Assalamu'alaikum warahmatullah wabarokatuh,,,
Hadirin sekalian yang saya hormati, perkenalkan nama saya Tiffane Zuliensheva, berbicara mewakili Komunitas Girimadani Senter, yaitu komunitas pencinta lingkungan hidup lestari di Desa Kulur.
Saya berdiri disini untuk berbicara atas nama anak-anak, yang saya tujukan kepada semua generasi di atas saya, bapak-ibu, om dan tante serta kakak- kakak sekalian yang hadir disini,,,
Pernah saya membaca sebuah kalimat, alam ini bukan warisan nenek moyang kita, tapi dia adalah titipan dari anak cucu kita, benarkah?
Bila benar, apa yang sudah bapak-ibu dan kakak-kakak lakukan untuk alam ini? Menjaganya? Memeliharanya? Menanaminya?
Atau mengotorinya? Meracuninya? Merusaknya? Menggundulinya?
Bukankah saat ini masih kita dengar berita tentang banjir, banjir bandang, longsor pada saat musim hujan di Indonesia? Dan pada musim kemarau banyak daerah yang dilanda kekeringan, gagal panen dan bahkan kesulitan air bersih?
Itukah yang bapak-ibu maksud sudah melakukan kewajiban sebagai generasi yang menerima titipan alam dari anak cucu bapak-ibu?
Sungguh, saya sedih mendengar begitu banyak korban jiwa dan harta serta masa depan ketika bencana datang, dan sebagai anak-anak, dan anak-anak saya nanti, saya merasa masa depan saya terancam apabila bapak-ibu tidak merubah sikap terhadap alam.
Saya hanya ingin mengajak berpikir, siapa yang paling terancam apabila bencana datang? Bukankah anak-anak yang paling terancam karena kami memang rentan, tidak akan kuat melawan arus bila banjir datang, apalagi longsor, dan akan mudah sakit apabila musim banjir, lingkungan kotor atau kekurangan air bersih.
Anak-anak itu adalah anak-anak bapak-ibu juga, teman-teman saya juga,,
Saya hanyalah seorang anak kecil, tidak tahu harus bagaimana menghadapi ancaman bencana alam akibat ketidak-pedulian kita ini, tapi bapak-ibu lah yang punya kemampuan karena memiliki anggaran pembangunan yang besar, karena memiliki kemampuan membuat kebijakan dan program, jadi, ayo mulailah menyusun program pembangunan yang berwawasalan lingkungan, jangan hanya berpikir memanfaatkan alamnya saja.
Namun bila bapak-ibupun sama seperti saya, tidak tahu bagaimana menjaga alam ini dengan baik, paling tidak, berhentilah merusaknya, jangan buang sampah sembarangan, jangan tebang pohon di daerah resapan, mulailah menanam  dan memelihara mata air, karena kami anak-anak yang menitipkan alam ini kepada bapak dan ibu, berharap masih kebagian setetes air bersih di kehidupan kami kelak.
Terimakasih kepada bapak-ibu dan semuanya yang tadi siang telah menanam pohon, percayalah, pohon-pohon yang ditanam itu adalah tanda cinta kepada kami anak-anak generasi yang akan menghuni bumi ini dengan tidak kekurangan air namun tidak banjir, semoga berbuah surga bagi semua.Â
Tanam-tanam-tanam siram dan tanam, menanam untuk kehidupan, menanam sampai mati...
Sebab, Lamun leuweung diruksak, cai jadi beak, hirup bakal balangsak.
Di akhir pembicaraan saya, ijinkan saya mengajak bapak-ibu dan semuanya untuk merenung sejenak, sebagai ungkapan belasungkawa kepada saudara-saudara kita yang terkena banjir bandang di Sentani -- Papua akibat salah urus alam dan keserakahan manusia, semoga mereka tabah. Aamiin YRA.
Bila duka bapak-ibu sedalam duka saya, bila harapan bapak-ibu sama seperti harapan saya, yaitu daerah kita masing-masing dimanapun berada aman dari bencana alam, marilah kita sisihkan uang untuk disumbangkan kepada saudara-saudara kita di Sentani -- Papua sebagai bentuk solidaritas kita sesama manusia,,
Bila bapak-ibu dan semua setuju, beri saya pelukan, beri saya pelukan,,, dan silahkan isi kotak amal yang akan dikelilingkan oleh kakak-kakak saya, dan nantinya akan disumbangkan kepada saudara-saudara saya di Sentani -- Papua.
Terimakasih, Selamat Hari Air Sedunia, Salam lestari alamku,,, Wassalamu'alaikum wrwb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H