Mohon tunggu...
Chesalestyn
Chesalestyn Mohon Tunggu... Bidan - Fac Tantum Incipias, Sponte disertus Eris...

Sedang Berkutat di dimensi Hukum Kesehatan Unika Soegijapranata Semarang.... Pencari recehan, suka receh tapi ga receh, garing. penyuka anjing mutlak

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Standar Bahagia yang Sehat Itu yang Bagaimana?

15 November 2020   03:34 Diperbarui: 15 November 2020   04:02 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Baru-baru ini, entah valid atau tidak, entah sudah lama atau baru saja terjadi, banyak orang baru menyadari bahwa banyaknya pencapaian tidak menjamin kebahagiaan. Saat mendapatkan pekerjaan baru, naik jabatan, saat makan makanan enak, saat mampu beli tas baru yang keren dan sedang trendi saat itu, atau saat dapat nilai bagus, menjadi jawara kelas atau tingkat universitas kita merasa bahagia.

Katanya sih, perasaan bahagia itu disebabkan hormon Dopamin. Hormon ini disekresi saat kita "mencapai" sesuatu dan bertugas menentukan perasaan senang dan bahagia. Namun yg jadi masalahnya sekarang ialah, dopamin hanya bereaksi satu kali terhadap sebuah rangsangan. Itulah sebabnya euforia akan sesuatu tidak bertahan lama dan bisa jadi raib seketika. Demi tercapainya efek dari si Dopamin ini, kita dituntut untuk Terus-menerus meraih pencapaian yang lebih tinggi dan akibatnya si dopamin menimbulkan reaksi "nagih atau serakah"(?) yang tidak pernah ada habisnya. Jadi saya simpulkan si Dopamin ini euforiaa bahagia yang belum seimbang alias timpang. 

Disisi lain, ada jenis kebahagiaan "lembut" yang kita rasakan saat hati kita tenang, saat meditasi, saat sedang berjalan diantara pepohonan, atau saat sedang menghirup udara segar dipagi hari. Nah, hormon yang bergerak keluar pada saat itu adalah Serotonin. Hormon ini  memberikan efek adanya rasa syukur dan berpuas diri untuk semua pencapaian yang sudah dimiliki. inilah yang disebut "Serotonin-Driven-Life".

Untuk Berbahagia, diperlukan keselarasan antara Dopamin dan Serotonin. 

Pencapaian tanpa rasa syukur akan terasa melahkan,sedangkan rasa syukur tanpa prestasi bersifat in-kompeten. 

Hidup bisa berbeda-beda, tergantung bagaimana kita menyikapi pilihan yang ada. Namun satu hal yang kusadari setelah sakit, Hidup kadang memerlukan kelonggaran, tidak masalah sedikit bermurah hati pada diri sendiri. Kelapangan yang selaras dengan Keikhlasan adalah Harta karun Kehidupan. 

Sehat selalu Gaes.. :) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun