Mohon tunggu...
Che Ghele
Che Ghele Mohon Tunggu... Freelancer - Opini, Sastra, Budaya

Mempelajari Sastra Jepang sebagai sarana komunikasi global,pegiat literasi yang suka puisi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Fenomena Copy-Paste yang Mengasyikan

9 Agustus 2024   06:37 Diperbarui: 9 Agustus 2024   06:40 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"bingung bikin caption facebook bagus? Gampang tinggal copy-paste...."

"copy dulu baru paste"

Mari kita cari tahu dulu apa itu copy dan paste itu sendiri. Copy-paste berasal dari bahasa Inggris dari kata copy  (artinya salin) dan paste (artinya tempel). Copy -paste merupakan sebuah tindakan menyalin suatu data dan kemudian menempel (meletakannya) di suatu tempat yang diinginkan. Istilah copy-paste  yang biasanya disingkat "copas" inilah biasanya sering di pakai untuk menyalin teks atau dalam hal compare file tertentu.

Maraknya budaya Copy-paste bisa dilihat dari praktik para remaja di status-status media sosial. Postingan-postingan ini biasanya bukan berasal dari diri mereka, namun lebih ke budaya "copy-paste" dari yang satu ke yang lainnya. 

Sehingga tulisan-tulisan mereka pada dasarnya nyaris sama dan melulu itu-itu saja. Biasanya mereka juga  mengambil quotes-quotes modern dari penulis-penulis ternama seperti Fiersa Besari atau Tere Liye. 

Makin bagus caption-nya biasanya akan lebih banyak like dan comment-nya

Budaya menulis cenderung  menurun dan lebih marak budaya copy-paste, dimana remaja di manjakan dengan segala sesuatu yang instan dan serba modern. Remaja mulai ikut-mengikut dan kejar-mengejar caption agar tidak ketinggalan jaman. Status-status yang posting biasanya bernada guyon atau sarkas ke teman-nya yang lain sehingga kolom-kolom viral biasanya dijadikan halaman untuk sekedar eksis atau numpang tenar. 

Banyaknya konflik remaja yang marak sekarang ini adalah salah satu problem yang perlu di kaji lebih lanjut. Remaja yang kecanduan media sosial harus diamati dari perspektif yang berbeda termasuk dari bagaimana cara ia menulis status dan mempostingnya. 

Beberapa remaja yang mengalami kemunduran di sekolah atau remaja yang tidak "gaul" biasanya lebih tertarik bermedia dengan postingan-postingan biasa, tidak mencolok dan sedikit "curhat", sedangkan remaja-remaja "gaul" biasanya akan mencaption hal-hal yang sedikit lebay/berlebihan dengan foto-foto dan gaya-gaya alay.

Saya mulai merasa bahwa perlu adanya cara kreatif dimana remaja mulai menulis dan memposting status dari pikiran mereka sendiri. Ketika menulis saya mengamati, saya memproses sesuatu dan mengembangkan menjadi sebuah poin-poin pembelajaran untuk saya kembangkan. 

Karena sebagai guru, evaluasi diri dengan menulis adalah salah satu tolak ukur untuk menjadikan diri lebih baik lagi kedepanya. Proses menulis inilah yang ingin saya kembangkan di dalam kelas. Dimana ketertarikan dan spontanitas siswa dalam menulis sangat saya perhatikan.  

Ketika saya menjabarkan tentang menulis;saya telah mengajak mereka satu langkah untuk mencari ke dalam diri mereka sendiri. Sejauh mana mereka memahami sesuatu dan menuangkannya didalam tulisan. Menulis perlu dibentuk dan dibudayakan. Menjadikan menulis sebagai aktifitas rutin yang melatih siswa untuk kreatif berfikir dan menulis. 

Sebagai seorang pengajar, maka tindakan yang paling efektif adalah membiasakan siswa-siswa untuk menceritakan pengalaman pribadinya dalam bentuk tulisan, yang dikembangkan menjadi potongan-potongan kalimat dan dapat dibentuk menjadi quotes-quotes kreatif untuk dipamerkan di jejaring sosial. 

Menulis didalam aktifitas pembelajaran adalah hal yang biasa, karena KBM tanpa menulis adalah sesuatu yang janggal. Oleh karena itu peran guru dalam meningkatkan budaya menulis pada anak perlu ditingkatkan. Dimulai dari jam-jam wali kelas yang dilaksanakan 30 menit sebelum pembelajaran dimulai.

Siswa-siswi diminta untuk menuliskan pengalaman dan menceritakan apa saja semua hal yang pernah diamati,objek-objek yang pernah di temui dalam perjalanan mereka dari sekolah ke rumah, pengalaman pribadi mereka ketika mereka sedang membereskan rumah termasuk apa yang mereka lihat dalam mimpinya ketika mereka sedang tidur.

Pengalaman-pengalaman ini akan dituliskan sebagaimana adanya, tanpa intervensi dari guru. Artinya guru tidak turut campur dalam pengalaman mereka, sehingga proses menulis lebih mengalir dan lebih apa adanya. 

Tulisan-tulisan ini akan di kembangkan pada hari selanjutnya dimana guru meminta siswa memilah---milah kata kunci dari tulisan yang mereka buat. Misalnya ketika mereka membuat tentang rumahku; maka kata-kata yang kita ambil adalah lelah, bersih, tangan, rajin, ibu, piring kotor, air bersih dll. Ini adalah kata-kata yang akan kita kembangkan menjadi puisi-puisi sederhana tentang rumahku. 

Siswa diminta menjadikan kata-kata kunci itu sebagai puisi. Pengalaman ini memang terbilang sulit karena merangkai puisi seperti membuat potongan-potongan narasi pendek dan padat isinya. Pada saat inilah proses kreatif berfikir akan dimulai dimana siswa benar-benar mengandalkan pengetahuan membaca dan pengalaman menulis puisi sebelumnya. 

Guru akan mengarahkan teknik dan membantu beberapa kosakata yang diperlukan. Proses ini akan dimulai terus-menerus selama beberapa pertemuan. Setelah itu guru akan mulai memeriksa perkembangan tulisan dan meminta siswa untuk membacanya.

Guru harus memberikan contoh karangan pribadinya sebagai bahan pembanding, guru membacanya dengan memperhatikan pelafalan dan intonasi. Dan mulai meminta siswa untuk mempraktikan didepan kelas. 

Ini akan menjadi pembiasaan pada hari-hari sebelumnya dengan topik-topik yang berbeda dan perkembangan menulis akan jauh lebih pesat. Karna siswa-siswi akan mulai menemukan perspektif tulisan yang berbeda dari sebelumnya.

Sebagai media pembelajaran, guru perlu memberikan tips-tips menulis kreatif dan memberdayakan banyak referensi baik diperpustakaan maupun di luar sekolah. Siswa bisa belajar dan menulis dari mana saja dan melahirkan karya yang bukan sekedar copy paste namun benar-benar murni dari pengalaman individualis mereka sendiri. Semua harus dimulai dari diri sendiri.

 Banyaknya siswa-siswa yang mulai menulis kreatif akan membangun sebuah budaya baru yaitu budaya tidak asal ngekor, atau budaya "pengikut". Dengan menulis kreatif, siswa akan lebih percaya diri menceritakan apa yang mereka rasakan dari sudut pandang yang berbeda. 

Saya sebagai guru, saya ingin mengajak semua pelaku pendidikan. Ayo kita menulis! Ayo kita kembangkan narasi perspektif kita masing-masing. Dan menjadikan keseharian kita sebagai bahan refleksi melalu hasil karya tulis dan bahan untuk terus tumbuh dan berkembang.

Terima kasih,

Salam Literasi.

Ayo menulis!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun