Tapi masalahnya adalah: Apakah kita Memang perlu galau? Bukankah momen seperti ini -- ada versus antara legislatif dan eksekutif -- justru akan membawa angin segar bagi perjalanan demokrasi yang sesungguhnya di negeri ini. Untuk menuju kesejatian demokrasi di negeri ini, menurut saya-- kita sangat membutuhkan ruang hitam putih. Meski banyak yang bilang dunia politik itu akan selalu berada di kawasan 'abu-abu'.
Dengan realitas politik yang ada saat ini, sebagai rakyat jelata, pemegang kekuasaan yang sebenarnya, harusnya kita malah bersyukur. Baru kali ini kita bisa benar-benar menikmati tontonan demokrasi yang tercipta atas nama pilihan terbaik versi kita sendiri. Pilihan telah dijatuhkan, dan saatnya kini kita duduk manis, jadi penonton, pengamat yang baik. Bukannya larut dalam permainan, menangis, tertawa atau malah ikut berdarah-darah tanpa mendapatkan apa-apa.
Bukan hanya penonton, bahkan saat ini kita adalah dalang yang bisa dengan mudah memasukkan para pemain, wayang-wayang itu ke dalam kotak ketika mereka sudah tidak lagi on the track atau berani melawan skenario yang kita inginkan.
Baru kali ini juga kita bisa membedakan mana aktor dan aktris yang sedang berperan sebagai tokoh protagonis dan antagonis. Tanpa perlu meraba, tak perlu menduga-duga seperti yang sebelum-sebelumnya. Semuanya serba gamblang dan nyata. Kalau sudah begitu, semuanya pasti akan lebih mudah. Pengambilan sikap oleh lembaga negara yang menjadi pilar demokrasi Trias Politika yang memisahkan kekuasaan atas kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif pun lebih jelas. Apalah arti sebuah pertandingan tanpa sparing partner yang sesungguhnya. Sparing partner abal-abal hanya akan menghasilkan sesuatu yang lebih menyakitkan. Perselingkuhan, pengkhianatan.
Ruang hitam putih membuat semuanya jadi serba tegas, tidak berlaku kompromi. Fungsi kontrol legislatif akan maksimal, Eksekutif akan semakin hati-hati dan tidak gegabah melangkah, sedangkan lembaga yudikatif termasuk KPK akan lebih cepat bertindak, leluasa menjalankan amanah tanpa beban, tanpa direcoki kepentingan satu golongan ataupun kekuasaan. Semua undercontroling, seberapapun kekuatan dan kekuasaan yang dipertontonkan, semua itu tidak akan berdaya bila kita, rakyat yang bicara. People power.
Ruang hitam putih, sekali lagi tidak akan memberikan celah tawar menawar yang berujung pada pelemahan terhadap salah satu,salah dua, atau salah ketiganya. Cukup sudah sitir atau plesetan popular yang selama ini beredar. Penyebutan -- legislathief,Yudikathief,Eksekuthief-- sebuah sinisme yang seakan-akan menempatkan ketiga pilar demokrasi itu, hanya sebagai markas gerombolan "thief" atau maling, sarang penyamun yang bekerja atas nama kompromi, kolusi, yang ujung-ujungnya perampokan, pemerasan, dan korupsi secara 'berjamaah'.
Rasanya sudah banyak juga pakar politik yang menyebutkan bahwa sistem presidensiil memberikan porsi kekuasaan lebih kepada presiden terpilih yang sah dan dilegitimasi 56 persen suara pemilih di negeri ini. Ada beberapa kekuatan besar yang siap menjadi becking bagi presiden terpilih yang sah, diantaranya kekuatan rakyat, media, MK, dan KPK. Sepanjang program-program yang dilakoni konsisten untuk kesejahteraan rakyat, untuk apa galau? Untuk apa risau .... toh Fadli, Fahri, Setyo, prabowo dan barisan panjang di belakangnya juga manusia yang memiliki kedudukan sama di hadapan Tuhannya. Memiliki keinginan, sakit hati, nafsu yang sama juga dengan kita semua. Mungkin saat ini mereka hanya sedang mencoba menata diri, menata hati, mengembalikan harga diri yang seolah telah jatuh, terjerembab. Mungkin sama juga seperti kita bila dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sama. Hanya saja setiap orang memilih cara yang berbeda untuk mengatasi setiap persoalan dalam hidupnya ... hitam atau putih adalah pilihan. Namun yang jelas, Selalu ada akhir di setiap pesta ....
ilustrasi:3.bp.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H