Mohon tunggu...
Luthfi Hakim
Luthfi Hakim Mohon Tunggu... Pengajar Pesantren -

Belajar di Labuda dan Bilanida

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Qasidah Seikat Bayam Hikam I

2 Februari 2012   06:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:09 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan, ampuni segala alpaku, alpa kedua orang tuaku, Engkaulah samudera pengampunan bagi para hamba.

Popeyeku, inilah bayam-bayam hikam untukmu, makanlah agar selalu sehat jiwaragamu.

قال ومن سمة اعتمادنا لعمل # نقص الرجاء لدى الوقوع فى الظلم

'Jangan putus asa saat terlanjur jatuh ke lubang dosa'

Allah memang hanya memerintahkan pada kita untuk berbuat kebaikan. Sehingga, secara lahir, kita harus berusaha untuk melakukannya. Dari sisi batin, kebaikan yang kita lakukan hanyalah kepanjangan aksiNya. Kita tak melakukan apa-apa selain hanya sebagai objekNya saja, bagai wayang ditangan dalang. Maka, demikian pula dengan keburukan, kegagalan, dosa. Secara lahir kita diperintahkan untuk tak melakukannya. Dari sisi batin, kita hanya digerakkan olehNya untuk tak gagal, untuk tak berbuat dosa, untuk tak melangkahi keburukan.

Maka jika demikian, ketika kita mampu melakukan taat, mampu meninggalkan maksiat, patutkah kita bangga atas ini, atas kemampuan yang sebetulnya tiada? Sangat lucu, tentunya. Akankah wayang Arjuna berbangga atas kegagahan dan kepandaiannya dalam sebuah lakon yang ia sendiri sebetulnya tak berdaya apa-apa? Jika masih saja ada rasa bangga atas sebuah ketaatan, maka bisa dipastikan, ketika ia terjatuh dalam kemaksiatan, kegagalan, kelakuan buruk, jiwanya akan terpuruk. Dan jika keterpurukan semakin memburuk, maka ia kan berputus asa, merasa tak punya harapan untuk menjadi baik.

Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa siapapun yang bangga saat bisa taat, atau berputus asa saat terlanjur bermaksiat, maka ia sedang lupa bahwa sesungguhnya amal perbuatan tak bisa dijadikan sandaran apalagi dijadikan andalan. Sandaran dan andalan para wayang cuma satu, sang dalang. Sandaran dan andalan manusia penghamba cuma satu, Allah, Tuhan semesta. Maka, jauhilah segala dosa, tapi andai terlanjur berdosa, kembalilah segera kepadaNya dan jangan berputus asa.

wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun