Mohon tunggu...
Chiavieth Annisa
Chiavieth Annisa Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Kenapa bercerai? "Anna, ini surat cerainya, kamu tinggal tanda tang... Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah : https://read.kbm.id/book/read/82d6fdcb-4cc0-45a3-988e-fa2598e8401a/b0fefe4b-0f92-4e4a-ac56-0793fcad5fa3

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Tua

12 September 2023   18:22 Diperbarui: 12 September 2023   19:06 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rintik hujan menetes di sertai angin malam membuat Lyn tertidur lelap. Dalam tidurnya, ia seakan merasakan dirinya tengah melakukan perjalanan jauh dan entah dimana. Kabut tebal terlihat, di antaranya ada sosok familiar sedang berdiri di sana 

               

Lyn terpaku pada sosok yang sedang melambaikan tangan sambil tersenyum padanya. "Ayah..." seketika gadis itu berlari menghampiri sosok yang di rindukannya, namun sayangnya, sosok yang sama seperti ayahnya itu memalingkan wajahnya pada Lyn dan perlahan menghilang. 

Lyn sampai di tempat bayangan sang ayah berdiri, dan perlahan kabut tebal itu menghilang. Ia celingukan mengedarkan pandangannya sambil berteriak memanggil sang ayah. Namun, tak ada sahutan dan bahkan suara yang terdengar. 

Suasana malam itu terlihat mencekam, seiring menghilangnya kabut, Lyn melihat sebuah rumah. Bangunan itu terlihat tua dan tak terawat. Penasaran dengan situasinya, gadis itu berjalan lurus dan fokus menuju pada rumah itu. 

Rumah itu menjulang di hadapannya, begitu gelap di tambah lagi udara yang semakin dingin, gadis itu merasa bulu kuduknya merinding ketika melihat dinding-dindingnya seakan bergema dengan bisikan-bisikan aneh. Namun, Lyn malah tertarik untuk masuk ke sana dengan bekal wajah yang berani. 

Ketika di pintu masuk, entah milik siapa dia melihat senter tergeletak di area kaca jendela. Sepertinya Lyn beruntung, dia bisa menggunakan itu untuk menerangi kegelapan dan memutuskan untuk menjelajahi rumah yang terlihat angker. 

Dengan gugup, Lyn membuka pintunya hingga suara berderit dari engsel besinya bergemeretak. Ia melangkah masuk dengan hati-hati, nadinya berdenyut kuat dan rasa waspada pun muncul.

Ruangan itu dipenuhi dengan artefak dan perabotan yang tertutup debu, semuanya tampak berserakan. "Wah, ini menarik, aku harus foto dan posting ini di media sosial..." Lyn meraba sakunya, tapi... "Astaga! Pasti ponselku tertinggal di rumah."

Gadis itu memilih untuk kembali berjalan, dia melihat potret-potret aneh, dia merasa itu pasti wajah pemilik rumah ini, mereka pasti sudah... tak bernyawa. Permadani yang kini di injaknya bahkan terlihat usang. Setiap langkahnya seakan menggema dengan irama yang menakutkan.

Tiba-tiba, suara benturan yang memekakkan telinga bergema dari lantai atas, menembus keheningan itu. Gadis itu membeku ketakutan, matanya terbelalak dan semakin merasakan dirinya penuh ketakutan. Perlahan Lyn menaiki tangga yang berderit, mencari sosok ayahnya tadi.

 

Namun, sampai di lantai atas pun, Lyn tak menemukan siapa pun. Malah, tiba-tiba dia melihat cahaya lilin yang berkedip-kedip di ujung koridor. Dengan jantung berdebar, Lyn mendekati sumber cahaya, dengan hati-hati. Dan sampailah di depan sebuah cermin tua yang penuh hiasan.

Lyn melihat bayangannya sendiri. Namun, ada sesuatu yang tidak beres. Wajah yang tadinya normal makh berubah cacat, seolah terperangkap dalam mimpi buruk yang memutarbalikkan kenyataan. Gadis itu menjadi panik dan ia menyadari kalau saat ini telah terperangkap dalam cengkeraman jahat cermin itu, saat ingin kembali, tiba-tiba pintu tertutup dengan sendirinya.

Lyn tak tahu harus pergi kemana, dia begitu panik dan mencoba untuk keluar dan pergi dari pesona cermin yang terlihat kejam sambil menggedor-gedor pintu yang tertutup sendiri tadi walau tanpa hasil. Dia mulai menjerit meminta tolong namun tak ada yang mendengarnya. Lyn merasa seakan di telan oleh tempat itu.

   

"Lyn... bangun kamu, bangun nak." Tubuhnya seakan di guncang saat terbaring di atas tempat tidurnya. 

"Mommy... aku tak bisa menemukan ayah..." seiring dengan teriakan itu gadis itu terbangun dari posisi tidurnya.

"Hei, kamu kenapa? istighfar... apa kamu, bermimpi?" 

Suara itu... "Mommy... aku melihat ayah dan... melihat rumah lalu... Aku terjebak di dalamnya..." 

Lyn mulia menangis sesenggukan.

"Kamu baca doa dulu, itu hanya mimpi buruk. Pasti ayahmu di sana meminta kita mendoakannya, kita berdoa saja supaya beliau tenang di alam sana."

"Aamiin...!" Gadis itu mengusap wajahnya serentak setelah mereka selesai berdoa.

"Sudahlah, sekarang kamu ke kamar kecil dan ambil air wudhu lalu shalat Tahajud, dan berdoa untuk Ayahmu. Mom sedang masak sarapan, bukankah hari ini kamu akan pergi ke museum?" 

"Baiklah Mommy..."

Gadis itu langsung pergi dan melakukan aktivitas seperti biasanya di kamar mandi. 

Beberapa menit setelahnya... "Mommy, aku berangkat... Assalamualaikum..."

Lyn keluar dari rumah begitu di izinkan pergi, ia kini berjalan di tengah keramaian kota seorang diri. Sejak kemarin, gadis itu begitu berinisiatif untuk pergi ke museum di depan taman kota untuk membuat riset bahan untuk naskah cerita yang akan di tulisnya, beberapa benda-bemda sejarah seperti artefak yang ada dalam mimpinya ia tuliskan satu persatu dalam buku.

Begitu keluar dari sana, Lyn membeli minuman dan duduk di bawah pohon yang sejuk untuk menenangkan diri di bawah daunnya yang lebat serta rumput hijau yang menjadi alas duduknya.

Sambil menghembuskan nafasnya, dia mulai menuliskan beberapa ide untuk membuat cerita di kertas putih yang masih kosong...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun