Kurikulum memainkan peran penting dalam pendidikan karena kurikulum menjadi pedoman dan acuan dalam melaksanakan pembelajaran. Selain itu kurikulum juga menentukan arah dan tujuan pendidikan di suatu negara. Oleh karena itu, kurikulum memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan kemajuan pendidikan suatu negara. Tiap negara memiliki kebijakan kurikulum yang khas dan berbeda dengan negara lain. Dalam konteks pendidikan sains atau IPA, kurikulum tiap negara juga memiliki perbedaan dan kekhasan tersendiri. Ada kalanya, kita perlu belajar dari kurikulum di negara-negaja maju untuk dapat menjadikannya sebagai inspirasi guna meningkatkan kualitas pendidikan kita. Berbicara kurikulum IPA, negara-negara maju telah menyusun kurikulum IPA dengan berbagai pendekatan. Banyak yang dapat kita pelajari dari kurikulum IPA di negara-negara maju tersebut. Beberapa negara maju yang akan kita tinjau kurikulumnya ialah Queensland yang merupakan negara bagian Australia, Korea Selatan, dan Prancis. Kita akan melihat perbedaan kurikulum IPA dari ketiga negara tersebut untuk dapat kita jadikan inspirasi.
Kurikulum IPA di Negara Bagian Queensland
Kurikulum IPA di negara bagian Queensland, Australia, dirancang dengan pendekatan kontekstual yang memanfaatkan kekayaan biodiversitas lokal, seperti Great Barrier Reef sebagai bagian yang menyatu dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis pengalaman menjadi inti belajar, yang memungkinkan siswa untuk memahami konsep-konsep sains melalui eksplorasi lingkungan sekitar. Salah satu inovasi utama dalam kurikulum ini adalah integrasi STEM (Science Technology Engineering Mathematics) melalui program seperti Queensland Coding Academy, yang mempersiapkan siswa dengan keterampilan teknologi dan kolaborasi dalam proyek-proyek berbasis sains. Selain itu, Queensland juga menerapkan inisiatif Citizen Science, yang menghubungkan siswa dengan komunitas untuk meningkatkan literasi sains dan kesadaran terhadap peran sains dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini tidak hanya membekali siswa dengan pengetahuan, tetapi juga membangun keterampilan praktis dan relevansi sains dalam konteks global.
Kurikulum IPA di Korea Selatan
Di Korea Selatan, sains mulai diajarkan pada kelas 3 Sekolah Dasar di mana pembelajaran IPA bersifat umum hingga kelas 10, kemudian beralih ke spesialisasi seperti Fisika, Kimia, Biologi, dan Ilmu Bumi di kelas 11 dan 12. Filosofi pendidikan Korea Selatan, "Hongik Ingan", yang berarti kontribusi untuk kesejahteraan umat manusia, menjadi dasar utama dalam pengembangan kurikulumnya. Salah satu ciri khas pembelajaran IPA di Korea adalah pendekatan berbasis inkuiri, di mana siswa diajak melakukan observasi, eksperimen, dan diskusi untuk mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah ilmiah. Kompetensi inti seperti berpikir kreatif, komunikasi, dan manajemen diri juga menjadi fokus utama, seiring dengan penguatan STEAM (Science Technology Engineering Art and Mathematics) dalam aktivitas pembelajaran. Dengan pendekatan ini, kurikulum IPA Korea Selatan bertujuan menciptakan generasi yang seimbang secara intelektual dan sosial, serta mampu menjawab tantangan global dengan keterampilan sains yang mendalam.
Kurikulum IPA di Prancis
Prancis memiliki kurikulum IPA yang menekankan integrasi kompetensi ilmiah dan lintas disiplin sebagai bagian dari pendidikan nasional yang terstruktur. Pendidikan IPA dimulai sejak jenjang prasekolah hingga sekolah menengah atas, dengan topik-topik yang berkembang secara progresif, mulai dari ekosistem dan migrasi hewan hingga konsep fisika kuantum pada tingkat lanjut. Kurikulum Prancis juga menonjol dalam penerapan STEM (Science Technology Engineering and Mathematics) melalui proyek kolaboratif yang menggabungkan teori dengan praktik nyata, mendorong siswa untuk berpikir kritis dan memproses informasi secara mendalam. Penilaian keberhasilan siswa diukur melalui ujian nasional seperti Baccalaurat, yang menjadi tolok ukur selektif pada jenjang sekolah menengah atas. Dengan pendekatan ini, kurikulum IPA di Prancis bertujuan membentuk siswa yang tidak hanya kompeten secara akademis, tetapi juga mampu mengaplikasikan konsep sains dalam konteks kehidupan nyata.
Ketiga kurikulum ini menawarkan perspektif yang beragam tetapi memiliki tujuan yang sejatinya sama yakni membentuk sumber daya manusia yang unggul. Queensland menonjol dengan pembelajaran berbasis pengalaman dan inovasi STEM yang adaptif terhadap teknologi, Korea Selatan mengutamakan pendekatan inkuiri yang membangun keterampilan ilmiah dan kecakapan hidup serta pendekatan STEAM, dan Prancis menggabungkan kompetensi lintas disiplin melalui pendekatan teoritis dan proyek kolaboratif. Analisis perbandingan ini memberikan wawasan penting untuk merancang model pendidikan IPA yang holistik dan sesuai dengan kebutuhan lokal maupun global.
Referensi
Science Curriculum Objectives: Ministry of Education, Korea.
CSAT and National Assessment: Korea National Assessment Reports.