LATAR BELAKANG
Pada umumnya masyarakat akan berperilaku berpedoman pada aturan norma dan perilaku yang ada dalam lingkungan masyarakat, perilaku sosial merupakan hal terpenting dalam suatu sosialisasi kehidupan, tak sedikitpun seseorang mengelak akan keberadaan perilaku sosial di sekitar kita. Oleh karena itu, kehidupan di masyarakat sangat erat dengan perilaku sosial, baik itu perilaku sosial yang individualis maupun kolektif.
Keberadaan perilaku ini membawa dampak tersendiri bagi dunia sosial yakni penyimpangan dari perilaku sosial tersebut, fenomena “mengikuti trend” adalah salah satunya, seperti tidak akan habis dibahas seiring berkembangnya zaman.
Sebagian masyarakat tidak menyadari mayoritas perilaku masyarakat urban sedang mangalami transisi yang boleh dikatakan cukup baik, yakni mengembangkan produk lokal. Dari gejolak globalisasi di awal tahun 2000an yang berimplikasi pada pertise westernisasi termasuk fashion and fads, dalam beberapa tahun terakhir mulai marak penggunaan hastag #LocalPride atau bangga produk lokal di berbagai platform media sosial ataupun media massa. Selain karena pengaruh trend yang lantas membawa kebanggan tersendiri bagi setiap individu yang mengikutinya, bandwagon ini mudah diterima di berbagai elemen masyarakat karena terjangkau dari segi apapun.
Berangkat dari pengertian The Social Contagion Theory (Teori Penularan Sosial) yang menyatakan bahwa orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial massa, menjadi penjelasan yang sangat komprehensif untuk menganalisis fenomena ini.
PEMBAHASAN
Dikutip dari tempo.co: Heboh Sepatu Compass Edisi Vintage Batal Dirilis, Ini Wujudnya
Pengertian Perilaku Kolektif
Perilaku kolektif adalah suatu tindakan yang relatif spontan, tidak terstruktur dan tidak stabil dari sekelompok orang, yang berjuang melawan atau menghilangkan rasa ketidakpuasan dan kecemasan. Sehingga kita dapat membedakan antara perilaku kolektif dengan perilaku lainnya.
- Horton dan Hunt (1984) berpendapat bahwa perilaku kolektif ialah mobilisasi berlandaskan pandangan yang mendefinisikan kembali tindakan sosial.
- Menurut Cohen (1992) berpendapat bahwa perilaku kolektif ditandai ditandai oleh perilaku yang tidak tersusun, spontan, emosional, dan tidak dapat diduga, individu-individu yang terlibat dalam erilaku kolektif tanggap terhadap rangsangan tertentu yang mungkin datang dari orang lain dan bersifat khusus.
- Sedangkan menurut Milgram dan Touch (1977) berpendapat bahwa perilaku kolektif ialah perilaku yang lahir secara spontan, relatif, tidak terorganisir serta hampir tidak bisa diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana dan hanya tergantung pada situasi timbal balik yang muncul dikalangan para pelakunya.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku kolektif adalah perilaku yang :
- Dilakukan secara bersama oleh sejumlah orang,
- Bersifat spontanitas dan tidak terstruktur,
- Tidak bersifat rutin, dan
- Merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Perilaku kolektif erat hubungannya dengan perilaku menyimpang (deviant behavior), namun berbeda dengan perilaku menyimpang. Perilaku kolektif merupakan tindakan bersama oleh sejumlah besar orang, bukan tindakan individu semata-mata. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan (crowd) dan gerakan sosial (civil society). Rangsangan yang memicu terjadinya perilaku kolektif bisa bersifat benda, peristiwa maupun ide.
Perilaku ekspresi kolektif (expression collective behavior) pertama kali digunakan oleh Robert E. Park, dan digunakan secara definitf oleh Herbert Blumer, yakni merujuk kepada proses sosial dan peristiwa yang tidak mencerminkan struktur yang ada (hukum, konvensi, dan Lembaga) yang muncul secara spontan.
Jenis – Jenis Perilaku Kolektif
- Localized Collectivity (Kolektivitas Terbatas)
- Bentuk perilaku kolektif yang mengacu pada orang-orang yang memiliki kedekatan fisik satu dengan yang lain. Contoh: kerumunan, tawuran.
- Dispersed Collectivity or Mass Behavior (Kolektivitas Luas / Perilaku Massa)
- Melibatkan orang saling memengaruhi satu sama lain walaupun pada jarak yang jauh. Contoh: rumor, gossip, fashion.
Bentuk – Bentuk Perilaku Kolektif
- Fashion and Fads
Fashion adalah pola sosial penampinal sejumlah orang untuk jangka waktu yang lama. Sementara Fads atau mode adalah perilaku baru yang muncul tiba-tiba, menyebar cepat secaa antusias dilakukan oleh sekelompok orang dalam waktu singkat.
- Crowd, Dibagi menjadi 5 macam crowd atau kerumunan, yakni:
- Temporary crowd: orang yang berada pada situasi saling berdekatan di suati tempat dan pada situasi sesaat.
- Expressive Crowd: sekumpulan orang yang mengekspresikan perilakunya Bersama-sama di suatu situasi atau tempat.
- Casual crowd: misalnya sekelompok orang yang berada di ujung jalan dan tidak memiliki maksud apa-apa.
- Conventional crowd: misalnya audience yang sedang mendengarkan ceramah.
- Acting crowd/rioting crowd: sekelompok massa yang melakukan tindakan kekerasan.
- Rumors and Gossip
Rumors merupakan penyebaran informasi melalui transaksi sosial informal yang sering berasal dari sumber yang tidak diketahui. Sedangkan gossip adalah desas-desus tentang kepentingan pribadi seseorang, yang hanya menarik sebagian orang yang tahu objek gossip.
- Urband Legend
Semacam bentuk modern cerita rakyat kuno, urban legend merupakan cerita realistic yang tidak benar, menceritakan beberapa kejadian yang baru diduga dan belum terverifikasi.
- Mob and Riot
Mobs adalah kerumunan yang mengambil keputusan untuk tujuannya scara emosional. Sedangkan riots adalah gangguan public yang kurang terarah dan durasi lebih lama dari mobs, bersifat umum daripada mobs. Riots juga merupakan hasil emosi intensif yang baru terjadi.
- Panic and Mass Hystera
Panik adalah perilaku kolektif di mana orang bereaksi terhadap ancaman atau stimulus lainnya secara irasional. Sedangkan hysteria massa adalah suatu peristiwa yang membuat public bereaksi sehingga kehilangan kemampuan bertindak rasional.
- Opini public dan propaganda
Opini public adalah respons aktif terhadap stimuls, dikonstruksikan dan menyumbang citra. Sementara propaganda adalah tindakan komunikasi yang terencana dilakukan sekelompok orang terorganisir, dalam suatu tindakan massa dan manipulasi psikologis untuk tujuan membuat partisipasi aktif atau pasif.
The Social Contagion Theory (Teori Penularan Sosial)
Teori penularan sosial ialah teori yang menyatakan bahwa orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial massa. Mereka melakukan tindakan meniru atau imitasi.
Teori penularan (contagion) berusaha untuk menjelaskan jaringan sebagai saluran untuk menularkan sikap dan perilaku. Kontak disediakan oleh jaringan komunikasi dalam teori penularan. Jaringan komunikasi ini berfungsi sebagai mekanisme yang mengekspos orang- orang, kelompok, dan organisasi untuk informasi, pesan sikap dan perilaku orang lain (Burt, 1980 dalam Monge & Contractor, 2003). Hal tersebut dapat meningkatkan kemungkinan bahwa anggota jaringan akan mengembangkan keyakinan, asumsi, dan sikap yang sama dengan jaringan mereka.
Teori penularan mencari hubungan antara anggota organisasi dan jaringan mereka. Pengetahuan, sikap, dan perilaku anggota organisasi terkait dengan informasi, sikap, dan perilaku orang lain dalam jaringan yang mereka terhubung.
Faktor-faktor seperti frekuensi, multiplexity, kekuatan, dan asimetri dapat membentuk sejauh mana orang lain mempengaruhi individu dalam jaringan mereka (Erickson ,1988 dalam Monge & Contractor, 2003). Rogers dan Kincaid melihat ini sebagai model kovergensi dari komunikasi.
