Pangkal penyebab kegaduhan kehidupan politik dan ketatanegaraan bangsa ini adalah adanya keinginan Istana untuk menerapkan dinasti politik dengan menggunakan _casing_ demokrasi.
Gerakan ilegal itu, sudah terlihat gejala awal penyakit untuk kekuasaan bertahan 3 periode. Gatot alias gagal total, di tawar menjadi perpanjangan masa kerja presiden 2 tahun. Gatot lagi.
Anti klimaks nya mengajukan Gibran ( anak sulung Presiden Jokowi) menjadi Cawapres yang digandeng Prabowo Subianto, senior Capres, menggendong Gibran sebagai wakilnya. Apa kepentingannya, sudah sangat jelas dan terang mendapatkan dukungan kekuasaan yagng sedang dikendalikan Jokowi. Prabowo punya pengalaman pahit  kalah Capres, karena yang dihadapi alat kekuasaan negara yang dikuasai Presiden Jokowi.
Fenomena yang jarang terjadi dalam ketatanegaraan negara demokratis, dimana Presiden dan saingan yang dikalahkan, bergandengan tangan menenteng anak Presiden sebagai Calon Wapres, menghadapi 2 Paslon Presiden lainnya. Begitu indahnya demokrasi ala Indonesia. Demokrasi terasa kerajaan.
Sekarang ini, sudah tidak ada lagi masukan lapisan masyarakat yang didengar Presiden Jokowi. Hatinya sudah tertutup untuk menerima masukan. Mungkin Allah yang  sudah menutup hatinya. Sekarang ini kita tinggal menunggu rencana Allah selanjutnya. Allah SWT, pasti mendengar suara hati rakyatnya yang sudah terluka dengan caranya sendiri yang siapapun makhluknya tidak akan berdaya melawannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H