Aku adalah bunga desa yang bersiap-siap menjadi pengantin. Semua persiapan telah dilakukan dengan harapan menuju hari bahagia. Namun, takdir berkata lain, sehari sebelum pernikahan, hidupku berubah menjadi mimpi buruk yang tak terbayangkan.
Â
Pagi ini, aku terbangun dengan perasaan aneh seakan ada beban, akan tetapi aku tetap memaksa diri untuk bergerak, sayangnya tubuhku terasa lemas dan berat.Â
Ketika membuka mata, pandanganku terhalang oleh kegelapan yang mencekam. Aku merasa lantai rumah ini sangat dingin, padahal sudah dilapisi karpet yang seharusnya hangat dan nyaman seperti biasa.
Â
Saat keadaan memburuk, aku memanggil ayah. Namun tak ada jawaban, aku merasa panik, tapi tetap saja diri ini memaksa bergerak sambil berusaha mencari pertolongan.
Sayangnya, setiap kali bergerak, rasanya sangat sakit, seperti ada yang menusuk-nusuk tubuhku. Dan itu membuatku hampir kehilangan kesadaran.
Â
Dengan susah payah, akhirnya aku berhasil meraih ponsel yang tergeletak di meja samping tempat tidurku. Meski badan ini gemetar, aku tetap berusaha menghubungi nomor darurat dan menjelaskan situasi saat ini. Meskipun suaraku terdengar lemah, aku hanya berharap, bantuan segera tiba.
Â
Meski rasanya seperti menunggu berabad-abad, dengungan sirine mobil yang akhirnya tiba membuatku bernapas lega. Langkah-langkah kaki memasuki rumahku dan mulai melakukan penyelidikan.
Berkat bantuan mereka, sebuah fakta terungkap bahwa ayahku sendiri mencoba melakukan pembunuhan yang kejam pada putrinya sendiri. Aku bahkan tidak bisa mempercayainya. Bagaimana mungkin seorang ayah bisa melakukan halÂ
sekeji ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H