Mohon tunggu...
Cheril HidayatiNurmala
Cheril HidayatiNurmala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung prodi Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Insentif Pajak untuk Kendaraan Bermotor Listrik: Lebih dari Manfaat bagi Kalangan Atas

17 November 2024   19:47 Diperbarui: 18 November 2024   18:00 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang bersumber dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, jumlah kendaraan bermotor di Tanah Air pada Februari 2024 tercatat mengalami pertumbuhan yang signifikan, yakni mencapai angka 157.080.504 unit.

Memang tak bisa dipungkiri, keberadaan kendaraan bermotor memberikan dampak positif dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya menjadikan mobilitas individu maupun barang antar wilayah menjadi lebih mudah. Namun, dengan tingginya jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar fosil (BBM), tentu muncul berbagai masalah seperti meningkatnya emisi karbon, polusi, dan ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan. Bahkan, menurut Global Carbon Project tahun 2023 Indonesia menduduki posisi ke tujuh sebagai negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia dengan penyumbang emisi terbesar berasal dari sektor energi. Sektor ini menyumbang hingga 50,6%  atau 1 gigaton emisi karbon.

Menghadapi permasalahan ini, pemerintah mulai gencar untuk mengarahkan pembangunan menuju konsep berkelanjutan (sustainability). Kementerian Keuangan selaku bagian dari pemerintahan juga ikut andil dalam mendukung penggunaan energi bersih melalui instumen kebijakan fiskal. Berbagai insentif perpajakan juga sudah diberikan kepada masyarakat, salah satunya yang tertuang dalam PMK nomor 8 Tahun 2024 tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Roda Empat dan Bus Tertentu.

"Kebijakan ini merupakan turunan dari Peraturan Presiden nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi listrik. Peraturan ini juga linier dengan komitmen pemerintah dalam Perjanjian Paris 2016 untuk mendukung upaya global dalam menghadapi perubahan iklim dan mengurangi kenaikan suhu rata-rata global." kata Imaduddin Zauki dalam acara Webinar Online Tax Edu Series Episode 17 yang diselenggarakan oleh Tax Center Unair, Sabtu (26/10/2024).

Selama ini pajak sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal memang lebih dikenal dengan fungsi budgetair, yaitu sebagai sumber utama penerimaan negara untuk menopang APBN. Namun, pajak juga memiliki fungsi penting lainnya dalam menciptakan stabilitas dan kesejahteraan nasional, yaitu fungsi regulerend atau pengaturan. Dalam konteks PMK nomor 8 Tahun 2024, fungsi regulerend digunakan untuk mendorong minat beli masyarakat atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai  dan mempercepat peralihan penggunaan bahan bakar fosil.

Lalu, apa isi dari PMK No. 8 Tahun 2024?

Substansi dari PMK nomor 8 Tahun 2024 ini adalah memberikan insentif berupa PPN (Pajak Pertambahan Nilai) ditanggung pemerintah terhadap penyerahan kendaraan bermotor listrik roda empat dan bus tertentu. Maksudnya, pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah ini tidak untuk semua jenis kendaraan bermotor listrik, tetapi hanya kendaraan roda empat dan bus listrik saja, serta memenuhi beberapa kriteria yang ditetetapkan oleh Kementerian Perindustrian berikut:

  • Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai roda empat tertentu dengan nilai TKDN minimum sebesar 40%.
  • Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus tertentu dengan nilai TKDN minimum sebesar 40% (empat puluh persen).
  • Kendaraan Bermotor Listrik berbasis baterai bus tertentu dengan nilai TKDN minimum sebesar 20% (dua puluh persen) sampai dengan kurang dari 40% (empat puluh persen).

Pemberlakuan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) sebesar 40% ini artinya ada keharusan penggunaan komponen dalam negeri. Untuk kendaraan yang semua komponennya dari luar negeri pastinya tidak mendapat insentif PPN ditanggung pemerintah. Dengan adanya batasan 40% ini, kendaraan listrik roda empat dan bus listrik mau tidak mau harus menggunakan komponen dalam negeri.

Sebenarnya, insentif serupa sudah diterapkan pada tahun 2023 yang diatur dalam PMK Nomor 38/2023. Pemerintah lantas melanjutkannya di tahun 2024 karena dinilai memberikan dampak positif terhadap penjualan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat di Indonesia. 

Zauki mencontohkan dua perusahaan yang berhasil menaikkan penjualannya setelah diterbitkannya PMK Nomor 38 tahun 2023 yaitu PT Hyundai Motor Manufaktur Indonesia dengan mobil merk Hyundai Ioniq 5 dan PT SGMW Motor Indonesia dengan Wuling Air EV. Sebelum adanya PMK ini, penjualan mobil pada bulan Januari 2023 kurang dari 300 unit, namun setelah penerapan kebijakan PPN ditanggung pemerintah, penjualan meningkat hingga mencapai 1.000 unit pada Mei 2023.  

Melalui PMK nomor 8 Tahun 2024 ini, tarif PPN di Indonesia yang normalnya 11% dipangkas hanya menjadi 1%. Untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai roda empat dan bus listrik dengan TKDN minimum 40% mendapatkan potongan PPN sebesar 10%, sehingga konsumen hanya membayar PPN sebesar 1%. Sedangkan untuk bus listrik yang memiliki TKDN sebesar 20% hingga kurang dari 40% hanya mendapatkan insentif sebesar 5% dan yang 6% ditanggung oleh konsumen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun