Mohon tunggu...
Chelvia Ch. Meizar
Chelvia Ch. Meizar Mohon Tunggu... -

Hanya orang biasa yang melakukan hal-hal biasa. Ibu dari 4 anak. Penulis skenario dan penulis buku. Punya banyak mimpi dan mencoba merealisasikannya satu demi satu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Usut Tuntas Kasus JIS (1): Gay, Sodomi, dan Pedofilia

2 Mei 2016   05:35 Diperbarui: 2 Mei 2016   06:47 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok kedua pedofilia adalah melakukannya untuk bisnis. Dalam kasus ini, banyak terungkap fakta yang mengerikan. Baik di dunia mau pun di Indonesia. Korban pedofilia kebanyakan terdapat di negara-negara dunia ketiga  dengan ekonomi lemah.  Salah satu negara yang paling besar korban pedofilianya adalah Fiilipina. 

Pihak berwenang mengungkap,  terdapat jaringan bisnis pedofilia  yang mencegangkan dengan perputaran uang jutaan dollar.  Terbanyak adalah di kawasan Ibaobao, Filipina Selatan.  Ibaobao merupakan sebuah desa nelayan dengan jalan berbatu, dikelilingi pohon kelapa dan gereja. Di sini, semua orang saling mengenal. Ikatan keluarga dan masyarakat mendominasi struktur sosial. Saking kuatnya, rahasia bisa tersimpan selamanya.

Di bilik-bilik bambu dan rumah bertembok batu bata berhias patung Bunda Maria, anak-anak terbiasa melakukan adegan seksual di depan kamera. Mereka dipaksa oleh tetangga atau bahkan orangtua sendiri. Video yang pembuatannya dibayai oleh kaumpedofiliadari seluruh dunia itu disiarkan langsung via internet. Tarifnya hingga 100 US$ sekali tayang. Penduduk yang dulu melaut pun kini banyak yang berubah profesi menggotong kabel atau memanggul lampu.

Ibabao yang dulu dikenal  sebagai  desa nelayan, kini menjelma menjadi neraka cabul buat anak-anak. Mereka telah menerima prostitusi anak sebagai sesuatu yang lumrah. "Penduduk desa biasa menutup mulut jika kepolisian mencoba mengusut," tutur Dolores Alforte, anggota Komnas Anak-anak  Filipina.

Polisi misalnya mengeluhkan, orangtua atau saudara korban menganggap biasa bahwa anaknya melakukan adegan seksual di depan kamera. Mereka berdalih hal tersebut tidak bisa disamakan dengan prostitusi karena tidak adanya hubungan badan secara langsung.

Dan Ibabao bukan kasus unik di Filipina. Wisata sex virtual sedang menggeliat di Asia Tenggara. Filipina, Kamboja dan bahkan Indonesia tergolong negara yang paling banyak menawarkan layanan cabul semacam itu. Organisasi HAM memprediksi jumlah bocah yang dijadikan budak seks di Filipina mencapai puluhan ribu. Fenomen muram di Filipina tidak terlepas dari tingginya minat konsumen di seluruh dunia.

Selain pertunjukan live show lewat internet, ada juga yang dibuat  film saja lalu dijual. Peter Sculy, seorang warna negara Australia ditangkap di Filipina dengan tuduhan pedofilia. Dia telah menjual film-film pedofilnya  di internet seharga 10.000 US$/eksekusi. Bahkan dia juga menerima pesanan untuk memerkosa anak-anak dengan imbalan khusus.  Bagian tergila dari Peter Sculy adalah ketika dia memerkosa anak berusia 18 bulan. Tentu saja  by order! Bisa dipastikan,  memang ada uang besar dibalik bisnis pedofilia ini. Pelanggannya terbatas dan kaya raya..transaksi keuangannya  dapat  diperoleh melalui transfer.

Sementara di Indonesia,  banyak warga Jepang datang ke Bali yang khusus untuk kepentingan bisnis di bidang ini. Di Jepang, iklan bisnis seks pedofilia di Bali cukup banyak. Kabarnya, sekali permainan dibayar  Rp 2,5 juta. Tidak tahu pemain anaknya dibayar berapa.  Memang saat ini belum ditemukan film pedofil di Bali, mengingat ‘begitu eksklusifnya’ para pelaku di dalamnya. Namun banyak yang mensinyalir, modusnya sama seperti di Filipina. Karena pesanannya biasanya dari orang-orang yang sama.

Jika pemerintah Indonesia mau belajar dari polisi Filipina, sebenarnya mudah saja melacak rekening koran orang-orang yang dicurigai. Karena bisnis seks pedofilia ini semua tergantung kepada transaksi keuangan on line, via kartu kredit atau debit rekening dan biasanya tercatat dengan baik.

Sumber :

http://www.dw.com/id/ribuan-bocah-filipina-dipaksa-layani-pedofil/a-19027252

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun