Mohon tunggu...
Cheppy BayuAdam
Cheppy BayuAdam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Travelling tapi gak ada uang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Zina Mushon dalam Konteks Hukum Perdata di Indonesia

28 Juni 2022   17:56 Diperbarui: 28 Juni 2022   17:59 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara normatif hal ini diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa "barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk dikawin dihukum penjara selama- lamanya sembilan tahun."Berangkat dari persoalan kasus tersebut didalam fiqh jinayah dijelaskan perzinaaan dianggap sebagai suatu perbuatan yang sangat terkutuk dan dianggap sebagai jarimah. Pendapat ini disepakati oleh ulama, kecuali perbedaan pada hukumannya. 

Menurut sebagian ulama tanpa memandang pelakunya, baik dilakukan oleh orang yang belum menikah atau orang yang telah menikah, selama persetubuhan tersebut berada diluar kerangka pernikahan, hal ini disebut sebagai zinaa dan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, walupun dilakukan secara suka rela atau suka sama suka. Meskipun perbuatan tersebut dianggap tidak ada yang merasa dirugikan. 

Dalam fiqh jinayah dijelaskan bahwa tidak ada hukuman atas anak di bawah umur yang menyetubuhi perempuan ajnabiy (bukan istri dan hamba) karena tidak ada kepatutan hukum atas keduanya. Anak di bawah umur tidak boleh dijatuhi hukuman hudud kecuali setelah dewasa. Akan tetapi, anak di bawah umur harus di ta'zirr atas perbuatannya jika ia mumayiz. 

Sementara itu jumhur ulama mengatakan orang yang berzinaa dengan anak perempuan yang masih kecil yang susah memungkinkan untuk disetubuhi tetap dikenai hukuman hadd, meskipun si anak perempuan tidak berstatus mukallaf. Karena pelaku sudah bisa dikatakan sebagai pelaku zinaa dan bisa dikenai hukuman hadd. 

Sedangkan anak perempuan di bawah umur tidak bisa dikatakan telah berzinaa dan belum bisa dikenai hukuman hadd. Para fukaha berbeda pendapat soal perempuan yang disetubuhi anak di bawah umur. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa perempuan yang di setubuhi sebagai anak yang di bawah umur tidak wajib dijatuhi hukuman hudud walaupun dia rela, tetapi dia wajib dita'zirr. 

Alasannya, hukuman hudud wajib atas perempuan bukan karena dia berzinaa melainkan perbuatan zinaa tidak ada padanya karena dia disetubuhi bukan menyetubuhi. Penamaan Al-Qur'an sebagai perempuan zinaa adalah majaz, bukan hakikat. Ia wajib dijatuhi hukuman hudud kalau ia menjadi objek zinaa, sedangkan perbuatan anak di bawah umur tidak dianggap zina. Jadi, perempuan tersebut tidak dianggap orang yang menjadi objek zina

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun