Mohon tunggu...
chen siauw
chen siauw Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Sosial

Hobi membaca terutama topik-topik humaniora, dan mencoba menulis untuk menyalurkan ide, gagasan agar berguna bagi yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Love

Etiskah?

17 Mei 2023   11:27 Diperbarui: 17 Mei 2023   11:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang influencer dan pebisnis bernama Poncho de Nigris, di Meksiko, menjual embrionya dengan harga fantastis. Dia mengklaim embrio yang dimilikinya itu akan menghasilkan keturunan dengan gen hebat alias bibit unggul. 

Poncho menawarkan dua embrio yang masing-masing dihargai USD 2 juta atau sekitar Rp 29,8 miliar. Harga tersebut diperuntukkan siapa pun yang tak bisa memiliki anak namun berkeinginan memiliki bayi berparas rupawan, (kutipan artikel detikHealth, "Duh! Pria Ini Jual Embrio Seharga Rp 29,8 Miliar, Diklaim sebagai Bibit Unggul" selengkapnya https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6686364/duh-pria-ini-jual-embrio-seharga-rp-298-miliar-diklaim-sebagai-bibit-unggul).

Kehadiran seorang anak adalah anugerah Tuhan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah, pernikahan menjadi paripurna saat buah hati hadir dalam keluarga. Apakah sebuah pernikahan menjadi kurang bahagia saat belum dikaruniai anak? Apakah etis membeli embrio seperti yang ditawarkan Poncho de Nigris? Kebahagiaan sebuah pernikahan secara umum dimaknai saat pasangan suami istri saling mengasihi, menghormati, secara ekonomi tercukupi, sang buah hati hadir mewarnai kehidupan keluarga, seringkali ini dikatakan sebuah pernikahan yang bahagia.

Kehadiran anak dalam pernikahan sepenuhnya pemberian Tuhan bagi setiap pasangan, saat belum diberikan anak bahkan mungkin sampai usia tua belum tentu keluarga tersebut (pasangan) tidak berbahagia. Jika dimaknai bahwa anak adalah anugerah pemberian Tuhan, saat pasangan belum dianugerahi anak mari maknai semua itu berada dalam kedaulatan Tuhan. 

Pasangan yang tidak memiliki anak bisa melakukan adopsi anak dengan resmi sesuai ketentuan hukum yang berlaku, Jika tidak berniat adopsi, pasangan bisa mengisi hari-hari mereka melayani dengan sukarela pendidikan anak-anak usia dini, aktifitas di panti asuhan misalnya; menemani anak-anak rekreasi bersama ke tempat tertentu, mengajar ketrampilan musik, menggambar, merangkai bunga dan beragam aktifitas lainnya, memberi dukungan finansial bagi mereka yang membutuhkan biaya pendidikan. 

Maknai dengan kejernihan hati saat pasangan belum dikaruniai anak oleh-Nya, bukan berarti pasangan menjadi tidak bahagia, dengan belum hadirnya sang buah hati justru kita diberikan kesempatan oleh-Nya untuk berbagi dan mengasihi anak-anak yang lain. Bukankah dengan mengasihi merupakan kebahagiaan. Bagi yang dikaruniai anak, bersyukur atas pemberian dan kepercayaan dari-Nya. Lakukan dengan segenap hati apapun yang terbaik bagi buah hati sebagai wujud syukur dan kepercayaan dari-Nya.

Karena anak adalah pemberian Tuhan bagi setiap pasangan, maka apapun upaya pasangan untuk mendapatkan anak selama berjalan wajar tidak bertentangan dengan kaidah agama dan hukum wajib dilakukan. Menjual embrio bisa diartikan menjual manusia, jika embrio pada akhirnya bertumbuh menjadi bayi (manusia). Secara hukum jelas tidak diperkenankan memperdagangkan manusia apapun bentuknya, sejatinya manusia adalah mahkluk ciptaan-Nya yang paling mulia, bukan benda atau makhluk lainnya yang bisa diperdagangkan.

Bagaimana dengan pembeli embrio, apakah juga etis? Jelas secara hukum pihak penjual dan pembeli tidak diperkenankan, secara kaidah agama jelas tidak etis, karena sesungguhnya anak-anak adalah milik pusaka Tuhan, sebagai milik Tuhan sangat tidak etis memperdagangkannya. Lebih baik jika embrio tersebut dibesarkan oleh pasangan yang sah sebagai suami istri, dirawat dan dikasihi sebagai anak.

 Jika misalnya dikemudian hari ada keluarga yang belum memiliki anak, dan keluarga yang melahirkan tersebut berkenan (ikhlas) di adopsi karena pertimbangan yang logis, tidak bertentangan dengan kaidah agama dan hukum hal ini etis dilakukan. Proses adopsi sesuai ketentuan hukum menjamin hak-hak anak terpenuhi, demikian juga status anak  jelas secara hukum.

Hati-hati dan senantiasa pertimbangkan apapun dengan bijak  apakah yang kita lakukan bertentangan dengan kaidah agama dan hukum yang berlaku, terlebih sang buah hati adalah pemberian-Nya, milik-Nya yang dipercayakan kepada kita.

Tangerang,  17 Mei 2023

Chen Siauw

Mahasiswa Pascasarjana Magister Ministri

STT Amanat Agung-Jakarta

Email : siauwchen15@gmail.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun