[caption caption="KOMPAS.com/INDRA AKUNTONO"][/caption]
Berita mengenai kasus Pak Setya Novanto ini kian memanas, bahkan kian mendingin bagi sebagian orang. Betapa tidak, dalam satu pandangan dapat disimpulkan bahwa beliau tidak terlalu cakap dalam berkomunikasi. Selaku ketua Dewan Perwakilan Rakyat, seharusnya beliau pandai dalam bertindak dan menempatkan diri karena jabatannya sangat esensial; mulai dari tindakannya yang mengikuti acara kampannye Pak Donald Trump sampai tindakan meminta saham dengan pencatutan nama Presiden kita. Jujur saja, kita sebagai masyarakat merasa malu memiliki wakil yang demikian gelagatnya.
Â
Setya Novanto Akan Laporkan Jaksa Agung, Maroef, dan "Metro TV" ke Bareskrim
Berdasarkan artikel terkait, (baca: Setya Novanto Akan Laporkan Jaksa Agung, Maroef, dan "Metro TV" ke Bareskrim) Razman,kuasa hukum Pak Novanto, mengaku bahwa Novanto melaporkan Jaksa Agung karena sudah mengintervensi kerja Mahkamah Kehormatan Dewan dalam mengusut kasus Novanto. Baiklah, secara objektif laporan itu bisa diterima atas dasar prosedur yang berlaku. Namun dari sisi lain, mengapa Pak SN sendiri begitu panik dan keberatan? Bila memang dia merasa tidak bersalah, ia tidak akan keberatan bila diusut, bukan? Lihat saja Pak Sudirman Said yang begitu lugas dalam sidang. Beliau merasa tidak perlu lagi melaporkan MKD yang melanggar etika sidang. Â
Kemudian, Pak Novanto tidak mengakui rekaman yang dianggapnya ilegal. "'Dalam posisi apa beliau merekam pembicaraan itu?' ucap Razman." Dalam sidang MKD I, Menteri ESDM selaku pengadu telah jelas mengatakan bahwa rekaman itu merupakan catatan oleh Pak Maroef sebagai kontrol dan laporan update kepada Pak menteri atas perintah Pak menteri sendiri. Saya haturkan pujian pada kerja baik Pak Dirut Freeport, Maroef Sjamsudin.Â
"Adapun laporan terhadap Maroef dilakukan karena dia sudah diam-diam merekam pertemuannya dengan Novanto dan pengusaha minyak Pak Riza Chalid pada 8 Juni 2015 lalu." Yaiyalah, mana mungkin harus bilang- bilang dulu akan direkam. Bayangkan bila ada tindakan begal yang tertangkap mata, "Saya pidio'in ya, pak, sebagai bukti laporan ke polisi nanti." Ya rekaman itu tidak akan berhasil karena dipastikan si perekam kena begal duluan. Cukup lucu memang. Namun terlepas dari itu, terlihat Pak Novanto keberatan karena status kelegalan rekaman, bukan karena kebenaran isi rekaman ataupun keberatan karena membantahan pemilik suara dalam rekaman. Nah, secara tersirat dapat disimpulkan bahwa Pak SN mengakui kebenaran rekaman namun berupaya untuk mengelak.
"Adapun Metro TV dilaporkan karena dianggap membuat pemberitaan yang tendensius, provokatif, dan tak berimbang dalam kasus Novanto ini. Razman juga mempermasalahkan Metro TV karena beberapa kali membocorkan materi persidangan MKD." Saya sudah menyaksikan pemberitaan pada stasiun televisi MetroTV. Dalam hal pembahasan kasus ini, MetroTV hanya menjalankan tugasnya sebagai pers yaitu melaporkan peristiwa kepada massa. Adapun pendapat/ opini yang muncul adalah pendapat/opini dari narasumber (pengamat dan beberapa politikus). Stasiun televisi ini masih di jalurnya dan bersifat netral. *kalau memang ada bagian yang saya lewatkan, silahkan beritahu saya melalui kolom komentar. Terima kasih. Oh iya, istilah "membocorkan" tidak berlaku pada sidang terbuka. Belum ada keputusan resmi jadi tidaknya sidang ini akan dibuat tertutup.
Â
Mari Lihat dari Berbagai Sisi!
Dari satu sisi, sejujurnya ada titik positif dari kelakuan Ketua DPR kita ini. Ia terkesan sedang berbagi rezeki, dalam hal ini terutama kepada polisi tempat pengaduannya. Tak hanya itu, beliau juga berbagi rezeki kepada para pers; Ada pemberitaan yang hangat, diburu oleh para penonton yaitu masyarakat. Tapi tentu saja tidak kepada semua masyarakat. Ada masyarakat (termasuk saya) yang merasa pemberitaan ini kian mendingin seperti yang saya katakan di awal. Betapa tidak, kasus ini kian lama kian menggelikan, berita politik sudah seperti berita entertainment saja, tak habis- habis dan semakin aneh.
Di sisi lain, peristiwa- peristiwa ini menyadarkan kita bahwa anggota dewan yang mewakilkan kita sebagai rakyat, tidak begitu cakap (terlihat pada sidang MKD, bagaimana para dewan mengajukan pernyataan dan pertanyaan yang terkadang konyol). Maka menjadi pelajaran buat kita bersama, di waktu selanjutnya pilihlah caleg karena integritas, kecakapan, prestasi dan pencapaiannya, bukan berdasarkan pada keuntungan pribadi, parpol ataupun ikatan kekerabatan. "Perwakilan Rakyat", maaf saya keberatan dan merasa tidak terwakilkan dalam hal ini. Jika anda juga merasa begitu, kita juga tidak dapat menyalahkan siapa- siapa selain diri kita sendiri.
Â
Saudara/i punya gagasan dari sisi lain? Mari beritahukan :D
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H