Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

JHT untuk Siapa?

13 Februari 2022   00:12 Diperbarui: 14 Februari 2022   07:25 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rincian iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan. Sumber: BPJS via Kompas.com

Setelah membaca berbagai protes yang disampaikan oleh Said iqbal, Jumhur Hidayat, dan aktivis buruh lainnya, isinya memang sangat pedas dan menohok Menaker Ibu Ida Fauziyah, karena menerbitkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022, tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, yang diterbitkan tanggal 2 Februari 2022.

Mencermati isu itu, saya teringat kembali artikel saya di Jurnal  Sosio Informa Vol. 3,  No. 03, September - Desember, Tahun 2017,  dengan judul "KOMITMEN NEGARA DALAM MEMBERIKAN JAMINAN HARI TUA BAGI PEKERJA"  yang pada kesimpulan dan rekomendasinya adalah;

  • Pemerintah  dalam  hal  ini  Menteri  Tenaga  Kerja    disarankan    mencabut    Peraturan    Menteri   Tenaga   Kerja   Nomor   19   tahun   2015  Tentang  Tata  Cara  dan  Persyaratan  Pembayaran  Manfaat  Jaminan  Hari  Tua,  karena    bertentangan    dengan peraturan    perundang-undangan di atasnya. 
  • PP  60  Tahun  2015  juga  perlu  direvisi,  dan  langsung saja merujuk pada Pasal 35,36,37 dan  38  UU  SJSN.  Dalam  revisi tersebut  juga  perlu  diatur  mekanisme  masa  transisi  untuk  pembayaran  klaim  JHT  yang  masa  iurnya dibawah 10 tahun.
  • BPJS   Ketenagakerjaan   harus   melakukan   advokasi   dan   sosialisasi   secara  massif   tentang  filosofi  dan  manfaat  JHT bagi Pekerja, agar hari tua mereka menjadi lebih terjamin kehidupannya.
  • Manajemen  BPJS  Ketenagakerjaan menyusun sistem dan prosedur operasional yang diperlukan untuk beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan 

 Setelah empat tahun pemerintah mempelajarinya, dan kondisi sudah memungkinkan barulah pemerintah dalam hal ini Menaker mencabut Permenaker 19/2015 itu dengan menerbitkan Permenaker Nomor 2/ 2022.

 Saya terkaget juga, beberapa tokoh buruh protes dan meminta pencabutan Permenaker 2/2022, terutama terkait dengan klaim JHT karena PHK, tidak perlu menunggu usia pensiun (56 tahun).

 Bagaimana sebenarnya pengaturan menurut UU SJSN untuk JHT, itu diatur dalam 4 pasal yaitu pasal 35, 36, 37, dan 38.  Yang menjadi wilayah sengketa adalah pasal 37 ayat (1) . 

Pada ayat (1) menyatakan bahwa: "Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta *memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap*", UU itu membatasi syarat JHT diambil, yaitu pensiun, atau meninggal dunia atau cacat total tetap ( walaupun belum usia pensiun).

Dalam pengaturan lebih lanjut pada PP 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua, pada pasal 26 ayat (3)  menjabarkan pasal 37 ayat (1) UU SJSN, yang menegaskan bahwa pekerja yang terkena PHK atau berhenti sebelum usia pensiun, JHT diberikan pada saat mencapai usia 56 tahun (usia pensiun).

Pada saat itu (2015), serikat buruh memprotes ketentuan pasal 26 ayat (3), walaupun pasal itu sesuai dengan pasal 37 ayat (1), bahwa JHT diberikan pada saat usia pensiun, sesuai dengan tujuannya memberikan jaminan hati tua berupa uang tunai pada saat tidak bekerja karena pensiun.

Pemerintah dalam hal ini Menaker ( Hanief Dhakiri), tidak tahan  dengan gelombang demo buruh, diterbitkan PP perubahan yaitu PP Nomor. 60/2015, yang memperbaiki pasal 26  ayat (5), mendelegasikan wewenang kepada Menaker mengatur tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT, melalui Peraturan Menteri Tenaga kerja.

Tidak menunggu waktu lama, Menaker menerbitkan Permenaker nomor 19/2015, tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat  JHT, yang pada pasal 5 dan pasal 6 memberikan kelonggaran bagi pekerja yang mengundurkan diri atau terkena PHK, dapat segera mencairkan JHT secara tunai dalam waktu 1 bulan sejak  pemberhentian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun