Sudah bukan rahasia lagi jika kinerja herbal memang masih belum memuaskan banyak pihak. Dibandingkan kerja obat kimia, kecepatan hasil yang ditunjukkan herbal memang sangat lambat. Itulah yang membuat herbal, sampai saat ini, masih menduduki peringkat alternatif belaka. Ya, hebal hanya dilirik jika pasien sudah merasa bosan dengan pengobatan dokter tidak kunjung selesai. Alasannya, kalau memang tidak sembuh, pengobatan herbal adalah upaya yang murah sehingga tidak membuang banyak uang.
Benarkah demikian?
Apakah herbal dan obat alami tidak bisa bereaksi dengan cepat?
Nah, berikut sharing kisah penyembuhan dengan penggunaan herbal dan 'tindak medis alternatif'.
Suatu saat, dr. Agus S berkunjung ke tempat saya. Ternyata, dr Agus ini memang sudah lama berminat dengan pengobatan menggunakan terapi herbal dan bekam. Jadi, pada saat menangani pasiennya, ia akan memberikan pilihan, herbal atau obat kimia. Jika pasen meminta pengobatan herbal, ia akan menggunakan herbal dan penanganan alami lainnya. Namun, jika kondisinya tidak memungkinkan, ia akan menggunakan obat kimia yang bisa bereaksi dengan cepat untuk mengatasi kondisi pasien saat itu. Saat sudah memungkinkan, pasien diarahkan untuk menggunakan produk-produk kesehatan alami.
Transaksi terjadi dan beliau pulang dengan membawa produk dari toko kami. Sekitar 3 hari setelah Lebaran 2011, sebuah sms masuk ke hp saya yang berbunyi:
"Dua hari sebelum lebaran, seorang pasien datang ke rumah saya dengan keluhan stroke. Tangan kiri tak bisa digerakkan dan mulut mencong ke kiri. Setelah di beri ekstrak gamat ****-*, 2 x 2 sdm, semuanya normal pada saat lebaran, subhanallah..."
Artinya, stroke yang dialami pasien tersebut bisa diatasi hanya dalam jangka waktu 2 hari.
Pada saat yang lain, beliau juga mengatasi pasien diabetes dengan keluhan luka yang tidak kunjung sembuh, bahkan sudah memborok dan tembus ke bagian telapak kaki. Setelah meyakinkan pasiennya tentang treatmen pengobatan alami yang akan dilakukannya pada pasien, mulailah dr. Agus melakukan pembekaman di areal kaki. Adapun obat yang digunakan adalah minyak zaitun, habbatussauda, dan madu murni. Minyak zaitun dioleskan pada luka, sedangkan madu dan habbatussauda diminum.
Dalam jangka waktu empat hari kadar gula darah menurun dan luka pun menutup. Kaki yang tadinya terlihat basah dan terlihat tidak ada darah kembali normal.
Ya, itu adalah kasus yang saya ambil dari seorang dokter rekan saya. Tentunya, ada banyak cerita lain yang mungkin dialami oleh pasien dan dokter lainnya.
Pada dasarnya, bukan label herbal atau obat kimia yang menjadi penentu sembuhnya penyakit yang diderita seseorang. namun, ada beberapa faktor sangat penting lainnya, di antaranya sebagai berikut.
1. Mainframe tentang kesembuhan
Banyak orang beranggapan bahwa obat atau dokter adalah penyembuh. Padahal, kesembuhan berasal dari Tuhan yang menciptakan penyakit. Adapun obat dan dokter hanya sarana untuk meraih kesembuhan. Dengan obat yang sama, dosis yang sama, penanganan yang sama, atau dokter yang sama, tingkat kesembuhannya berbeda.
Dengan memahami bahwa Tuhan sebagai sumber kesembuhan, kita bisa melakukan usaha lain selain dari upaya berobat itu sendiri. Upaya itu adalah doa, meminta kesembuhan kepada Zat yang Maha Menyembuhkan. Jadi sambil ikhtiar berobat, juga dengan berdoa dan keyainan bahwa doa kita diterima.
2. Penanganan dan dosis yang tepat
Jika urusan tidak dipegang ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Bgitu pula dalam hal pengobatan. Di tangan ahlinya, ternyata herbal bisa menimbulkan reaksi kesembuhan yang cepat. Tentunya dengan pertimbangan dosis yang tepat sesuai tingkat keparahan penyakit serta penanganan lain yang menunjang cepatnya terapi pengobatan, baik berupa bekam, akupuntur, yumeiho, refleksi, dan sebagainya.
3. Placebo/sugesti
Pada beberapa kasus, sepertinya memang di banyak kasus, penanganan terapi oleh dokter lebih berdampak dibandingkan dengan, pengobat tradisional. Apalagi jika pengobat tradisionalnya masih pemula. Selain belum banyak makan asam garam, pasien pun cenderung 'meremehkan'. Padalah perasaan untuk meremehkan itu bisa kembali pada reaksi tubuh saat menerima perlakuan dari obat maupun pengobat.
Jika Anda pernah mendengar penjelasan tentang keajaiban air-nya Masaru Emoto atau mendengar kasus tentang ditariknya sebuah merk minuman pereda panas dalam, tentu tidak menyangsikan efek dari sugesti dalam pengobatan ini.
Setidaknya, itulah penyebab tidak mampunya herbal bereaksi dengan cepat sebagaimana obat kimia. Meski memang perlu dibahas lebih dalam keuntungan dan kerugian di antara keduanya. Di samping itu, perlu juga dibahas hal-hal penunjang terapi lainnya seperti pola makan dan gaya hidup.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H