena upaya itu untuk memperkuat dan menghindari pelemahan bangsa. Jika selama ini, hari-hari kita dijejali dengan ujaran kebencian kini kita harus membiasakan diri untuk menahan diri agar tidak larut pada pusaran menyesatkan itu.
Bahkan kita mungkin perlu menginspirasi sekitar agar bisa mewujudkan satu hari dalam seminggu untuk tidak menyuarakan ujaran-ujaran itu. Jika sehari bisa, mungkin dua hari , tiga hari sampai satu minggu penuh tanpa ujaran kebencian. Percayalah, tanpa ujaran kebencian, negara kita bisa lebih kuat dan makmur karena energy kita terserap untuk membangun dan memperbaiki serta tidak sempat untuk merusaknya dengan ujaran-ujaran kebencian itu.