Contagion dapat dibedakan menjadi Contagion berdasarkan kohesi dan Contagion berdasarkan kesamaan struktur (Burkhardt, 1994). Contagion berdasarkan kohesi merujuk pada pengaruh dari orang-orang yang melakukan komunikasi secara langsung. Persepsi individu-individu tersebut mengenai kepercayaan diri untuk menggunakan teknologi baru secara signifikan dipengaruhi oleh orang-orang yang melakukan komunikasi secara langsung dengan mereka.
Selanjutnya, Contagion berdasarkan kesamaan struktur merujuk pada pengaruh dari orang-orang yang melakukan pola komunikasi yang sama. Secara umum, sikap dan penggunaan teknologi baru para individu tersebut lebih dipengaruhi oleh orang-orang yang melakukan pola komunikasi yang sama dengan mereka.
Dalam Teori-teori Contagion, hubungan terdapat dalam jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi tersebut berfungsi sebagai suatu mekanisme yang megekspos orang, kelompok-kelompok, dan organisasi ke arah informasi, pesan yang ada di dalam sikap, serta perilaku orang lain (Burt, 1980, 1987; Contractor & Eisenberg, 1990). Dikarenakan ekspos tersebut akan meningkatkan kemungkinan jaringan yang ada dalam anggota masyarakat, maka anggota masyarakat akan mengembangkan kepercayaan, asumsi, dan sikap yang sama didalam jaringannya tersebut (Carley, 1991; Carley & Kaufer, 1993).
Teori-teori Contagion berusaha melihat hubungan antara anggota organisasi dengan jaringannya. Pengetahuan, sikap, dan perilaku anggota organisasi berhubungan dengan informasi, sikap, dan perilaku anggota jaringan lain yang ada di dalam jaringan tersebut.
Faktor-faktor lain yang ada dalam jaringan seperti frekuensi, kemajemukan, kekuatan, dan kesenjangan dapat membentuk sejauh mana pengaruh orang lain terhadap individu tertentu yang ada di dalam jaringannya (Erickson, 1988).
HASIL ANALISIS
Ratusan orang yang didominasi anak muda berkumpul di sekitaran Mall Grand Indonesia sedari pagi pada Jumat 13 Desember 2019. Pemandangan itu mirip dengan suasana hari bebas kendaraan bermotor atau CFD. Ternyata mereka mengantre demi membeli sepatu. Bukan sembarang sepatu, sepatu yang akan mereka beli merupakan sepatu buatan dalam negeri bernama Compass.
Compass mengeluarkan koleksi terbaru Compass untuk Darahku Biru yang yang merupakan hasil dari desain Pot Meets Pop dan sepatu Compass 98 Vintage yang didesain oleh Old Blue Co.
Gladys Kahar, anak dari pendiri Compass Gunawan Kahar, mengatakan merek sneakers asal Bandung ini sudah ada sejak 1998. Namun, baru setahun terakhir ini nama Compass mulai menggaung setelah melakukan rebranding. "Selain itu momennya juga pas dengan Asian Games 2018 yang membangkitkan rasa nasionalisme masyarakat. Orang-orang jadi mulai bangga pakai produk lokal," kata Gladys. Pernyataan Gladys yang dirasa paling tepat menjelaskan terjadinya penularan sosial pada kaum anak muda.
Tua-tua keladi, makin jadul makin jadi. Merek Compass adalah sepatu lokal asal Bandung. Sepatu lahir dari tangan Gunawan Kahar di tahun 1998. Materialnya menggunakan kain twiil yang tidak setebal kanvas pada body sepatu menjadikan sepatu lebih lentur dan diklaim berkualitas internasional.
Sepatu Compass pernah buntu dalam pengembangannya. Tren itu pun dialami banyak juga produk lokal di tengah gempuran merek luar negeri yang masuk Indonesia sejak awal tahun 2000-an.
Compass kemudian memanfaatkan media sosial untuk melakukan rebranding. Tenaga baru Compass moncer setelah digawangi oleh Aji Handoko. Aji menjadi creative director di perusahaan sepatu asal Bandung ini. Tak laama setelah Aji bergabung, sneakers Gazelle dikeluarkan. Kemunculan Gazelle bahkan diklaim sanggup menjajarkan sneakers Compass setara dengan Vans. Sepatu ini pun di-review oleh para influencer fashion salah satunya Tirta Mandira Hudhi alias dr.Tirta.
Puncaknya, pada momen Asian Games 2018 muncul tren penggunaan produk lokal. Bagaikan bola salju, popularitas Compass semakin menjadi bagi para pecinta sepatu. Februari 2019, Compass merilis seri kolaborasi dengan seorang influencer, Bryant Notodihardjo.
Kolaborasi ini menghasilkan sepatu Compass dengan seri Bravo 001 yang dirilis saat Jakarta Sneaker Day 2019. Compass X Bryant dengan military style yang hanya di produksi 100 pasang dengan harga Rp398 ribu ludes terjual dalam 90 menit saja.
Tren larisnya brand local ini juga terlihat di Urban Sneaker Society (USS) 2019 di District 8, SCBD, Jakarta pada 8-10 November 2019. Booth Compass yang kala itu di set sedemikian rupa mirip tempat pangkas rambut. Di USS Sneakers seri Gazelle model hi-top menjadi salah satu produk Compass yang paling diincar pembeli. Compass kala itu juga melansir seri baru bernama Vintage 98. Harga sneakers ini kala itu mulai dari Rp300 ribuan. Jumlahnya stock yang ready pun terbatas hanya 1.500 pasang.
Pembatasan jumlah produksi ini dilakukan agar pengerjaannya tidak diburu-buru meskipun produksi dalam jumlah banyak. Disokong popularitas, rasa lokal, yang dibalut dengan jumlah terbatas, menjadikan Compass sebagai barang langka di toko ataupun forum penjualan daring. Tidak hanya seri terbatasnya saja, bahkan seri generalnya pun laris. Karenanya, sepatu yang awalnya dirilis resmi Compass dengan harga Rp200 ribu sampai Rp300 ribuan, bisa berharga mahal saat dijual lagi.
Bukan sekedar sepatu, tapi Compass sudah menjadi ikon identitas. Satu dari banyak brand yang jadi ikon identitas kelas sosial ekonomi ataupun bagian kelompok sneakerhead eksklusif. Tren menjadikan sebuah barang bisa berubah, dari sebuah objek menjadi sebuah simbol.
Dalam teori klasik sosiolog Marx Webber berpendapat jika keberhasilan penggunaan barang simbolik ini akan meningkatkan prestis dan solidaritas kelompok. Selain itu sosiolog Georg Simmel, melihat jika fashion adalah ruang untuk individu masuk ke dalam bagian kelompok tertentu.
Berangkat dari situ, popularitas dan mahalnya sepatu Compass ini merupakan mencirikan tren fashion yang memberikan simbol eksklusifitas bagi pemiliknya. Dalam perjalannya mode sepatu Compass tadinya sekedar usable menjadi fashionable.
Kesan #IndoPride atau #LocalPride dan simbol eksklusif yang disebar oleh influencer pun ternyata mujarab. Apalagi bagi para pemuda pemudi kelas menengah yang doyan menunjukkan dimana mereka berada di masyarakat.
Ditambah lagi, gaya Presiden RI Joko Widodo yang doyan outfit brand lokal yang mendorong brand lokal seperti Compass disadari kehadirannya. Rasa bangga tentu saja muncul. Apalagi saat komunitas dan media social memberikan pengakuan terhadap pemilik. Secara tidak langsung Compass sebuah sepatu yang menjadi ikon identitas.
Faktor frekuensi ini yang memunculkan deviant behavior pada masyarakat, ribuan orang mengantre demi sebuah sepatu tentu bukan perilaku normal. Sepatu Compass muncul di tengah masyarakat di waktu yang tepat dan tempat yang tepat pula dengan bentuk perilaku kolektif kategori Fads karena untuk sebagian orang awam, hal ini terlihat musiman, berbeda dengan orang yang memang pecinta sneakers atau Sneakershead. Trend ini juga relatif cepat, muncul hanya dalam periode agak singkat, lalu kehilangan popularitas secara drastis, dan menjadi bagian dari masyarakat.
Hal ini juga membuktinya semakin berkembangnya produk tanah air, progresivitas masyarakat dalam mencintai produk lokal juga semakinbtinggi. Salah satu alasan untuk selalu mendukung bisnis lokal ialah bisnis lokal lebih bertanggung jawab kepada komunitas lokal mereka dan menyumbangkan lebih banyak nirlaba.
Sekian dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H