Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BPOM Tanpa Apoteker

7 Juli 2022   12:05 Diperbarui: 7 Juli 2022   12:12 2723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Apa yang dapat kita simpulkan dari informasi diatas? BPOM untuk kebutuhan jabatan Pengawas Kefarmasian dan Makanan Ahli  Pertama, secara berurutan yang di prioritas adalah S1 *bukan* Farmasi/Apoteker. Profesi apoteker ditempatkan pada urutan paling akhir. Suatu kebijakan yang "menohok" profesi apoteker. Lebih ironi nya lagi yang tanda tangan Pengumuman itu Ketua Seleksinya seorang apoteker.  Hasilnya sudah dapat diduga, hanya sedikit sekali apoteker yang diterima,  untuk penempatan di 34 propinsi.

Bagaimana nanti kedepannya, jika lembaga pemerintah non kementerian yang mendapatkan tugas khusus untuk melakukan Pengawasan Obat dan Makanan, diurus oleh tenaga yang tidak kompeten dan profesional di bidang obat dan makanan? Bagaimana kita mengharapkan mutu obat dan makanan terjaga oleh orang yang tidak tepat?

Memang tidak ada jaminan pengawasan obat dan makanan berjalan dengan baik ditangan apoteker yang integritas dan moralitasnya rendah. Tetapi akan lebih remuk lagi jika ditangan mereka yang tidak berkompeten dan tidak profesional dibarengi dengan integritas  dan moralitas lebai.

Ka. BPOM Dr.Ir.Penny adalah ASN yang sebelumnya berkarier di Bappenas, seharusnya memahami dan mampu menjawab pertanyaan: Apakah kebijakan seperti pola zero apoteker di BPOM yang rumahnya apoteker/sarjana farmasi mengabdikan ilmu, profesi dan kompetensinya sudah tepat, dan sesuai dengan sistem Perencanaan yang harus mampu melihat perjalanan kelembagaan dan pengembangan program peningkatan mutu obat dan makanan 20 tahun kedepan?

Kalau kebijakan zero apoteker terus dilanjutkan, niscaya akan semakin banyak persoalan-persoalan obat dan makanan yang terjadi di masyarakat. Antara lain persoalan CPOB (cara pembuatan obat yang baik) di industri, kontrol izin edar obat dan makanan, penatalaksanaan obat dan makanan,  serta penetrasi obat-obat ilegal yang membahayakan masyarakat dan perekonomian Indonesia.

Sebagai penutup tulisan ini, apakah kebijakan zero apoteker untuk _recruitment_ CPNS BPOM tahun anggaran 2022 masih berlanjut? Teman saya bertelepon yang menginfokan soal itu menjawab "MASIH BERLANJUT".

Sudah saatnya organisasi profesi apoteker dan seluruh apoteker  bersikap atas isu zero apoteker di BPOM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun