Mohon tunggu...
Rochim Armando
Rochim Armando Mohon Tunggu... -

Kontributor artikel freelance

Selanjutnya

Tutup

Money

Gara-gara Kebutuhan, Bisnis Malah Jalan

29 April 2012   02:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:59 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak bisa dipungkiri bahwa hidup membutuhkan biaya. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, aktivitas kita tidak lepas dari beragam kebutuhan hidup yang membutuhkan biaya. Contohnya:


  • Mau tidur perlu beli kasur. Tidak pas rasanya kalau tidak dengan seprai, selimut, bantal, dan bantal gulingnya. Jika perlu tambahkan kelambu.
  • Gosok gigi. Butuh sikat gigi plus pastanya.
  • Saat mandi. Butuh sabun dan handuk.
  • Baju kerja, dasi, ikat pinggang, dompet.


Dan..wah, banyak sekali biaya hidup yang perlu ditanggung ya?

Memang, untuk urusan yang pokok dan biaya relatif kecil tidak perlu dibuat susah untuk memikirkannya. Apalagi jika 'sesuatu' yang bisa menjadi beban hidup tersebut sifatnya harus. Tak ada kata lain yang bisa diucapkan selain..."Abis gimana lagi, butuh sih". Kalau sudah butuh, masalah neraca keuangan keluarga bisa jadi terabaikan.

Nah, terkait dengan menyiasati biaya hidup ini, saya punya pengalaman menarik. Ya, tentunya menarik bagi diri saya sendiri dan bisa jadi Anda semua pernah mengalaminya.

Orang tua saya biasa mengonsumsi kopi herbal dengan merk tertentu yang dijual lewat sistem MLM. Dalam satu bulan, beliau bisa menghabiskan satu pak kopi berharga 60.000/pak tersebut. Jika menjadi anggota MLM, saya bisa mendapatkan harga anggota yang lumayan murah.

Suatu saat, terbersit begitu saja keinginan untuk berjualan kopi tersebut. Alasan awalnya sederhana.


  1. Mendapatkan potongan harga
  2. Coba-coba dagang. Kalau pun tak laku, bisa dikonsumsi sendiri. Karena niat awalnya memang untuk itu.


Segera saja kami mengontak salah seorang agen dan meminta proses jual-beli keagenan tanpa perlu menjadi anggota MLM-nya. Kesepakatan pun terjadi, dengan konsekuensi bahwa kami tidak mendapatkan target penjualan dalam waktu tertentu, sekaligus tidak berhak atas bonus-bonusnya. Deal!

Usaha mulai berjalan. Letak rumah yang cukup strategis di pinggir jalan membuat rekan penyalur menjadi lebih respek. Kami dipinjami satu buah etalase.

Seiring berjalannya waktu, banyak yang datang berkunjung. Lebih banyak pengunjung berasal dari para member sehingga kami sering kehabisan stok. Nah, karena yang datang kebanyakan member, ada negosiasi ulang seputar harga pengadaan. "Kalau yang beli member semua bisa abis di tenaga, nih," pikir saya ketika itu. maklum, kami sama sekali tidak berharap pada poin. Akhirnya, ada sedikit tambahan diskon.

Dari sini, sudah ada tiga keuntungan yang kami dapatkan.


  1. Stok kopi untuk orang tua terpenuhi. Bayangkan, saking larisnya, seringkali kami nggak dapat jatah ketika itu. Selain itu, harganya pun jadi lebih murah karena dapat harga agen.
  2. Biar sedikit, tetap ada keuntungan yang bisa diperoleh dari penjualan langsung.
  3. Banyak orang berkunjung untuk membeli kopi, yang tentunya lebih banyak yang tidak kami kenal sebelumnya.


Melihat banyaknya orang yang berkunjung, muncul ide untuk menambah variasi dagangan. Di samping kami juga mendapat informasi tren herbal yang tinggi di kalangan masyarakat. Informasi lain juga datang dari para pembeli yang menanyakan produk herbal lainnya. Masa cuma kopi, sih?

Gayung bersambut, ternyata saya bertemu dengan salah seorang teman yang istrinya bekerja di bagian produksi herbal. Melihat record perusahaan herbal dimaksud, saya pun menjadi tertarik. Jadilah kami agen produk herbal dengan berbagai macam penanganan penyakit. Mulai dari herbal untuk kanker, hepatitis, asam urat, maag, pelangsing, dan sebagainya.

Kesulitan mulai muncul. Karena diawali dari niat cuma untuk kebutuhan kopi sehari-hari, sekarang perlu memikirkan bagaimana memasarkan produk herbal yang baru saja diadakan. Mulailah kami membangun blog marketing gratisan via bloger dan membuat akun facebook sebagai sarana pemasarannya.

Detil foto dan informasi produk kami letakkan di blog, selanjutnya kami sharing ke facebook. Mulailah terjadi komunukasi dengan calon pembeli yang tidak hanya dari daerah lokal, tetapi juga daerah lain, bahkan TKI yang sedang berada di luar negeri.

Yakin pasti laku (entah kapan) selalu tertanam di benak kepala. Kenyataannya, itu pun pernah terjadi ketika ada salah seorang yang menanyakan obat untuk penyekit Lupus alias wajah serigala. Wah, penyakit apa, ya? Tak mau menyerah begitu saja, kami pun langsung mencari referensi lewat Google dan ketemu! Baik deskripsi penyakitnya dan juga kami menemukan obat alami yang bisa digunakan untuk menanganinya. Tak hanya satu dua website rujukan, kami mencari lebih banyak referensi. Sampai akhirnya kami temukan referensi dari sebuah majalah yang, bagi saya, bisa dijadikan rujukan. Obat tersebut adalah ekstrak teripang!

Mulailah kami mengorder obat tersebut dan menginformasikannya pada si penanya sebelumnya. Sayang, informasi kami tidak mendapat respon. "Yah, mungkin sudah dapat obatnya kali," pikir kami menghibur diri.

Tak putus asa, secara khusus kami promosikan obat tersebut yang juga bisa mengatasi penyakit berat seperti diabetes, asam urat, gagal jantung, jantung koroner, hepatitis, osteoporosis, sampai urusan mengobati luka dan patah tulang lebih cepat. Hasilnya, subhanallah..luar biasa! Kini banyak orang yang menggunakan produk tersebut. Begitu pula dengan herbal lain yang memang sudah populer di kalangan para herbalis dan terapis.

Apa yang menjadi kekhawatiran kami ketika itu tentang produk yang tidak laku, tidak terbukti sama sekali. Tentu saja, dengan terus diiringi dengan usaha mempromosikan produk sesuai kapasitas yang kami miliki.

Bisnis yang awalnya hanya untuk mem-back up kebutuhan kopi sehari-hari, kini justru bisa menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Orangtua pun menjadi ikut senang melihat fenomena ini dan bersedia menjadi salah satu investornya. Alhamdulillah...

Berbicara tentang bisnis berbasis kebutuhan ini, ada pula satu kisah menarik dari seorang sahabat saya. Dia seorang pebisnis dan perfeksionis dalam urusan gaya hidup. Suatu saat, ia mencari taman kanak-kanak untuk sekolah anaknya. Namun, tak satu pun sekolah TK di daerahnya yang memuaskan. Jadilah ia mendirikan TK sendiri sesuai dengan pengelolaan kurikulum yang dia inginkan. Kini, ia mempunyai 14 divisi usaha dan masuk dalam jajaran pengusaha nasional.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun