Apakah setelah keluarnya putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, pemerintah konsisten dan mengalokasikan APBN Â 2022 untuk JKP? Seharusnya konsisten, karena Keputusan MK memberikan interval waktu 2 tahun.
Tetapi mungkin saja pemerintah ragu untuk meluncurkan program JKP pada tahun 2022 pasca keputusan MK itu, karena terkait Amar Putusan poin 7 yaitu: "Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta."
Perintah menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, apakah termasuk didalam nya  "mengalokasikan APBN Sektor Ketenagakerjaan 2022, untuk membayar premi program JKP yang menjadi kewajiban Pemerintah Pusat?"
Jika Kemenkeu tidak berani mengalokasikan APBN untuk program JKP, bukan tidak mungkin beban itu dilimpahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Â Bola panas itu tentu akan menyulitkan lembaga jaminan sosial itu. Dari mana uangnya mau diambil? melakukan Re-Rekomposisi JKK dan JKm? mengambil dana JHT? dana JP? Semuanya itu bisa menjadi jebakan batman yang membawa BPJS Ketenagakerjaan ke ranah hukum, karena menabrak UU SJSN dan UU BPJS.
Kalau tidak dilaksanakan program JKP tersebut, karena pertimbangan Keputusan MK, boleh jadi Kemenaker akan berhadapan  dengan buruh, terutama mereka yang  terkena PHK dan akan menjadi isu sensi yang semakin menambah meningkatkan suhu konflk sosial dan ekonomi di masyarakat.
Solusinya, pertama; mengikuti langkah keputusan  Mahkamah Kompromi. Pembayaran program JKP tetap dilaksanakan, tetapi besarannya hanya 0,24% dari upah/gaji terakhir, yang dananya bersumber dari rekomposisi JKK dan JKm BPJS Ketenagakerjaan dan kedua; mempercepat proses pembahasan perubahan UU SJSN/BPJS  yang sudah ada di Baleg DPR, dengan memasukkasn program JKP dan perubahan pasal-pasal yang diperintahkan Keputusan MK  yang terkait kedua UU itu.
Semoga revisi UU Omnibus Law Cipta Kerja  berjalan dengan cepat, walaupun bus sarat dengan penumpang untuk mencapai terminal yang diperintahkan MK. Hal itu hanya mungkin terjadi jika kemampuan pemerintah me-remote Ketua-Ketua Partai dan anggota DPR energy nya masih sama seperti menyusun RUU Cipta Kerja. Jika low bat, program JKP juga akan kehilangan signal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H