Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pembangunan Infrastruktur Jangan Sampai Tersungkur

2 September 2022   00:47 Diperbarui: 2 September 2022   07:31 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibat penyaluran BBM subsidi yang salah sasaran, volume penjualan bahan bakar menjadi tak terkontrol. Hal itu yang kian memperberat APBN.

Ketika pemerintah menganggarkan subsidi dan kompensasi BBM Rp 502 triliun, kata Sri Mulyani, sudah ditetapkan volume BBM yang akan mendapatkan subsidi. Hingga akhir tahun 2022 ini sebelumnya dipatok kuota Pertalite adalah 23 juta kiloliter dan Solar 15,1 juta kiloliter. TEMPO.CO, Jakarta

Poin penting dari pernyataan Menkeu itu, Pertama; soal penerima manfaat subsidi BBM itu bukan saja orang miskin, tapi dinikmati oleh orang kaya bukanlah cerita baru, tapi sudah terjadi pada periode Presiden sebelumnya. 

Kedua; Menkeu seolah membuka kotak Pandora bahwa isi kotak Pandora itu para anggota Kabinet yang tidak mampu mengendalikan subsidi BBM sesuai dengan peruntukan. 

Ketiga; lemahnya basis data terpadu yang dimiliki Pemerintah sudah berlangsung cukup lama dan sampai sekarang pemerintah Jokowi juga belum mampu merapikan. 

Keempat; lemahnya pengendalian dan pengawasan distribusi BBM bersubsidi oleh Kementerian/Sektor terkait. 

Kelima; tidak ada masalah dengan subsidi barang. Asalkan pihak Pertamina sebagai penyalur tunggal menjalankan fungsi sosialnya sebagai BUMN. Tidak hanya mengedepankan omzet penjualan saja. 

Keenam; pertimbangan yang bersifat politis untuk menjaga stabilitas politik bukan saja pada masyarakat miskin tetapi kelompok menengah.

Apa yang disampaikan Sri Mulyani itu adalah persoalan Pemerintah yang dibuka lebar-lebar. Sama dengan persoalan harga minyak goreng yang melambung tinggi tidak bisa dikendalikan Pemerintah. 

Penyelesaian yang dilakukan menunjukkan semakin lemahnya peran Pemerintah yang punya wewenang "memerintah" siapa saja di Republik ini. Yakni memberikan subsidi minyak goreng yang menggerogoti APBN. Padahal kita punya puluhan juta hektar kelapa sawit, CPO melimpah. Ibarat ayam mati di lumbung padi. Terkesan Pemerintah tidak berdaya menghadapi oligarki minyak goreng di negeri ini.

Yang paling mutakhir, persoalan naiknya harga telur ayam minggu ini. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, mengatakan salah satu sebab karena Pemerintah belanja bansos salah satu itemnya adalah pembelian telur ayam. Mengakibatkan stok telur langka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun