Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

JHT untuk Siapa?

13 Februari 2022   00:12 Diperbarui: 14 Februari 2022   07:25 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu, kita dapat memahami kenapa Menaker mencabut Permenaker 19/2015, menggantinya dengan Permenaker 2/2022. Permenaker itu, substansinya sudah merujuk pada UU SJSN Pasal 37 dan PP 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT.

Apa yang Sebenarnya Terjadi di Masyarakat

Dari berbagai berita di media social, media elektronik/radio, komentar masyarakat bermacam-macam.  Intinya adalah kenapa JHT dibayarkan menunggu usia 56 tahun, kalau di PHK usia 30 tahun apa harus nunggu 26 tahun baru dapat JHT. 

Itu uang milik pekerja, bahkan ada narasumber dalam dialog pendengar di Elshinta malam ini -12/0/2022)  menyatakan uang JHT itu tidak ada pengembangannya. Jadi kalau awalnya uang JHT sebesar Rp. 10 juta, jika 10 tahun mendatang sudah usia pensiun mendapatkan JHT juga Rp. 10 juta.

Ada suatu krisis kepercayaan yang sedang terjadi kepada pemerintah (Kemenaker), dan imbasnya pada BPJS Ketenagakerjaan.  Situasi ini  tidak sehat dan harus diperbaiki.

Perlu ada penjelasan yang massif, komprehensif khususnya oleh Kemenaker dan seluruh jaringan BPJS Ketenagakerjaan di kantor cabang,  bahwa penetapan usia pensiun 56 tahun itu berdasarkan PP Nomor 45/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.  

Pasal 15 menyebutkan hal itu,  bahkan per 1 Januari 2019, menjadi 57 tahun dan akan bertambah 1 tahun setiap 3 tahun, sampai usia 65 tahun.  Tetapi pada Permenaker 2/2015, masih menetapkan usia pensiun 56 tahun.

Apakah memang BPJS Ketenagakerjaan, DJS (Dana Jaminan Sosial)nya sudah menipis, sehingga tidak bisa bayar JHT, dan harus diundur sampai usia 56 tahun?

Soal pengembangan dana JHT, setiap peserta dapat melihat di accountnya masing-masing, apakah uangnya berkembang atau tidak? Jika tidak, berarti BPJS Ketenagakerjaan melakukan fraud, dan harus dilaporkan kepada penegak hukum. Karena pihak BPJS Ketenagakerjaan  mengklaim  pengembangan dana JHT melampaui atau sekurang-kurangnya menyamai deposito bank. Setiap peserta bisa cek sendiri kalau saldonya masih ada. Tapi kalau sering diambil, sehingga saldonya kandas, bagaimana mengetahui pengembangannya?

Untuk menjawab pertanyaan buruh diatas,  BPK dan BPKP bisa memberikan penjelasan, karena lembaga itu secara rutin setiap tahun  memeriksa  BPJS Ketenagakerjaan  Silahkan BPK dan atau BPKP membuka hasil auditnya, dan apa opini yang diberikan.

Atau tanyakan kepada Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan  yang didalamnya ada unsur pekerja, dan pemberi kerja, pemerintah dan ahli jaminan sosial dan DJSN,  bagaimana hasil pemantauan  mereka atas DJS nya. Kedua Lembaga ini harus angkat bicara, supaya terang benderang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun