Mohon tunggu...
Chintya ArumApriliani
Chintya ArumApriliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN RMS Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perilaku Konsumsi Muslim dalam Mengikuti Tren Fashion

26 Maret 2022   18:31 Diperbarui: 26 Maret 2022   18:41 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsumsi merupakan suatu tindakan individu untuk menggunakan atau menghabiskan barang/jasa guna memenuhi kebutuhan. Sedangkan menurut Al-Ghazali, konsumsi adalah (al-hajjah) penggunaan barang atau jasa dalam upaya pemenuhan kebutuhan melalui bekerja (al-iktisab) yang wajib dituntut (fardhu kifayah) berlandaskan etika (shariah) dalam rangka menuju kemaslahatan (maslahah) menuju akhirah.

Dalam memenuhi kebutuhan tentunya mengutamakan kebutuhan. Mengaitkan dengan hal tersebut tentunya seorang konsumen harus memiliki perilaku dan etika yang baik dalam berkonsumsi. Karena pada kenyataannya perilaku manusia dalam konsumsi lebih mengarah pada perilaku konsumtif, sehingga perlunya batasan-batasan tertentu agar tidak terjerumus dalam perilaku konsumtif yang berlebihan. Perilaku konsumsi merupakan suatu tindakan konsumen yang secara langsung terlibat dalam usaha guna mendapatkan atau menggunakan barang-barang jasa ekonomis yang juga termasuk dalam menentukan keputusan. Tindakan dalam mengambil suatu keputusan di dalam konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Menurut Kotler dan Amstrong (2012), perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Berikut merupakan penjelasan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu :

  1. Faktor budaya. Faktor-faktor budaya memberikan pengaruh paling luas pada keinginan dan perilaku konsumen, seperti kebudayaan, sub-kebudayaan, dan kelas sosial.
  2. Faktor sosial. Perilaku konsumen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial, yaitu kelompok, keluarga, serta peran dan status sosial.
  3. Faktor pribadi. Keputusan pembelian dengan faktor pribadi ini dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, diantaranya adalah usia pembeli dan tahapan siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri.
  4. Faktor psikologis. Dalam faktor ini, pilihan pembelian dipengaruhi empat faktor psikologi utama, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap.

Konsumsi tidak hanya berkaitan dengan makan dan minum, namun juga berkaitan erat dengan konteks kehidupan lainnya. Seperti halnya adalah pemenuhan kebutuhan primer berupa sandang (makanan). Dalam pemenuhan kebutuhan ini masyarakat seringkali melebihi batasan. Apalagi dengan trend fashion yang terus berkembang seiring waktu. Pemenuhan kebutuhan mengalami peningkatan pada bulan-bulan tertentu, seperti menjelang Ramadhan sampai hari raya. Pada masa tersebut masyarakat sangat konsumtif dengan memanfaatkan keadaan yakni membeli pakaian dengan trend dan model terbaru yang juga didukung dengan adanya diskon-diskon. Selain itu, ketika Ramadhan banyak dari masyarakat keluar untuk berbuka bersama sehingga mereka akan seringkali untuk bergonta-ganti pakaian saat bepergian yang tentunya pakaian tersebut dalam keadaan sedang trend di saat itu.

Pada keadaan normal manusia melakukan konsumsi sesuai dengan ala kadarnya, dimana mereka membeli sesuatu sesuai kebutuhan. Akan tetapi, ketika menjelang Ramadhan mereka bersemangat untuk menyambutnya dan menyiapkan berbagai keperluan tak terkecuali pakaian untuk digunakan. Ketika keluar dan berbuka bersama, maka tiap individu berusaha mencari pakaian yang terbaik dan sesuai dengan trend yang sedang marak. Oleh sebab itu, ketika saat terjadi perubahan trend maka mereka akan membeli pakaian baru dengan cara memborong, yang mana hal tersebut juga didukung dengan adanya diskon. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan konsumsi bukan atas dasar kebutuhan akan tetapi karena keinginan dan hawa nafsu untuk selalu tampil berbeda di hadapan orang lain.

Seharusnya sebagai konsumen yang bijak tidak melakukan hal tersebut, karena akan berdampak memperburuk perekonomian. Dapat dikatakan juga saat seperti ini menjadikan masyarakat bersikap boros dan berlebih-lebihan. Oleh sebab itu, perlunya etika dan batasan konsumsi bagi seorang konsumen muslim sesuai dengan kebutuhan agar tidak terjerumus dalam keburukan atau kemungkaran. Selain itu, batasan-batasan tersebut tidak lain halnya untuk mencapai keridhaan Allah SWT serta mencapai falah yang sesungguhnya. Beberapa hal tersebut diantaranya yaitu :

  • Tidak mengikuti gaya hidup bermewah-mewahan. Gaya hidup yang bermewah-mewahan akan mengakibatkan adanya stagnasi dalam peredaran sumber daya ekonomi serta terjadinya distorsi dalam pendistribusian. Selain itu, dalam alokasi dana untuk investasi akan terkuras hanya untuk memenuhi konsumsi saja. Dalam Islam gaya hidup bermewah-mewahan akan Allah SWT berikan adzab.
  • Menjauhi mengonsumsi barang dan jasa yang dapat membahayakan syariah. Barang atau jasa yang dilarang untuk dikonsumsi tentunya memiliki kemudharatan, baik itu untuk jiwa dan raga maupun untuk kehidupan.
  • Tidak mengonsumsi secara berlebih-lebihan dan boros. Islam melarang tindakan boros dan berlebih-lebihan, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah QS. Al-Isra' ayat 26-27 "...dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."

Meskipun menjelang hari raya terdapat peningkatan penghasilan dari tempat kerja seperti Tunjangan Hari Raya (THR), konsumen tetap harus mengalokasikan penghasilannya yang terbatas jumlahnya tersebut untuk membeli suatu produk sehingga dapat memperoleh tingkat kepuasan yang maksimal. Sebagaimana kita ketahui bahwa peningkatan penghasilan hanya terjadi pada masa-masa tertentu. Oleh karena itu, perlunya alokasi dana yang tepat guna menunjang terjadinya kebutuhan tak terduga. Alokasi dana tersebut antara lain untuk konsumsi, tabungan (saving), dan investasi. Akan tetapi karena selalu menuruti hawa nafsu mengakibatkan seluruh alokasi dana tersebut hanya untuk kepentingan konsumsi saat itu saja.

Tindakan konsumtif manusia dalam berpakaian ini tentunya tidak hanya berdampak bagi perekonomian dan kehidupan akhiratnya saja, melainkan juga berdampak pada lingkungan. Peningkatan konsumsi manusia dalam hal fashion akan mengakibatkan bertambahnya limbah kain yang dapat merusak lingkungan. Dilansir dari unfashionalliance.org, sektor tekstil sendiri telah menyumbang 30% peningkatan polusi udara dari gas carbon, selain itu pakaian yang terbuang setiap tahunnya adalah 500 juta buah yang kemudian menjadi sampah tidak ramah lingkungan serta menimbulkan banyak kerugian alam. Oleh sebab itu, pentingnya kesadaran dari perilaku konsumsi secara individu dalam hal berpakaian atupun mengikuti trend fashion.

Dalam Islam telah diajarkan bahwa sebaik-baik pakaian adalah yang menutup aurat dan tidak berlebihan. Jadi selama pakaian tersebut sopan dan tidak menyimpang dari syariat Islam, maka dapat dikenakan. Betapa sederhananya pakaian Sayyidah Khadijah yangbiasa memakai pakaian yang amat sederhana dan dipenuhi dengan tambalan jahitan. Maka dari itu, tidak sepantasnya jika seorang bertindak konsumtif dalam berpakaian mengingat dampak dari semua itu sangat berpengaruh bagi kehidupan baik di dunia maupun akhirat. Kita harus ingat bahwa setiap hal didunia ini akan dimintai pertanggungjawaban tak terkecuali pakaian yang kita kenakan.

DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Aulia, dan Muh Fitrah. Perilaku Konsumsi Masyarakat Dalam Perspektif Islam di Kelurahan Barombong Kota Makassar. LAA Maisyir, vol 5, no 2, (2018):18-43.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun