Mohon tunggu...
Faiza Arifatul Husna
Faiza Arifatul Husna Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Haii!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Media Social dalam Memperkuat Ketahanan Organisasi di Masa Krisis

4 September 2024   20:18 Diperbarui: 4 September 2024   20:32 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi media social (sumber: freepik.com)

Peran Media Sosial dalam Memperkuat Ketahanan Organisasi di Masa Krisis


Perkembangan teknologi informasi, terutama media sosial, telah membawa perubahan signifikan dalam cara organisasi menangani krisis. Dalam artikel "Opening Organizational Learning in Crisis Management: On the Affordances of Social Media" yang diterbitkan di Journal of Strategic Information Systems, oleh Eismann, Posegga, dan Fischbach (2021) membahas bagaimana media sosial dapat menjadi alat penting dalam proses pembelajaran organisasi selama manajemen krisis. Mereka menemukan bahwa media sosial memberikan berbagai affordances, atau peluang tindakan, yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi untuk memperkuat ketahanan dan adaptabilitas mereka dalam menghadapi situasi krisis.


Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak penelitian yang menunjukkan peran penting media sosial dalam manajemen krisis. Sebagai contoh, sebuah tinjauan literatur yang dilakukan oleh para penulis ini mencakup 128 makalah yang membahas bagaimana media sosial dapat membantu organisasi dalam berbagai aspek krisis, mulai dari mengumpulkan informasi hingga berkomunikasi dengan publik. Penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 80% organisasi menggunakan media sosial sebagai alat utama dalam respons krisis, dan penggunaan ini meningkat secara signifikan sejak tahun 2015 (Eismann et al., 2021).

Namun, meskipun potensi besar ini, penelitian sebelumnya lebih banyak berfokus pada penggunaan media sosial dalam fase tanggapan krisis, bukan pada bagaimana mereka dapat mendukung pembelajaran organisasi jangka panjang. Oleh karena itu, kontribusi utama artikel ini adalah menawarkan perspektif baru tentang bagaimana media sosial dapat membuka proses pembelajaran organisasi, memungkinkan mereka untuk tidak hanya merespons krisis secara efektif, tetapi juga belajar dari pengalaman krisis untuk meningkatkan kesiapan di masa depan.

Media sosial memberikan peluang untuk keterbukaan yang lebih besar, kolaborasi yang lebih luas, dan integrasi informasi dari berbagai sumber eksternal, yang semuanya penting dalam konteks manajemen krisis yang kompleks dan dinamis.

***
Penelitian yang dilakukan oleh Eismann et al (2021) mengungkapkan bahwa media sosial tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana pembelajaran organisasi dalam manajemen krisis. Berdasarkan tinjauan literatur mereka, media sosial menawarkan setidaknya tiga affordances utama yang dapat dimanfaatkan organisasi: internalisasi, eksternalisasi, dan kolaborasi.

Affordance pertama, internalisasi, merujuk pada kemampuan organisasi untuk mengakses sumber daya eksternal, seperti informasi dan pengetahuan yang dibagikan oleh pengguna non-organisasi selama krisis. Melalui monitoring arus informasi di media sosial, organisasi dapat memperoleh data real-time tentang situasi krisis, yang mungkin tidak dapat diakses melalui saluran informasi tradisional. Sebagai contoh, penelitian menemukan bahwa sekitar 70% dari organisasi menggunakan media sosial untuk memantau dan menganalisis data terkait krisis, seperti laporan kerusakan dan aktivitas masyarakat lokal (Eismann et al., 2021).

Affordance kedua, eksternalisasi, memungkinkan organisasi untuk berbagi informasi krisis dengan publik secara luas dan cepat. Media sosial memungkinkan organisasi untuk menyebarkan peringatan, instruksi, dan pembaruan situasi dalam hitungan detik, meningkatkan efektivitas komunikasi krisis. Penelitian menunjukkan bahwa organisasi yang menggunakan media sosial untuk eksternalisasi informasi selama krisis mengalami peningkatan kepatuhan publik terhadap arahan mereka hingga 50% dibandingkan dengan yang hanya mengandalkan media tradisional (Eismann et al., 2021).

Affordance ketiga, kolaborasi, membuka peluang bagi organisasi untuk bekerja sama dengan pengguna non-organisasi dalam merespons krisis. Media sosial memungkinkan kolaborasi yang lebih luas, termasuk dengan masyarakat, sukarelawan, dan pihak-pihak lain yang terlibat. Eismann et al. (2021) menunjukkan bahwa sekitar 60% organisasi yang memanfaatkan media sosial untuk kolaborasi selama krisis melaporkan peningkatan efisiensi dalam respons krisis, terutama dalam hal pengumpulan dan distribusi sumber daya.

Namun, meskipun banyak keuntungan yang ditawarkan oleh media sosial, penelitian ini juga mengingatkan akan tantangan yang harus dihadapi oleh organisasi. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana memanfaatkan affordances ini secara strategis dan terintegrasi dengan proses pembelajaran organisasi yang ada. Penggunaan media sosial yang tidak tepat dapat mengakibatkan overload informasi atau penyebaran informasi yang tidak akurat, yang justru dapat memperburuk situasi krisis.

Selain itu, organisasi perlu mengembangkan kemampuan untuk belajar dari setiap krisis yang terjadi. Ini mencakup proses evaluasi yang sistematis terhadap penggunaan media sosial selama krisis, serta penerapan pembelajaran yang didapat untuk meningkatkan kesiapan organisasi di masa depan. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya mengajukan konsep baru, tetapi juga menekankan pentingnya pendekatan yang lebih strategis dan terencana dalam penggunaan media sosial sebagai alat pembelajaran organisasi dalam manajemen krisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun