Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Merah Putih dan Nusantara, Memburu Vaksin Covid-19

14 April 2021   06:50 Diperbarui: 14 April 2021   06:54 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kedua vaksin itu berlabel produk nasional. artinya murni diteliti oleh ahli-ahli molekuler dan virus orang Indonesia. Bukan produk impor yang sekarang ini mengalami kendala karena negara produsen vaksin yang dibutuhkan dan sudah dijanjikan mengalami penundaan waktu _delivery_ nya yang membuat mumet kepala Menkes, karena jadwal penyuntikan molor dari yang dijanjikan Menkes kepada Presiden.

Tetapi ada satu hal lagi yang merisaukan kita sebagai bangsa Indonesia. Kenapa kita tidak pernah ingin bersatu dalam menghadapi pandemi Covid-19, khususnya dalam menemukan vaksin yang dibutuhkan rakyat Indonesia  yang ratusan juta jiwa itu.

Coba bayangkan rencana vaksin Merah Putih sudah lama dipersiapkan oleh berbagai lembaga Pemerintah secara terpadu, bahkan ikut dimonitor oleh BPOM. Waktu yang sama mantan Menkes (Terawan), dengan beberapa perguruan Tinggi ( belakangan ada yang mengundurkan diri), juga ngotot untuk memproduksi dan meneruskan uji coba vaksin Nusantara kepada orang-orang terkenal dan bahkan pejabat negara. Bukan mendukung perencanaan vaksin Merah Putih.

BPOM sudah menyatakan bahwa vaksin Nusantara tidak boleh lagi melakukan Uji Klinis II, karena pada Uji Klinis I tidak memenuhi GMP ( Good manufacture practice). Bagi seorang apoteker, GMP itu paham betul, pelajaran kuliah  yang paling mendasar dalam pelajaran Industri farmasi.  

Kalau sudah suatu produk obat, tidak memenuhi GMP itu sudah kartu mati. Obat yang dihasilkan harus dimusnahkan, tidak boleh diedarkan.  Jadi tidak habis pikir, jika Kepala BPOM ( yang bukan apoteker), tetapi memimpin kumpulan apoteker di lembaga itu, sudah melarang Vaksin Nusantara untuk Uji Klinis II. Di lain pihak,   secara terang-terangan pejabat negara (anggota DPR, juga

Apoteker), mengajak para anggota Dewan untuk suntik vaksin Nusantara di RSPAD Gatsu. Kalau terjadi sesuatu siapa tanggung jawab, apalagi pejabat negara dan menggunakan fasilitas negara, dan juga sudah dilarang oleh pejabat negara yang berkompeten.

Apakah seperti ini wajah negeri kita. Sebagai pejabat publik, bekerja sesukanya, dengan isu nasionalisme kebangsaan, tetapi melakukannya dengan cara yang tidak prosedure, dan melanggar etika birokrasi pemerintahan.

Kenapa kita tidak fokus pada vaksin Merah Putih, yang sedang dilakukan pengujiannya oleh lembaga yang credible,  dilaksanakan oleh pemerintah dengan anggaran pemerintah.

Sedangkan vaksin Nusantara, lebih menonjolkan figur dr.Terawan mantan Menkes, dan saat ini tidak jelas siapa yang membiayainya. Karena informasinya Kemenkes tidak lagi menyediakan anggaran untuk vaksin Nusantara. Kenapa bisa menggunakan fasilitas RSPAD Gatsu ( karena dr.Terawan pernah menjadi Ka.RSPAD, dan berpangkat letnan Jenderal purnawirawan?)

Apakah ini soal kebangsaan atau soal persaingan bisnis?. Kasihan program vaksin Merah Putih, menjadi terkesan terseok-seok melaksanakan uji coba, khususnya mendapatkan binatang percobaan dari Amerika Serikat.

Kita menaruh hormat kepada Kepala BPOM, yang dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap vaksin Nusantara,  karena persoalan mendasar yakni tidak memenuhi GMP. Saya yakin bukan karena  dr. Terawan tidak lagi  jadi Menkes, tetapi karena tuntutan profesional, sebab jika beliau tidak tegas, maka akan mendapatkan sorotan juga dari lembaga kesehatan dunia (WHO).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun