Hal tersebut lah yang menyebabkan mulainya suatu tren dimana beberapa generasi muda menjadi deis atau bahkan ateis. Karena rasionalitas pula, maka muncul pikiran bahwa "usaha dan hasil kerja keras itu lebih baik daripada agama". Inilah yang menjadi polemik saat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.
Perlu dipahami, resistensi terhadap keterlibatan agama dalam politik semakin tinggi akibat adanya sentimen agama yang dimanfaatkan oleh kelompok tertentu, terutama dari golongan muda. Hal ini semakin diperparah dengan kasus-kasus intoleransi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang cenderung pro terhadap mereka yang memainkan isu-isu agama.
Jika para elit politik terus memainkan isu agama hanya demi kekuasaan yang fana semata, maka efeknya akan sangat berbahaya untuk generasi muda yang juga akan menjadi generasi penerus mereka.
Apakah ini yang kita inginkan? Demi kekuasaan yang fana, kita rela mengorbankan kehidupan beragama penerus-penerus kita? Atas nama "kepentingan rakyat", kita rela turut serta menanamkan bibit-bibit yang akan memudarkan sila pertama dari Pancasila?
Mungkin saya bukan orang yang ahli politik, tetapi saya mohon kepada setiap elit politik yang memainkan isu-isu agama demi kekuasaan, "Jangan gunakan agama dengan mengorbankan agama generasi setelah anda semua, apalagi hanya untuk sesuatu yang fana".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H