Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penantian Direksi BPJS yang Baru (2021-2026)

14 Februari 2021   01:29 Diperbarui: 14 Februari 2021   01:41 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah saatnya pihak Kejaksaan Agung segera menentukan status hukum kasus kebijakan investasi itu, apakah terbukti, tidak terbukti. Apakah ada kerugian negara atau tidak ada kerugian negara, sebelum para Direksi berakhir jabatannya 19 Februari 2021.

Bagi Direktur keuangan BPJS Ketenagakerjaan yang lolos seleksi di BPJS Kesehatan, harus juga ada kepastian. Jangan sampai Presiden mengumumkan yang bersangkutan sebagai Direksi, tidak berapa lama, Kejaksaan mengumumkannya menjadi tersangka.  Ini tentu tidak diharapkan dan tidak baik bagi antar institusi Kepresidenan dan Kejaksaan Agung.

Siapapun yang menjadi Direksi kedua BPJS, yang penting mereka harus segera bersatu membentuk The Dream Team untuk mencapai visi dan misi kelembagaan. Demikian juga Dewasnya harus solid dan berintegritas tinggi dalam melaksanakan tugasnya, profesional. Berbagai masukan dari "fraksi" pekerja, pemberi kerja dan pemerintah harus di convergensikan menjadi out put yang terintegrasi, menyatu, tidak terlepas-lepas, sebagai dasar pertimbangan merumuskan kebijakan bersama kedua organ (Dewas dan Direksi).

Menyatukan persepsi kedua Organ BPJS (Dewas dan Direksi), memang tidak mudah. Memerlukan kepemimpinan yang kuat dari Dirut maupun Ketua Dewas masing-masing BPJS. Untuk menyatukan para Organ itu, juga kepemimpinan Ketua DJSN dan seluruh anggota DJSN harus kuat. Jika tidak Organ-Organ itu akan "menyepelekan" DJSN. Itu tidak boleh terjadi. Apapun keterbatasan DJSN, sesuai dengan UU SJSN dan UU BPJS, maka DJSN surut berpantang.

Bagaimana cara untuk menyamakan persepsi antar Organ BPJS, tidak perlu lagi kita mengajari DJSN untuk melakukannya. Jam terbang DJSN itu sudah tinggi. Sudah bekerja sejak 2008, dengan berbagai pengalaman dalam melakukan proses transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan.

Soal Pemerintah kurang memperhatikan dan kurang mendapat dukungan memadai, tidak perlu berkecil hati. Itu sudah takdir. Songsong saja takdir itu dengan kebesaran jiwa dan keikhlasan yang tinggi. Yakin Usaha Sampai.

Cibubur, 14 Februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun