Mohon tunggu...
Chesta Gustyosih
Chesta Gustyosih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa FIB 2024

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masa Depan Sastra Digital: Bagaimana Generasi Z Mengubah Wajah Sastra Indonesia?

13 Desember 2024   19:43 Diperbarui: 13 Desember 2024   20:16 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Karakteristik lain dari sastra digital yang digemari oleh Generasi Z adalah kemudahan akses dan keberagaman platform. Generasi Z lebih suka karya sastra yang dapat diakses melalui perangkat mobile mereka, seperti ponsel atau tablet. Platform seperti Wattpad, Instagram, atau Twitter memungkinkan mereka untuk menemukan, membaca, dan bahkan berinteraksi dengan penulis secara langsung. Di sisi lain, media sosial juga memberi ruang bagi pembaca untuk mengomentari atau bahkan berbagi karya sastra, yang menciptakan pengalaman kolaboratif antara penulis dan pembaca. Proses ini mengubah sastra menjadi lebih interaktif dan tidak lagi terbatas pada pengalaman konsumsi pasif (Hartanto & Sari, 2021).

Salah satu genre sastra digital yang paling populer di kalangan Generasi Z adalah cerita remaja, termasuk romansa dan drama kehidupan. Karya-karya ini sering kali mengangkat isu-isu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, seperti hubungan percintaan, kesehatan mental, dan masalah sosial. Cerita-cerita ini sering kali disajikan dengan gaya bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, dan lebih menekankan pada hubungan emosional antara karakter. Keberadaan gambar atau ilustrasi dalam karya tersebut juga menambah kedalaman pengalaman membaca bagi Generasi Z, yang lebih terbiasa dengan dunia visual dan interaktif (Putra, 2021). Oleh karena itu, sastra digital di Indonesia banyak dipengaruhi oleh budaya visual yang berkembang pesat di kalangan Generasi Z.

Selain itu, karakteristik sastra digital yang menarik bagi Generasi Z adalah kebebasan berkreasi yang diberikan oleh platform digital. Penulis muda dapat menulis dan mempublikasikan karya mereka tanpa bergantung pada penerbit atau lembaga formal lainnya. Ini memberi mereka lebih banyak kebebasan untuk bereksperimen dengan berbagai bentuk dan format narasi. Platform seperti Wattpad bahkan memungkinkan penulis untuk merilis cerita secara bertahap, sehingga pembaca dapat mengikuti perkembangan cerita dan memberi umpan balik secara langsung. Inovasi semacam ini memudahkan penulis untuk menguji ide-ide baru dan memperbaiki karya mereka berdasarkan tanggapan pembaca (Budiarto & Mahendra, 2023).

Sastra digital juga lebih fleksibel dalam hal bentuk dan struktur cerita. Beberapa karya sastra digital mengadopsi bentuk cerita interaktif, di mana pembaca dapat memilih jalan cerita sesuai dengan preferensi mereka. Ini memberikan pengalaman yang lebih personal bagi pembaca, karena mereka dapat mengendalikan bagaimana cerita berkembang. Karya-karya ini sering kali menggabungkan elemen-elemen game atau permainan peran, yang membuatnya lebih menarik dan menghibur bagi Generasi Z yang terbiasa dengan interaksi digital (Wulandari, 2022). Dengan adanya kebebasan untuk berkreasi dan berinovasi ini, sastra digital semakin diminati oleh generasi muda.

Namun, meskipun karakteristik sastra digital yang interaktif dan inovatif ini menarik bagi Generasi Z, terdapat tantangan dalam menjaga kualitas karya tersebut. Penulis seringkali terjebak dalam tekanan untuk menghasilkan karya yang cepat dan populer, tanpa memperhatikan kedalaman narasi atau pengembangan karakter. Oleh karena itu, sastra digital menghadapi tantangan dalam mempertahankan nilai-nilai sastra yang lebih mendalam, seperti refleksi sosial dan kritis, yang lebih sering ditemukan dalam sastra konvensional (Sutrisno, 2020). Hal ini bisa berdampak pada kualitas keseluruhan sastra digital, meskipun memberikan kesempatan untuk penulis muda untuk berekspresi secara bebas.

Secara keseluruhan, sastra digital yang digemari oleh Generasi Z menunjukkan adanya pergeseran besar dalam cara sastra dikonsumsi dan diproduksi. Sastra yang lebih interaktif, visual, dan mudah diakses ini membuka ruang bagi penulis muda untuk berinovasi dan berkreasi. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana mempertahankan kualitas sastra yang lebih mendalam di tengah kecenderungan untuk menghasilkan karya yang cepat dan mudah dikonsumsi. Ini akan menjadi tantangan bagi perkembangan sastra digital di Indonesia di masa depan.

d) Tantangan dalam Menjaga Integritas Sastra Digital

Meskipun sastra digital menawarkan banyak peluang baru bagi penulis muda untuk berkarya, tantangan dalam menjaga integritas dan kualitas karya tetap ada. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah tingginya volume karya sastra digital yang diproduksi dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini sering kali mempengaruhi kualitas karya yang dihasilkan, karena penulis mungkin lebih fokus pada kuantitas dan popularitas daripada kedalaman narasi atau pengembangan karakter (Candra, 2020). Karya sastra digital yang terbit secara cepat sering kali cenderung mengabaikan aspek-aspek penting dalam pembuatan cerita yang kompleks, seperti tema sosial yang mendalam atau pembangunan karakter yang matang.

Tantangan lainnya adalah maraknya fenomena plagiarism atau penjiplakan karya dalam dunia sastra digital. Karena karya sastra digital sangat mudah diakses dan dibagikan melalui internet, penyebaran karya yang tidak orisinal atau plagiat menjadi lebih sulit dikendalikan. Hal ini merusak integritas karya sastra digital dan mengurangi kualitas keseluruhan dari karya yang dipublikasikan di platform-platform digital. Karya sastra yang seharusnya menjadi medium untuk mengungkapkan ide-ide baru malah seringkali disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab (Wulandari, 2022). Penulis dan platform harus bekerja sama untuk mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi karya sastra digital.

Selain itu, tantangan dalam menjaga integritas sastra digital juga datang dari pengaruh komersialisasi dan tekanan pasar. Banyak penulis sastra digital merasa tertekan untuk menghasilkan karya yang populer dan cepat laku, yang dapat menarik perhatian audiens dengan jumlah pembaca yang besar. Hal ini sering kali mengarah pada penulisan karya yang lebih dangkal dan mengabaikan tema-tema yang lebih kritis atau mendalam. Di sisi lain, penulis yang ingin mempertahankan kualitas karya mereka sering kali terhambat oleh algoritma platform yang lebih mementingkan popularitas dan volume pembaca daripada kedalaman sastra itu sendiri (Hartanto & Sari, 2021).

Sastra digital juga menghadapi tantangan dalam hal pembatasan bentuk dan format. Platform-platform seperti Wattpad atau Instagram mengutamakan cerita yang mudah dibaca dan bisa diselesaikan dalam waktu singkat, sementara karya sastra yang lebih panjang dan kompleks kurang diminati. Ini mempengaruhi penulis dalam memilih jenis cerita yang akan mereka tulis, sering kali memilih cerita pendek yang ringan, tanpa menyentuh tema yang lebih berat atau kontemplatif. Oleh karena itu, keberagaman tema dan kualitas cerita dapat terpengaruh oleh kebutuhan untuk menghasilkan karya yang sesuai dengan selera audiens yang lebih suka membaca secara cepat dan efisien (Putra, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun