Kita semua tahu bahwa negara-negara yang ada di dunia ini memiliki hak untuk merdeka dan berdaulat. Hampir seluruh negara yang ada di muka bumi ini menghadapi suatu konflik berskala besar, yaitu perang. Perang tidak semudah itu untuk dideklarasikan oleh suatu negara, terdapat banyak sekali faktor yang membuat suatu negara ini mendeklarasikan perang, seperti dikarenakan negara ini ingin bersaing dalam hal perekonomian, menguasai sumber daya dan pasar bisnis internasional, selain itu terdapat juga faktor lainnya seperti nasionalisme, militer, imperialisme, aliansi internasional, perbedaan ideologi dan masih banyak lagi. Intinya, suatu negara mendeklarasikan perang untuk memperkuat ataupun mencari keuntungan bagi negara tersebut.Â
Saat ini, terdapat sebuah konflik ataupun isu yang sedang berlangsung dan hangat diperbincangkan di dunia internasional, masih terdapat negara-negara yang berperang, bahkan telah berlangsung selama 40 tahun lamanya, yaitu konflik antara Hizbullah dengan Israel yang akan menjadi topik besar pembahasan esai saya kali ini. Pasti banyak dari kita yang mengetahui konflik antara kedua negara ini dan mungkin ada juga yang belum mengetahui tentang bagaimana konflik ini bermula hingga menyebabkan perang yang berlangsung hingga 40 tahun lamanya. Perlu diketahui bahwa beberapa pekan lalu, konflik ini semakin memanas dan masih berlanjut hingga kini, bahkan salah satu dari negara ini sempat melakukan ataupun merencanakan eskalasi berskala besar. Pastinya hal ini juga menimbulkan respon internasional, terutama negara yang memiliki hubungan diplomasi dengan negara tersebut ataupun negara yang terletak di sekitarnya.Â
Pada Juni tahun 1982, Israel menginvasi Lebanon, peristiwa ini menjadi akar dari konflik antara Hizbullah dan Israel. Invasi yang dilakukan Israel ini bukan tanpa sebab, Israel menginvasi Lebanon sebagai bentuk respon atas serangan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan menyebabkan PBB menempatkan pasukan perdamaian UNIFIL yang dibentuk untuk memastikan penarikan diri pasukan Israel, memulihkan kembali perdamaian dan keamanan internasional serta membantu pemerintah Lebanon untuk menegakkan Kembali wewenangnya di perbatasan Lebanon-Israel. PLO adalah sebuah organisasi politik yang didirikan pada tahun 1964, PLO bertujuan untuk membebaskan rakyat Palestina, menghapus kekuasaan Israel yang ada di Palestina dan menjadi penentu nasib Palestina itu sendiri. Pada tahun 1974, PLO resmi diakui oleh PBB sebagai satu satunya organisasi politik yang sah untuk mewakili rakyat Palestina. Invasi yang dilakukan Israel pada saat itu tidak hanya disebabkan oleh PLO saja, terdapat banyak faktor yang menyebabkan Israel menginvasi Lebanon, salah satunya dikarenakan intervensi militer. Setelah perjanjian damai Israel-Mesir pada tahun 1979, Israel merasa lebih bebas untuk menghancurkan PLO yang ada di Lebanon. Minister of Defense, Ariel Sharon, diyakini sebagai tokoh utama invasi ini, ia memiliki visi untuk menghancurkan PLO dan mengubah dinamika politik yang ada di Lebanon agar cenderung ke pro-Israel.Â
Hizbullah lahir dari reaksi pendudukan Israel di Lebanon, Hizbullah didirikan pada tahun 1982, yang dimana saat itu bersamaan dengan invasi Israel ke Lebanon. Hizbullah didirikan oleh para pemimpin muslim syiah di Lebanon dengan adanya dukungan dari Iran. Organisasi ini bisa dibilang sebagai kontra dari Israel, Hizbullah memiliki misi untuk melawan Israel dan mempertahankan hak hak rakyat Palestina. Singkatnya, objektif dari Hizbullah ini adalah untuk menghancurkan dan menentang kekuatan militer Israel dan mengakhiri okupasi, invasi ataupun dominasi di Lebanon. Hizbullah didukung oleh Iran dikarenakan sejalan dengan Lebanon, Iran memberikan dukungan kepada Hizbullah dalam segi militer seperti senjata, pelatihan militer serta logistik operasional. Tidak hanya itu, dalam segi ideologi, Hizbullah dan Iran sama sama menganut ideologi Anti-Zionisme, yang kita semua ketahui bahwa Israel memiliki idelogi Zionisme, Iran berpegang teguh terhadap ideologi Anti-Zionisme ini untuk mendukung rakyat rakyat Palestina.Â
Diantara tahun 1982-1986, tepatnya pada 23 Oktober 1983, terjadi pengeboman barak pasukan penjaga perdamaian AS dan Prancis di Beirut, Lebanon yang menewaskan lebih dari 300 orang. Tidak hanya sampai disitu, pada Juli 2006, konflik antara Israel dan Hizbullah masih berlanjut bahkan semakin memanas. Dalam pertempuran 34 hari ini, sekitar 1200 warga Lebanon tewas, Sebagian besar adalah warga sipil dan Israel juga kehilangan 158 orang yang sebagian besar adalah tentara. Konflik ini mengukuhkan peran Hizbullah sebagai garda terdepan bagi Lebanon. Untuk mengakhiri konflik tersebut, pada tanggal 14 Agustus 2006, PBB memberlakukan Resolusi Nomor 1701, resolusi tersebut berisi tentang gencatan senjata yang harus dilakukan dan oleh kedua pihak (Israel dan Lebanon), membentuk zona demiliterisasi antara Garis Biru (Garis Biru adalah batas teritorial antara lebanon dan Israel) dan Sungai Litani, persenjataan militer dan sejenisnya di area tersebut hanya boleh dilakukan angkatan bersenjata Lebanon dan pasukan perdamaian PBB (UNIFIL). Secara resmi bahwa resolusi yang dikeluarkan PBB tersebut harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dengan diberlakukannya resolusi ini dapat dijadikan sebagai momentum ataupun kesempatan yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak untuk bernegosiasi, proses ini didampingi oleh UNIFIL sebagai pihak ketiga. Tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat pihak yang melanggar resolusi ini beberapa hari setelah ditetapkan, seperti Israel yang masih berada di wilayah teritorial Lebanon setelah resolusi ini ditanda tangani.Â
Dengan ini bisa disimpulkan terkait konflik ini bahwa, PBB telah mengeluarkan dan menetapkan Resolusi Nomor 1701 dengan tujuan menghentikan konflik antara Israel dan Hizbullah dengan berbagai macam cara, tidak hanya PBB yang terlibat dalam hal ini, UNIFIL juga ditugaskan untuk mengawasi pelaksanaan resolusi PBB yang harus dipatuhi kedua belah pihak, berbagai upaya negosiasi telah dikerahkan tetapi masih terjadi beberapa pelanggaran setelah ditetapkannya resolusi ini seperti pelanggaran batas teritorial dan penyerangan terhadap penduduk sipil. PBB dibantu organisasi-organisasi internasional lainnya dalam menyusun, mengawasi dan mengatasi resolusi dari konflik ini, konsep resolusi konflik pun diterapkan PBB dalam menyelesaikan konflik ini seperti teknik peacekeeping operation, peacemaking, dan peacebuilding.
Hingga kini, konflik Israel-Hizbullah masih berlanjut bahkan semakin intens dan kompleks dibanding tahun tahun sebelumnya, pada tanggal 17 September 2024, eskalasi militer dilakukan oleh Israel terhadap Lebanon, Israel meledakkan pagar yang menargetkan alat komunikasi di seluruh Lebanon, hal ini menyebabkan 37 kematian dan sekitar 2.900 korban terluka, ledakan ini dicurigai oleh Lebanon sebagai pertanda perang meskipun Israel belum mengklaim bertanggung jawab atas persoalan ini. Hizbullah tidak tinggal diam, Hizbullah merespon serangan tersebut dengan meluncurkan serangan drone dan rudal ke Israel, hingga menyebabkan beberapa tentara Israel terluka. Israel menanggapi serangan Hizbullah dengan sangat serius, Israel kembali meluncurkan serangan massal ke Lebanon, serangan ini menyebabkan korban jiwa yang signifikan, sebanyak 558 kematian dan lebih dari 1.800 cidera pada tanggal 23 September 2024. Pada tanggal 30 September kemarin, Israel kembali menginvasi Lebanon dengan menargetkan serangan kepada infrastruktur milik Hizbullah, invasi ini menyebabkan hampir satu juta warga sipil mengungsi dan sekitar 1000 korban jiwa. Dengan demikian, konflik antara Hizbullah dengan Israel semakin intens dan pihak-pihak tersebut berpotensi melakukan eskalasi militer berskala besar dengan banyak korban jiwa dan warga sipil yang mengungsi.Â
Menurut analisis saya, peristiwa-peristiwa tersebut dapat dikaitkan dengan konsep yang ada di Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, seperti: Aktor Negara; Konsep negara telah diakui sejak Perjanjian Westphalia pada tahun 1648, dalam konflik diatas, terdapat beberapa aktor negara yang terlibat, seperti Israel, Lebanon, Palestina, dan Iran. Aktor non-negara; Terdapat 4 jenis aktor non-negara, dalam konflik yang telah saya uraikan diatas, aktor non-negara yang terlibat adalah PBB sebagai International Governmental Organization (IGO). Strategi Penangkalan (Deterrence); Detterence adalah strategi untuk mencegah agresi dari pihak lawan dengan menunjukkan kekuatan ataupun ancaman serangan balasan yang signifikan, dalam konflik diatas, Israel memiliki sistem pertahanan yaitu Iron Dome untuk mencegah serangan roket dari Hizbullah, walaupun Iron Dome tidak sepenuhnya efektif dalam menahan serangan. Dengan menunjukkan kemampuan pertahanan ini, Hizbullah mungkin berpikir dua kali sebelum merespon serangan dari Israel. Perimbangan Kekuatan (Balance of Power); BoP merujuk pada kondisi dimana kekuatan militer dan politik negara-negara seimbang demi mencegah dominasi satu negara atas negara lain, dalam konflik ini Israel miliki kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan Hizbullah. Namun, Hizbullah memiliki kemampuan untuk menyerang balik dengan serangan roket dan operasi-operasi lainnya seperti yang telah terjadi belakangan ini. Liberalisme; Liberalisme menekankan pentingnya kerjasama dan organisasi internasional dalam mengatasi konflik ini, seperti upaya PBB dibantu organisasi lainnya dalam merancang resolusi konflik antara Israel dengan Hizbullah. Security Dillema; Konsep ini adalah kondisi dimana suatu negara meningkatkan kekuatan pertahanan militernya karena negara ini merasa terancam dengan negara lain yang sedang meningkatkan kekuatan militernya, entah untuk meningkatkan pertahanan entah untuk mempersiapkan peperangan, hal ini menyebabkan keambiguan bagi negara disekitarnya. Self Help; Ketika Hizbullah meluncurkan roket ke Israel, Israel menggunakan pertahanan Iron Dome untuk menanggulangi serangan tersebut. Ini dapat dianggap sebagai self defense yang efektif bagi Israel untuk mempertahankan negaranya. Diplomasi; Dalam konflik ini, peran diplomasi sangat vital, seperti upaya PBB membuat Resolusi Nomor 1701 untuk menghentikan konflik dengan melakukan berbagai negosiasi dan gencatan senjata yang harus dipatuhi pihak-pihak terlibat.Â
Konflik Israel-Hizbullah menunjukkan betapa pentingnya pengaruh dan peran aktor negara maupun non-negara dalam konflik ini. Secara garis besar, Hizbullah menerapkan konsep Balance of Power untuk menyeimbangkan kekuatan militer Israel dengan bantuan dari Iran dan Israel yang menerapkan konsep deterrence untuk mencegah serangan balasan. Selain itu, diplomasi dan negosiasi berperan penting dalam konflik ini, seperti PBB yang membuat Resolusi Nomor 1701 untuk meredakan konflik meskipun seringkali terdapat tantangan dalam pengimplementasiannya. Dengan demikian, analisis konflik ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang mendalam dan kompleks dalam Hubungan Internasional di Timur Tengah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H