Aku diam berusaha mencerna.
"Tapi dalam arti yang luas," lanjutnya.
"Maksudmu?"
"Sudahlah, nanti saja," ia menghisap rokoknya dalam-dalam lalu melanjutkan, "mencontoh Nabi untuk saat sekarang jelas tidak mungkin sebab beliau telah tiada. Tapi beliau meninggalkan warisan, quran dan sunnah. Jika mampu mengupasnya maka kita boleh mengambil segala hukum dan hikmah darinya. Jika tidak mampu, dan kita memang tidak mampu, maka kewajiban kita adalah belajar pada mereka yang telah mampu mengupasnya. Ulama zaman kuno telah sangat berjasa atas ini. Mereka menguraikan hukum hikmah dari quran dan sunnah dalam kitab-kitab mereka. Lalu turun temurun, dari generasi ke generasi hingga tiba ke ulama-ulama zaman kita."
"Jadi?"
"Untuk mencontoh nabi, teladanilah ulama yang betul-betul pewaris para nabi."
Aku diam merayapi malam.
"Jadi orang baik ternyata sama rumitnya dengan jadi orang buruk," keluhku.
"Tidak rumit," Khotib menimpal, "jadi orang baik itu murah meriah, mau belajar agama, mengamalkannya dengan tulus, itu saja."
Kami saling diam sebelum ia mengeluarkan buku dari tas cangkleknya.
"Ini yang harus kamu baca agar tidak bertuhan dengan nafsu," ujarnya sambil menyerahkan bukunya, "tapi jangan dulu dibaca," lanjutnya, "kita keluar dulu."