[caption caption="FC/kompasiana.com"][/caption]Rabu, 13 April 2016
Dear Diary,
Hatiku tersayat seiring jatuhnya bulir- bulir air mata Dinda. Perih. Dengan segala tenaga aku menahan mataku untuk tidak menjatuhkan air kesedihannya. Jangan sampai aku, satu- satunya penenang haatinya yang tersisa, tidak tegar. Aku ingin dia juga segera tegar. Diary, mengapa badai besar itu melanda Dinda? Hati murninya tak pantas untuk diombang- ambing kekejaman duniawi seperti ini.
Aku muak dengan orang- orang yang menyakiti hatinya..
Yang sayangnya sedikit membuatku bersyukur pula.
Â
Tidak! Bukan itu, Diary! Aku bersyukur Sang Pencipta mengarahkan pandangan Dinda tertuju padaku.. Pada akhirnya. Aku selalu meliriknya, kagum dengan penuh apresiasi kepada ciptaan-Nya yang bersinar di mataku. Senyumnya yang menyinari sekitar, wajah cemberutnya saat jengkel padaku, dan semua ekspresi perasaannya yang tak sungkan diperlihatkannya. Sungguh jiwa yang penuh kejujuran. Penampilan sederhananya selalu memukau bagiku, Diary. Hanya dia yang membuatku terpana.
Ekspresinya sungguh jujur. Tak pernah dia sungkan mengatakan bahwa aku menjengkelkan. Aku suka.
Selama ini aku tak mengapa bila dia memandangku sebagai lalat pengganggu yang tengil dan menjijikkan. Itu bukan berarti apa- apa.
Aku yakin, tak ada seorang pun yang lebih mengerti dan mengenal Dinda selain aku. Aku tahu ada gelimang kesedihan yang bersembunyi di mata jernihnya itu. Di balik gelak tawa tulusnya, di balik senyum malunya, di balik murung manjanya, ada kesedihan yang bercokol di sana. Aku takjub sekaligus prihatin. Dengan ikhlas dan bijaksananya Dinda dapat membelakangi setiap badai dan tak menyerah mengarahkan pandangan pada matahari dan pelangi yang di depannya. Dia mampu tertawa dan tetap ceria bersama teman- teman sekelasnya!
Dinda. Aku sayang dia. Diary, aku sayang Dinda!
Di hari- hari sebelumnya, tak jarang aku mendapatinya melamun. Bersedia menjadi ember kesedihannya dan berusaha membuatnya tertawa di kala ‘Kesedihan’ yang tersembunyi itu sekilas ketahuan olehku sudah menjadi panggilan hatiku, Diary. Hanya itu yang kubisa, tak ada yang bisa kulakukan selain itu. Namun dengan enggan dia selalu menyembunyikannya. Dinda tak cukup percaya berbagi kesedihannya padaku. Dia tak percaya ‘Badai’ itu akan reda.
Biarlah aku menjadi lalatnya.. Aku hanya berusaha menjadi kunang- kunangnya.
 [caption caption="unknown/eveningnews24.co.uk"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/04/14/writing2-570f6186369773e21f3e38ac.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Tangisnya tumpah di pundakku. Aku bersyukur Tuhan mau memakaiku sebagai penyulut api lilin harapan yang nyaris padam itu. Dinda, bertahanlah.
Diary, tadi siang aku mengatakan padanya bahwa yang dilakukannya selama ini sudah benar. Dia tak bersalah apa pun. Bila memang kedua orangtuanya membuat keputusan pahit, itu sama sekali bukan salahnya. Tidak ada yang sia- sia. Dinda sudah berjuang dan pasti berdampak. Mungkin benih- benih yang ditanamnya masih berakar dalam tanah, belum terlihat. Tapi niscaya akan terus tumbuh, berkecambah dan tumbuh semakin besar dan berbuah. Tak ada lagi yang bisa dilakukan seorang anak, semua keputusan hanya ada di tangan kedua orangtuanya pada akhirnya. Sungguh pahit, memang.
Diary, aku hanya bisa mengucapkan hal itu kepada Dinda yang gulana. Aku sadar betul bukanlah malaikat yang dapat mengubah Dinda dan kehidupannya.
Kini, Dinda mengakuiku sebagai sahabat.
Apapun yang dipikirkannya, aku tak peduli. Aku terharu dan merasa terhormat memperoleh jabatan itu.
Bestfriend. Not a boyfriend indeed. Somehow I realize that a boyfriend isn’t a best friend. Now, she calls me as a bestfriend. Dinda’s bestfriend!! Best is always better than anything!
Diary, mulai sekarang aku mengandalkanmu. Akan kucatat setiap cipratan rasa antara aku dan Dinda. Aku tak ingin membiarkan satu rasa pun menguap dalam memori otakku yang tidak abadi ini.
Karena aku ingin Dia abadi dalam sejarahku.. sejarahnya.. sejarah kami berdua.
I Do Love you, Dinda.
-----------------------------------
Lihat juga Diary Dinda di sini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI